27/12/10

JANGAN PERNAH LETIH MENCINTAI INDONESIA

Pendahuluan
Gegap gempita kemenangan 5-1 atas Malaysia telah membangkitkan jiwa nasionalisme di hampir seluruh masyarakat Indonesia. Dari sisi politis jelas kemenangan ini berdampak pada “merasa” Indonesia telah berhasil membalas kekalahan di bidang diplomasi, kebudayaan dan hukum internasional. Ya perseteruan itu sejak lama telah tertanam di hati kedua belah saudara serumpun. Indonesia, sejak kemenangan itu engkau seakan-akan telah berhasil berubah dari burung emprit menjadi seekor Garuda. Ya, Garuda yang tertanam didadaku.
Ngomong-omong tentang garuda, Indonesia tidak akan bisa lepas dari sejarahnya. Lambang garuda mempunyai makna penting bagi rekam jejak negara kita. Dengan tambahan pancasila, lambing garuda dan merah putih telah menjadi alat pemersatu bagi Negara dengan tingkat ke-anekaragaman tertinggi se-Dunia. Teringat jelas bagaimana dulu di sekolah dasar (SD), masih goblok-gobloknya penulis menghafalkan Garuda pancasila. Dari sila satu-sampai sila lima plus nyanyiannya.
Mitologi Kuno
Kini 10 tahun sudah penulis meninggalkan jaman kebodohan tersebut. Jaman dimana penulis di “ceritani” tentang hari kesaktian pancasila (G30S/PKI), dipaksa-paksa menghapalkan PANCASILA dan penderitaan-penderitaan lainnya. Kini setelah dewasa penulis berpikir Ah, garuda, ah pancasila apa-an tu. Itu semua hanyalah khayalan dan SYIRIK kepada Tuhan YME. DI jaman globalisasi, yang katanya tidak diperlukan ideology, yang katanya kita bisa hidup makmur saling bergandengan dan berpelukan. Atau di jaman terbukanya kepintaran dan kesucian orang-orang suci yang berpandangan ah pancasila hukumnya SYIRIK.
Aku nikmati saja semua bunga-bunga indah itu. Berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Menabrak-nabrakkan pemikiran Tuhan YME yang sempat mampir dalam otakku. Merenung di pojok warung kopi, sambil bertanya Hai Garuda apa kabarmu sekarang??? Apakah engkau masih sakti Garuda? Atau apakah engkau sudah menjadi emprit yang tak bisa bangun lagi? Kalah oleh pemikiran-pemikiran “maju dan modern????? Kuingat kembali pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
“ Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, didorongