31/01/10

KALIMANTAN OH KALIMANTAN

Lama juga ya tidak menulis dan mengobrol bareng ama teman-teman. Habisnya ngedobos sibuk dengan urusan ini dan itu yang menyita waktu( Alasan mode on). Yap mari kita ngobrolin masalah pulau terbesar di Indonesia, yang akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan. Kalimantan merupakan pulau yang sangat kaya raya dengan topografi lahan gambut yang begitu luas. Belum lagi hutan yang lebat meskipun banyak yang gundul. Hasil tambangnya yang besar mulai Batu bara, minyak bumi, intan dan masih banyak lagi lainnya.
Pada era 1980-an, Kalimantan merupakan pemasok terbesar ekspor kayu Indonesia. Apakah kita masi ingat dengan cukong-cukong kayu seperti Bob Hasan, Lim Sweiling, dan konco-konconya, merekahlah yang seharusnya di-adili sebagai perusak lingkungan nomer-1. Dampaknya bisa kita rasakan hari ini. Sekarang, mari kita bergeser pada jaman sekarang, apakah penebangan hutan masih menjadi primadona?
Jawabannya adalah tidak. Setelah reformasi 1998/1999, penebangan hutan menurun dan digantikan oleh penambangan batu-bara yang kapasitas penambangannya bisa mencapai lebih dari 200 juta ton/tahun. Luar biasa, Ngedobos tidak bisa membayangkan berapa banyak ya jumlah dari 200 juta ton itu?
Dengan hasil yang begitu besar maka otomatis akan menaikkan pendapatan. Tidak usah kita bicara tentang GDP/GNP kita bicara skup lokal saja. Jika pendapatan bertambah maka otomatis kesejahteraan masyarakat sekitar akan meningkat. Begitu perkataan dari para pakar ekonomi. Kenyataannya? Penduduk Kalimantan tetap miskin. Jadi benarkah kita harus memacu pertumbuhan ekonomi atau memacu pemerataan ekonomi alias meratakan distribusi pendapatan?
Selain masalah perekonomian, masyarakat Kalimantan dihadapkan pada kelangkaan energi, terutama masalah energi listrik. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kalsel mencatat, ada 222 desa yang belum teraliri listrik di derah ini( kompas, 26/01/10). Warga hanya bisa melihat cahaya benderang dari lubang-lubang tambang yang terus dikeruk selama 24 jam. Sungguh sangat ironis sekali, daerah penghasil energi kekurangan energi? Seperti pepatah yang mengatakan Ayam mati diatas tumpukan padi. Kalimantan betapa malang nasib-mu.
Maka untuk menyiasati kekurangan pasokan listrik tersebut, masyarakat membangun pembangkit tenaga listrik mikrohidro(PLTMH) di dekat kampung mereka. Sungguh sangat ironis mengapa pemerintah tidak pernah memperhatikan hal ini? Menurut Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan Hendra Wahyu menilai, Loksado jantung ekologi pegunungan Meratus, yang kelestariannya sampai saat ini masih masih terjaga. Salah satu potensi yang menghidupinya adalah keberadaan sungai-sungai di Haratai, misalnya, air dari empat sungai dari gunung Kayuan dialirkan kerumah generator guna memutar turbin. Hasilnya, daya listrik mikhrohidro itu mencapai 17.000 watt.
Krisis pulau Kalimantan hampir menyebar diseluruh provinsi yang ada di Kalimantan. Ngedobos ambil contoh provinsi Kalimantan Timur saja. Provinsi terbesar di Kalimantan ini mempunyai masalah akut yang sangat mendasar yaitu tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan-nya sendiri. Kaltim harus mendatangkan 200.000 ton beras dari Sulawesi Selatan dan Jawa. Sekitar 83% kebutuhan proteinnya juga dipasok dari luar daerah. Bahkan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kaltim, Tahun lalu, mengumumkan kehilangan 12.000 Ha lahan sumber pangan setiap tahun.
Angka penduduk hidup di bawah garis kemiskinan hingga Maret 2007 sekitar 325.000 jiwa atau 11% dari total jumlah penduduk. Meningkat dari tahun sebelumnya, yang berjumlah 230.000 jiwa. Dan ironisnya mereka berada didekat daerah pertambangan. Dan salah satu perusahaan yang bermain disana adalah PT Kaltim Prima Coal anak dari Perusahaan Bumi Resources perusahaan keluarga Ketua umum Golkar sekarang.
Nah setelah panjang lebar Ngedobos memberikan gambaran tentang “sedikit” permasalahan dari Kalimantan, sekarang mari kita analisa informasi diatas melalu pendekatan Ilmu ekonomi dan Ilmu konservasi. Nah selamat menikmati ya 
Pertama-tama Ngedobos akan memulai dulu dengan analisa ekonomi melalui pendekatan Ekonomi Regional. Dengan pendekatan pada teori model basis Eksport ( export-base model). Apa itu model basis eksport, segera kita bahas.

Model Basis Eksport
Model ini mula-mula diperkenalkan oleh Dauglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif( competitive advantage) yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Jika suatu daerah dapat ber-spesialisasi dengan keuntungan kompetitive-nya, maka daerah tersebut akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya sendiri. Hal ini dikarenakan, peningkatan ekspor akan memberikan multiplier effect kepada perekonomian daerah.
Model ini, sangat dipengaruhi oleh 2 sektor perekonomian regional, yaitu : Sektor basis dan sektor Non-Basis. Sektor Basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Sedangkan sektor non-basis adalah sektor perekonomian lain-lain yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis. Otomatis kegiatan sektor non-basis ini sangat ditentukan oleh sektor non-basis.
Kita lihat dalam kasus Kalimantan secara umum, apa yang menjadi komoditi unggulan disana? Tak lain adalah barang tambang. Kita anggap barang tambang ini adalah sektor Basis, dimana kinerja sektor ini akan sangat mempengaruhi kinerja sektor non-basis, misalnya pertanian dalam artian sempit(Persawahan). Mengapa lahan pertanian di Kalimantan Timur bisa berkurang? Secara kasar hal ini bisa Ngedobos jawab karena Sektor pertambangan meningkat secara cepat sehingga mengurangi lahan pertanian. Logikanya jika pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh barang tambang meningkat, maka akan terjadi penurunan hasil produksi pada sektor pertanian, itu masih bisa diterima secara teori.
Tapi ada satu hal yang membuat Ngedobos merasah aneh melihat kasus Batu Bara ini, yaitu masalah Multiplier efect-nya entah itu peningkatan kesejahteraan, kecukupan energi atau peningkatan lapangan pekerjaan. Tapi kenyataan-nya hal tersebut tidak terjadi bahkan sangat kecil( Hanya kira-kira, karena tidak mempunyai data yang lengkap), inilah yang menyebabkan permasalahan berkepanjangan di daerah Kalimantan.

Sumber Masalah atau Sumber Keuntungan?
Batu bara di bumi Borneo yang begitu banyak sungguh sangat menarik minat kontraktor-kontraktor besar. Menurut para ahli Batu Bara mempunyai dampak polusi yang lebih besar dari pada minyak bumi. Kandungan gas Sulfur yang tinggi sangat berpotensi untuk menurunkan hujan asam sulfur dioxide yang akan merusak tanaman dan lingkungan. Selain itu hasil pembakaran dari batu bara ini mengeluarkan gas rumah kaca lebih besar dari minyak bumi.
Berangkat dari pernyataan diatas, maka sebuah proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan kepada pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah. Mulai dari kerusakan lingkungan daerah pertambangan sampai kerusakan udara akibat proses pembakaran. Residual tidak bisa kita lepaskan dari kegiatan ekonomi, apa-pun itu.
Nah, kebanyakan perusahaan tambang di dunia tidak pernah atau tidak mau tahu tentang dampak lingkungan ini. Maka tidak heran mengapa daerah penghasil energi, bisa kekurangan energi. Dampak sosial dan lingkungan ditanggung oleh masyarakat. Keuntungan ditanggung perusahaan. Dari prespektif ilmu ekonomi, hal ini bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumber daya akibat berkurangnya kemampuan sumber daya secara kualitas untuk menyuplai barang dan jasa. Tetapi juga dampak pencemaran terhadap kesejahteraan masyarakat. Maka yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan adalah mengendalikan pengendalian tingkat pencemaran sampai se-efisien mungkin, dan ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Pertanyaan-nya maukah pemerintah mengawasi? Dan perusahaan secara sukarela untuk melakukan hal tersebut?

Penutup
Permasalahan Kalimantan tentang Sumber Daya Alam ini, merupakan salah satu permasalahan dari masalah-masalah sumber daya alam di Indonesia. Dan inilah menurut Ngedobos sebagai The real case economic in Indonesia, kasus Century? Hah, tidak ada apa-apanya dibandingkan kasus Sumber Daya alam di Indonesia. Kasus ini akan terus berulang dan berulang kembali dikarenakan, permintaan energi di Indonesia akan terus dan terus meningkat. Industrialisasi Indonesia yang sedang dibangun saat ini pasti sangat membutuhkan energi yang besar. Belum lagi kewajiban kita memenuhi pesanan-pesanan permintaan luar negeri, bisa dihitung berapa besar energi yang dibutuhkan?
Untuk dapat meminimalkan konflik, pemerintah harus memperhatikan : 1. Jenis-jenis sumber daya energi apa saja yang perlu diproduksikan, ditawarkan di pasar dan dikonsumsi masyarakat. 2. Pada harga berapa masing-masing jenis sumber daya energi itu dipasarkan. 3. Dengan tingkat berapa saja masing-masing sumber daya energi dihasilkan dan dimanfaatkan. 4. Sarana apa saja yang dapat digunakan untuk mempengaruhi-nya. 5. Bagaimana dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar?
Hal penting lainnya adalah konservasi sumber daya energi. Kebijaksanaa konservasi bertujuan untuk memelihara kelestarian sumber daya energi yang ada melalui penggunaan sumber daya secara bijaksana bagi tercapainya keseimbangan antara pembangunan, pemerataan dan pengembangan lingkungan hidup. Ngedobos hanya bisa berdoa semoga Bangsa Indonesia sadar mana hal yang penting untuk memajukan Negara ini. Jangan mementingkan hal yang remeh dan Meremehkan hal yang penting. Tetap meng-Allah-kan Allah. Memanusia-kan manusia dan Meng-Alamkan-alam. Wallahua’lam.

MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN NILAI RUPIAH YANG KUAT

Untuk membangun ekonomi suatu Negara yang demokratik
Maka satu ekonomi merdeka yang harus dibangun. Tanpa
Ekonomi merdeka tak mungkin, tak mungkin kita mencapai
Kemerdekaan, tak mungkin kita tetap hidup( Ir Sukarno)

Indonesia saat ini mengalami sebuah kelemahan sturktural dan daya saing perekonomian-nya. Hal ini bisa kita lihat dari kekuatan produktifnya lebih kecil dari daripada kekuatan konsumtifnya. Sektor industri yang masih didominasi oleh asing, membuat perekonomian kita jauh dari kata kemandirian dan kemerdekaan. Kita lihat mulai sektor hulu sampai sektor hilir semua sektor industri banyak yang dikuasai oleh perusahaan multi national. Sebagia contoh yang sangat sederhana, bila kita masuk ke sebuah supermarket atau warung-warung kecil dipinggir jalan, kita bisa menghitung berapa banyak produk asli buatan Indonesia adakah 50% nya?
Kita adalah sebuah Bangsadengan sejarah yang sangat panjang, bahkan bisa jadi kita adalah Bangsa yang tertua peradabannya. Sudah menjadi sifat orang yang sudah berumur, kekuatan, kesehatan dan daya pikirnya pasti sudah menurun. Begitukah kondisi sebuah Negara dan Bangsa Indonesia? Keunggulan kompetitife dan komparative apakah sudah memasuki usia yang uzur? Jika jawaban diatas berkata “ Ya” bisa kita hitung berapa keturunan lagi Bangsa yang sudah tua ini akan mengakhiri kontraknya di dunia.
Sejak awal kemerdekaan, telah digariskan oleh para founding father Negara ini bahwa kemandirian sejati merupakan cita-cita nasional yang harus diwujudkan. Penafsiran penulis, kemandirian yang dimaksud oleh para founding father kita adalah: terbebasnya Negara ini dari segala ketergantungan, baik ekonomi, sosial, teknologi dan budaya. Semua hal tersebut bisa dicapai bila Negara ini sudah merdeka secara ekonomi. Tanpa kemerdekaan ekonomi mustahil kita bisa menjadi Negara yang maju.
Perpindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru memunculkan sebuah ide perlunya kita memperoleh pinjaman luar negeri. Bersamaan dengan itu muncul pula gagasan tentang bagaimana kita berhati-hati terhadap pinjaman luar negeri( Sri-Edi Swasono; 2003).
Pinjamin luar negeri yang tidak diatur ini-lah awal mula kita terperosok kedalam lubang perekonomian. Kita bisa melihat betapa arogan dan sombongnya utusan dari IMF yang bertolak pinggang dihadapan President Soeharto. Hal ini menandakan begitu kuat-nya dampak pinjaman luar negeri terhadap kemundurun daya saing perekonomian kita.
Pada bulan Agustus 1997 saat di Indonesia belum terjadi krisis ekonomi. Saat itu kita bisa melakukan langkah-langkah mendevaluasikan Rupiah untuk mengantisipasi overvalued rupiah. Tapi atas desakan IMF , BI mengubah transaksi mata uang rupiah yang sebelumnya diambangkan terkendali kemudian dibiarkan secara bebas (free float). Hal ini mengakibatkan mata uang kita menjadi semakin fluktuatif dan kemudian membuat masyarakat kita menjadi panik( Rizal Ramli: 2007).
Memang faktor-faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah bisa naik atau turun sangat-lah banyak. Dari faktor-faktor yang demikian banyak-nya itu, banyak sekali yang bersifat psikologis. Dapat kita bayangkan betapa besar kebingungan masyarakat pada saat krisisis ekonomi 1997/1998( Kwik kian Gie: 2001).
Krisis ekonomi 1997/1998 juga memperlihatkan kebutuhan untuk mengadakan peninjauan kembali terhadap arsitektur sistem moneter nasional. Untuk mencegah terulangnya kembali krisis ekonomi dimasa mendatang, otoritas moneter Indonesia harus menyusun kerangka kerja yang lebih memperhitungkan dampak-dampak jangka panjang terhadap perekonomian Indonesia.

Teori Area Mata Uang Optimum ( Optimum Currency Areas)
Teori mata uang optimum untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Mundel dan McKinnon selama tahun 1960-an. Versi sederhana dari teori ini mengasumsikan dua daerah - A dan B - masing-masing memproduksi suatu barang. A demand shift caused by a change in preferences from the goods produced by A to the goods produced by B (ie an asymmetric shock), will lower demand in A, raising unemployment and causing a trade imbalance; while inflation will increase in B (see Figure 1). Sebuah perubahan permintaan yang disebabkan oleh perubahan dalam preferensi dari barang yang diproduksi oleh A untuk barang-barang yang diproduksi oleh B (yaitu, sebuah kejutan asimetris), akan menurunkan permintaan dalam A, meningkatkan pengangguran dan menyebabkan ketidakseimbangan perdagangan, sedangkan inflasi akan meningkat dalam B (lihat Gambar 1). In such a situation, a common monetary policy cannot solve the problems of both economies at the same time. Dalam situasi seperti ini, yang umum kebijakan moneter tidak dapat memecahkan masalah-masalah ekonomi, baik pada waktu yang sama. A restrictive monetary policy (S up) might reduce inflation in B, but worsen the unemployment problem in A. An expansionary monetary policy (S down) would reduce unemployment in A, but worsen inflation in B. Sebuah kebijakan moneter ketat (S atas) bisa menurunkan inflasi di B, tapi memperburuk masalah pengangguran dalam A. Sebuah kebijakan moneter ekspansif (S ke bawah) akan mengurangi pengangguran di A, tapi memperburuk inflasi di B.
The disekuilibrium disebabkan oleh shock karena itu akan memerlukan perubahan dalam harga relatif untuk mengembalikan keseimbangan sebelumnya. If the two regions have separate currencies, this can be achieved by altering the exchange rates: ie by a devaluation of currency A vis à vis currency B. Country A would then recover its competitive position through lower real wages and prices (though nominal wages and prices would remain constant). Jika kedua daerah memiliki mata uang yang terpisah, ini dapat dicapai dengan mengubah kurs: yaitu oleh devaluasi mata uang A vis à vis mata uang B. Negara A kemudian akan pulih dengan posisi kompetitif melalui upah riil yang lebih rendah dan harga (walaupun upah nominal dan harga akan tetap konstan). Demand would rise (D upshift) and unemployment fall. Permintaan akan naik (D upshift) dan pengangguran turun.
Namun jika, kedua wilayah memiliki mata uang bersama atau mempertahankan nilai tukar tetapnya. Maka untuk memulihkan produksi dan lapangan kerja pada Negara A bisa menggunakan cara-cara berikut ini :
Penurunan upah nominal dan harga
Pergeseran kurva supply dari rumah produksi
Kebijakan fiskal ekspansif
Pembentukan sebuah area mata uang optimum akan lebih berpotensi memberikan
berbagai manfaat optimal, jika syarat-syarat berikut terpenuhi:
Adanya mobilitas sumber daya yang cukup tinggi
Adanya kemiripan struktural diantara mereka
Adanya kesediaan politik untuk mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hal ini.
Menurut Tower dan Willet ( Dalam Lukita dan Yahya, 2003) “ berarumentasi bahwa analisa OCA sebaiknya dipertimbangkan sebagai suatu pen- dekatan, bukan sebagai suatu teori yang lebih spesifik. Oleh karena itu, penerapan sistem nilai tukar bedasarkan kriteria-kriteria diatas tidaklah sesuatu keharusan yang mengikat, melainkan sebagai kerangka dasar pendekatan ekonomi untuk menentukan suatu sistem nilai tukar”.
Hal ini disebabkan tidak ada satu Negara-pun didunia ini yang mempunyai struktur ekonomi yang sama. Mungkin bagi kawasan Eropa mereka memiliki banyak sekali kemiripan dalam struktur ekonominya, tetapi jika kita terapkan pada Kawasan Asia tenggara terutama Indonesia hal ini jelas akan merusak daya saing perekonomian kita.

Teori Stolper-Samuelson
Wolfgang dan Samuelson telah membuktikan bahwa perdagangan membagi suatu Negara, yang di satu pihak terdiri dari orang-orang yang benar-benar menerima manfaat dari perdagangan dan di pihak lainnya terdiri dari orang-orang yang dirugikan dengan asumsi tertentu . Asumsi yang dikemukakan oleh mereka berdua adalah : Suatu Negara menghasilkan dua barang dengan dua faktor produksi( Lahan dan Tenaga kerja).
Dari asumsi diatas Stopler dan Samuelson berargumen bahwa, peralihan dari tidak adanya perdagangan ke arah perdagangan bebas pasti akan meningkatkan penghasilan yang diperoleh faktor produksi yang digunakan secara intensif dalam industri yang harganya meningkat ( lahan) dan menurunkan penghasilan faktor produksi yang digunakan secara intensif dalam industri yang harganya menurun( tenaga kerja), tanpa memandang barang mana yang lebih disenangi untuk dikonsumsi oleh para penjual kedua faktor produksi diatas.
Maka jika berpijak pada teori Stopler dan Samuelson suatu perdagangan bebas akan mengakibat tradeoff disatu sisi manfaat faktor produksi A meningkat dan disatu sisi manfaat fakro produksi akan mengalami penurunan. Jika kita hubungkan dengan kasus perdagangan Indonesia-Cina, akan kita lihat siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan. Apakah Indonesia dengan komoditas bahan mentahnya ataukah Cina dengan kemampuan menjiplak suatu barang.


Teori Pertumbuhan
Setelah membahas masalah penetapan nilai tukar dan melihat adanya tradeoff dari kegiatan perdagangan bebas, kita beralih kepada teori pertumbuhan. Teori prtumbuhan ekonomi menyatakan faktor-faktor apakah yang menentukan laju pertumbuhan output penggunaan tenaga kerja dari waktu ke waktu. Teori pertumbuhan penting karena membantu menjelaskan tentang laju perumbuhan dan menjawab pertanyaan tentang mengapa tingkat pendapatan per kapita berbeda antar Negara.
Salah satu kesimpulan pokok dari teori pertumbuhan adalah adanya proposisi bahwa antara dua Negara dengan teknologi dan tingkat tabungan yang sama, maka Negara yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi pada akhirnya akan mempunyai pendapatan per kapita yang lebih rendah. Untuk mengetahui bagaimana proses pertumbuhan terjadi maka kita pergunakan formulasi yang sederhana dengan mengasumsikan tenaga kerja konstan dan tertentu, ΔN/N = n, dan tidak ada kemajuan teknologi ΔA/A = 0.
Maka satu-satunya elemen variabel yang tersisa adalah laju pertumbuhan modal. Maka kita dapat mendefinisikan jumlah output per kapita sebagai x = Y/N dan jumlah modal per kapita atau rasio modal-tenaga kerja sebagai k = K/N.
Mengapa memperkuat nilai tukar rupiah ini begitu penting? Karena nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing mencerminkan daya beli masyarakat Indonesia. Jika nilai tukar rupiah kita sedang tinggi itu berarti daya beli masyarakat sedang meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika nilai tukar kita melemah maka daya beli kita juga sedang melemah.
Menentukan nilai tukar murni yang teoritis tidaklah mudah. Kita harus menentukan sekeranjang barang dan jasa yang mewakili kebuthan masyarakat dari dua Negara yang berbeda. Sekelompok barang ini kita bandingkan berapa Dollar yang dapat dibeli orang Amerika dan berapa Rupiah yang dapat dibeli oleh orang Indonesia. Setelah itu, dua angka ini dibagi, dan itulah nilai tukar murni yang didapat
Untuk memakai konsep diatas sangatlah sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Maka kita gunakan pendekatan OCA. Maka berdasarkan kriteria-kriteria OCA, tingkat keterbukaan perekonomian suatu Negara merupakan satu faktor penting dalam pemilihan sistem nilai tukar. Makin terbuka suatu perekonomian semakin besar pula perubahan money income-nya dan makin kecil pengaruhnya terhadap deflasi/inflasi.
Dalam analisis OCA tidak ada satupun sistem nilai tukar yang tepat untuk dipakai dalam semua Negara dalam kondisi dan waktu kapanpun. Untuk menentukan sistem apa yang cocok dipakai, suatu Negara harus melihat faktor-faktor pendukungnya seperti: keterbukaan ekonomi, besarnya perekonomian, tingkat mobilitas modal, tingkat inflasi, tingkat integrasi pasar, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Maka untuk menguatkan nilai tukar rupiah pemerintah harus membangun struktur-struktur ekonomi diatas secara berkesinambungan. Dengan memilih arah kebijakan perekonomian kita, mau berspesialisasi dibidang apa. Dengan begitu kita mempunyai dasar fundamental untuk menguatkan nilai tukar rupiah. Semakin baik nilai tukar Rupiah maka akan stabil kebijakan makroekonomi Indonesia.


Membangun Kemandirian Ekonomi
Dalam perputaran roda perekonomian di Indonesia, sebagian besar ada ditangan bangsa asing, yang ada ditangan bangsa Indonesia sendiri hanya usaha produksi yang berdasarkan atas alam pemikiran yang sederhana. Akibatnya rakyat Indonesia menjadi sapi perah dari para cerdik pandai bangsanya sendiri dan menjadi sapi perah seluruh dunia yang membeli barang-barang hasil produksi yang murah.
Kita ambil contoh sektor pertanian kita dalam artian luas. Sudah penulis jelaskan panjang lebar masalah perekonomian sektor pertanian dalam makalah penulis terdahulu pada saat UTS. Analisa kali ini hanya menambahkan saja apa yang kurang dari tulisan sebelumnya.
Dalam teori diatas yakni teori dar Samuelson-Wolfgang dan teori pertumbuhan. Dua-duanya dapat disimpulkan bahwa perkonomian suatu Negara harus mempunyai teknologi dan tabungan yang tinggi untuk dapat menikmati hasil perdagangan bebas. Sekarang mari kita lihat apakah hal ini sudah dipenuhi pada sektor pertanian kita?
Sektor pertanian merupakan penopang terbesar dan penyerap tenaga kerja yang sangat besar. Tapi apa yang terjadi? Sebagai sektor yang begitu diandalkan, hasilnya dari tahun ke tahun semakin menurun. Banyak anak muda yang sudah tidak mau lagi bekerja disektor pertanian, karena hasil yang didapat sangat sedikit. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Lewis tentang pertumbuhan dua sektornya, “ Bahwa masyarakat yang bekerja disektor pertanian akan berbondong pindah ke sektor industri disebabkan perbedaan upah yang begitu tinggi”. Jika kejadian ini kita biarkan saja maka yang sangat penulis takutkan ramalan Malthus akan terbukti.
Indonesia masih bisa untuk mencegah terjadinya kelaparan jika kebijakan perekonomiannya kembali kepada keunggulan kompetitive dan komperatifnya. Apa keunggulan kompetitive dan komparative Perekonomian Indonesia, menurut penulis keunggulan itu terletak pada sektor pertaniannya, mulai dari tanah yang subur sampai lautan yang kaya akan sumber protein. Tak heran jika Prof Arysio Santos menyebut Indonesia sebagai surga dunia, awal dari segala peradaban dunia atau lebih dikenal dengan sebutan Atlantis.
Kembali kepada keunggulan kompetitive dan komperativnya tidak boleh disikapi dengan pemikiran textual. Harus disikapi dengan pemikiran yang dinamis. Kalau memang kondisi pertanian tidak memungkinkan untuk mekanisasi, maka bisa kita dirikan koperasi yang bergerak dibidang pengolahan, kita perbaiki rantai distribusi dan mengajarkan teknik pemasaran yang bagus.
Jika teori diatas mengasumsikan tidak ada perubahan teknologi, maka kita masukkan variabel teknologi untuk memperkuat perekonomian dalam negeri. Teknologi digunakan untuk membantu meningkatkan hasil-hasil produksi pertanian dan industri Indonesia. Tanpa teknologi yang memadai, sampai kapan-pun dengan sistem ekonomi apa-pun kita tidak akan pernah mencapai kemajuan ekonomi. Kita hanya bisa menunggu Sebuah unta bisa melewati lubang jarum, sangat mustahil.

. Kesimpulan dan Saran
Sistem OCA memang mempunya beberapa kelemahan, Negara yang bersangkutan tidak akan atau sangat sulit untuk mengukur secara rill seberapa banyak manfaat-manfaat yang dapat diterima. Negara akan kesulitan untuk melihat efek rill dari nilai tukar yang ada, dengan output dan inflasi yang terjadi. Selain itu Negara tidak akan mempunyai independensi untuk membuat suatu program kebijakan untuk mempengaruhi sistem nilai tukarnya.
Dalam kasus Indonesia melalui pendekatan OCA diatas, harus diperbaiki kebijakan-kebijakan moneter dan fiskalnya untuk menggerakkan sektor rill dan kemudian dapat secara berangsur-angsur menguatkan nilai tukar Rupiah ke arah yang lebih menguntungkan Indonesia. Membangun sistem nilai tukar rupiah yang kuat dan stabil tidak bisa dilakukan tanpa ada sinkronisasi antara sektor moneter dan sektor rill.
Kemandirian sektor rill mutlak sangat diperlukan. Untuk membangunnya Indonesia harus kembali kepada keunggulan kompetitive dan komparitivenya yaitu sektor pertanian. Kita bangun kembali sektor pertanian yang sudah lama tidak dibangun secara serius. Kita bangun k Koperasi-koperasi yang modern. Kita tingkatkan teknologi pengolahannya. Teknik pemasaran dan yang lebih penting lagi adalah penguasaan pasar. Tanpa penguasaan pasar semua output yang sudah dihasilkan akan menjadi percuma.
Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Umat Islam Indonesia harus menguasai tiga element dunia yaitu : Penguasaan pasar, Penguasaan pendidikan dan masjid, dan penguasaan kelautan. Sudah bukan jamannya lagi kita berteori tentang Jihad atau apapun yang membodohi akal dan pikiran kita sendiri. Mari Saudaraku sebangsa dan setanah air senantiasa kita tanamkan rasa untuk menguasai Pasar, pendidikan dan laut. Tak lupa tetap MengAllah-kan Allah, Memanusiakan manusia dan mengalamkan alam. Semoga Bangsa ini tetap di Rahmati oleh Gusti Allah. Wallahua’lam.


Daftar Pustaka

Dorbusch, R & Fischer, J. 1990. Macroeconomics: Fourth Edition. McGraw-Hill.Inc. USA.
Goldbert, S.L. 1999. Is Optimum Currency Area Theory Irrelevant for Economies in Transition?. Journal Westview: 45-66.
Hidayat, R.Y & Tuwo, L.K. 2005. Opsi Keseimbangan Nilai Tukar di Indonesia: Mencari kesinambungan Stabilitas. Jurnal Ekonomi Indonesia, 1: 83-117.
Kwik Kian Gie. 2001. Nilai Tukar Rupiah Dan Sepotong “ Big Mac”. Kompas, 8 Agustus 2001.
Lindert & Kindleberger. 1988. Ekonomi Internasional: Edisi ke-8. Erlangga. Jakarta.
Natsir, Mohamad. 1950. Soal-soal Perdagangan dan Perindustrian. Kumpulan Jurnal ESEI, 1 : 275-279.
Ramli, R. 2007. Tak Ada Upaya Kreatif dan Mandiri. Jurnal Info Bank: 133-144.
Swasono, E.S. 2003. Kemandirian Ekonomi. Majalah Perencanaan, 33.
Salvatore. 1996. Ekonomi Internasional: Edisi ke-5. Erlangga. Jakarta.
Willet, Wihiborg & Sweeney. 1999. Exchange Rate Polciy for Emerging Markets Economies. California: Westview.

03/01/10

IBU PERTIWI MENANGIS DIAWAL TAHUN(kasus penambangan pasir besi di desa paseban kecamatan kencong kabupaten Jember)

Ibu pertiwi menangis lagi! Itulah ungkapan yang bisa Ngedobos gambarkan betapa menderitanya ibu pertiwi akibat kelakuan anak-anaknya. Ngedobos tahu kasus ini saat, menikmati liburan dengan my big family mengunjungi saudara jauh yang bertempat tinggal di desa paseben, pada tanggal 30-Desember-2009. Ngedobos berangkat dari Surabaya pada hari Rabu sekitar pukul 16.00 Wib, bersama dengan my big family dan tiba di desa paseban sekitar pukul 22.15 Wib. Setelah bercengkrama dengan Pak-Dhe dan Bu-Dhe, ngedobos diajak cangkruk oleh saudara di Sebuah warung kopi disekitar kediaman Pak-Dhe.
Sungguh tidak menyangka, desa yang tenang dan nyaman, ternyata menyimpan sebuah permasalahan yang begitu besar. Sebuah kasus yang jelas-jelas mempunyai dampak sosial, ekonomi dan sosial yang sangat negatif. Saat di warung kopi itulah, ngedobos diberitahu tentang kasus ini. Dari warung, ngedobos di ajak untuk rapat untuk membahas masalah ini. Tulisan ini tidak akan membahas apa hasil rapat tersebut, hanya mengajak para pembaca berpikir secara obyektif, tentang kasus ini dan mohon bantuan pemikiran dan dukungan untuk masyarakat paseban, kecamatan kencong kabupaten Jember.
Profil Desa
Desa paseban kecamatan Kencong termasuk bagian barat Kabupaten Jember. Jarak ke pusat kecamatan 7 km dengan waktu tempuh kira-kira 0,5 jam. Sedangkan jarak ke pusat kota Jember kira-kira 57 km dengan waktu tempuh kira-kira 2 jam kecepatan normal. Desa ini di sebelah utara berbetasan dengan desa Cakru kecamatan kencong, sebelah selatan Samudra Indonesia, Sebelah barat berbatasan dengan desa Wot Galih kecamatan Yosowilangun kabupaten Lumajang, sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan desa Kepanjen kecamatan Gumuk Mas.
Desa paseban mempunyai luas wilayah untuk pemukiman kira-kira 87 Ha, sawah 356 Ha, Ladang 109 Ha, perikanan air tawar 2,75 Ha. desa ini dihuni 2.235 KK, 7.141 Jiwa dengan 1.998 rumah (Hasil sensus desa tahun 2008). Sebagian besar penduduk bermata pencarian dibidang pertanian dalam artian luas( ternasuk melaut), sektor jasa dan sebagian kecil di sektor industri.
Desa ini merupakan daerah penghasil ikan dengan hasilnya 43,5 ton/thn dan hasil panen padi 5,6 ton/ha. Berdasarkan undang-undang nomor 27 tahun 2007 pengolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, undang-undang nomer 26 tahun 2007 dan peraturan pemerintah nomer 26 tahun 2008, desa ini termasuk bagian kawasan lindung.
Kronologis Permulaan Kasus
Proses penambangan pasir besi di desa Paseban berawal dari rencana pemerintah untuk menambang pasir besi yang dilaksanakan oleh PT. Agtika Dwi Sejahtera, yang rencananya akan diadakan kontrak kerja selama 35 tahun. Saat diadakan rapat pertama kali antara pemerintah, PT dan masyarakat tidak terjadi titik temu dan hampar seluruh masyarakat menolak diadakannya penambangan pasir besi. Setelah pertemuan yang tidak menghasilkan kesepakatan tersebut, Pihak PT dan pemerintah tetap mengambil sample yang dilakukan sekitar bulan Desember 2008. Selanjutnya camat Kencong melakukan proses sosialisasi pada tanggal 21 Januari 2009 yang mengundang kepala desa dan perwakilan masyarkat dengan surat bernomer 005/30/436.524/2009 bertempat di panti PKK Kecamatan Kencong untuk membahas masalah ini.
Pada tanggal 10 September 2009 dikeluarkan surat No. 540/487/411/2009 oleh Disperindag kepada PT Agtika Dwi Sejahtera dan No. 541.3/056/436.314/2008 kepada Soedarsono Sugih Slamet komisaris utama, perihal ijin untuk keperluan pengambilan sample testing terakhir sebelum mesin-mesin berat dikirim ke Desa ini. Adapun pengambilan sempel sebanyak 15 ton jenis bahan galian pasir.
Pada tanggal 20 Oktober 2009 aparatur desa dan BPD(badan perwakilan masyarakat desa, sejenis dengan DPR tapi hanya tingkat desa) melakukan rapat koordinasi bertempat di ruang rapat sekretariat desa Pasebean dengan agenda menyamakan sikap terhadap tuntutan masyarkat Desa untuk menolak penambangan pasir besi di desa Paseban. Pada tanggal 22 Oktober Kepala Desa mengundang 125 anggota masyarakat untuk keperluan sosialisasi hasil rapat tanggal 20 Oktober 2009. Tapi warga tetap menolak terjadinya eksploitasi kandungan alam tersebut. Setelah rapat usai, terjadilah pembakaran dan pengerusakan base camp dan patok milik PT Agtika Dwi Sejahtera kerena dianggap meresahkan masyarakat desa Paseban. Akibat inseden tersebut terjadi pemanggilan dan penangkapan terhadap 8 orang masyarakat oleh Polres setempat.
Sekarang Ngedobos akan mancoba menganalisa kasus diatas dengan sudut pandang ilmu ekonomi dan ilmu sosial. Silakan pembaca menerjemahkan dan berpikir sendiri.
Nilai Ekonomi Total
Konsep dari nilai ekonomi total dari suatu sumberdaya lingkungan memiliki fondasi dalam kesejahteraan ekonomi. Konsep dari nilai ekonomi menitik beratkan dalam ekonomi kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya istilah “Nilai Ekonomi” dan “Perubahan Kesejahteraan” dapat dipakai bergantian. Nilai ekonomi total (TEV) dapat dinyatakan sebagai berikut :
TEV = UV + NUV
Dimana : UV adalah Nilai yang digunakan yang terdiri dari (DUV +IUV + OV) dan NUV adalah Nilai yang tidak digunakan terdiri dari ( XV + BV ), maka nilai ekonomi total dapat dinyatakan sebagai :
TEV = (DUV + IUV+ OV) + (XV + BV )
Dimana : DUV = Nilai langsung yang didapat
IUV = Nilai tidak langsung yang didapat
OV = Nilai opsi
XV = Nilai exsistensi
BV = Nilai warisan
Dilihat dari pendekatan TEV maka sudah sangat jelas bahwa pertambangan akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan. Secara kasar saja bisa dilihat pada model diatas, bahwa ada 2 nilai yang tidak bisa kita ukur dengan uang yaitu nilai Exsistensi dan nilai warisan. Mengapa? Karena nilai exsistensi merupakan nilai yang mencakup secara keseluruhan ketergantungan antara lingkungan sekitar pantai dan kehidupan di daerah tersebut. Nilai warisan malah sangat tidak bisa kita ukur dengan uang. Sekarang siapa yang bisa menghitung berapa besar warisan yang dikorbankan jika eksploitasi tambang jadi dilaksanakan. Berapa nilai sejarah yang hilang, perubahan sosial, keindahan, kenyamanan dan masih banyak nilai warisan yang akan hilang dan itu semua tidak bisa kita ukur dengan uang.
Ekonomi Pencemaran
Dari prespektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai sumber daya akibat berkurangnya kemampuan sumber daya secara kualitas maupun kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Maka kegiatan ekonomi apapun pasti menghasilkan pencemaran. Dengan alur logika, semakin besar kegiatan ekonomi yang dilakukan maka semakin besar pula zat sisa yang dihasilkan, nah zak sisa inilah yang menimbulkan pencemaran.
Di dalam ilmu ekonomi ada hukum yang dinamakan dengan the law of marginal dhiminishing return. Jika kita bawa hukum ini sebagai landasan pola berpikir dalam kasus ini, maka semakin lama hasil yang didapat dari eksploitasi akan semakin turun, berbnding terbalik dengan kerusakan alam yang akan semakin meningkat. Jika sampai pada suatu titik tertentu(dengan perhitungan data yang ada) maka akan terjadi apa yang dinamakan degradasi lingkungan. Dampaknya? Ya macam-macam biar ahli lingkungan saja yang menjelaskan. Jika kita hitung biaya penutupan pencemaran dan mengembalikan ke kondisi awal atau paling tidak 75%, maka keuntungan eksploitasi tidak akan mencukupi. Nah dari situlah kita tahu mengapa freepot, newmon, Lapindo tidak mau mengeluarkan biaya perbaikan. Apa lagi untuk kasus ini…..
Adapun salah satu alat untuk mengendalikan pencemaran yang baik, menurut penulis adalah pengendalian dengan command and control( CAC). Pengendalian ini murni langsung melalui perintah dan pengawasan dari pemerintah. Pengendalian jenis ini dilakukan dengan menggunakan skema pengaturan administratif dan perundang-undangan yang terkait. Langsung dengan jumlah pencemaran dengan menggunakan teknologi yang bisa mengurangi polusi. Permasalahanya, kita semua tahu bagaimana Pemerintahan Negara kita, bisa tidak mereka konsisten dengan pengendalian pencemaran, padahal sudah kita baca pembukaan di depan betapa “ angkuhnya” pemerintah.
Al-Istishlah(kemslahatan umum)
Didalam ilmu ekonomi hal diatas disebut dengan public good dimana dampaknya disebut eksternalitas baik posyif maupun negatif. Maka dalam Islam lingkungan ini sangat-sangat penting. Visi yang diberikan Islam terhadap lingkungan termasuk usaha memperbaiki ( ishlah) terhadap kehidupan manusia. Kewajiban ini bukan hanya untuk sekarang atau sampai 50 tahun kedepan, tapi untuk selama-lama smapai hari kiamat( end of time). Inilah mengapa nilai warisan tidak bisa diukur dengan uang.
Saya akan ambilkan hipotesis Lovelock(1979) bumi merupakan makhluk hidup yang disebut Gaia. Bumi dapat menjadi sakit akibat tidak bisa memulihkan seperti kondisi seperti semula apabila terjadi pengurasan Sumber Daya Alam. Maka dalam ilmu ekonomi yang berwawasan lingkungan selalu ditekankan bagaimana mereduksi dampak eksternalitas negatif tersebut, atau yang disebut paretto optimum.
Maka berlebih-lebihan atau diluar kondisi paretto optimu akan menyebabkan bencana alam yang dahsyat. Maka jika kita lihat dalam kasus ini, dimana PT mengikat kontrak dengan pemerintah selama 35 tahun, ya tinggal kita hitung saja kerusakan dan bencana yang akan terjadi.
Sebagai penutup saya akan mencuplik perkataan profesor Emil Salim, pembanguan konvensional lazim diartikan sebagai usaha eksploitasi sumber daya alam menghasilkan output produk yang sebesar-besarnya dengan biaya seminimal mungkin. Tolak ukur keberhasilan pembangunan adalah naiknya PDB. Semakin banyak sumber daya alam yang terolah, semakin berhasilah pembangunan.
Ha diatas, sudah tidak berlaku lagi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi terciptanya masyarakat adil dan makmur. Ilmu ekonomi sudah mengubah paradigmanya menjadi ilmu ekonomi yang berwawasan lingkungan. Hal ini terbukti dengan konfrensi Konpenhagen yang baru saja dilaksanakan, meskipun hasilnya tidak sesuai. Maka Ngedobos mohon kepada pembaca sumbangan pikiran dan dukungan untuk masalah ini, agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.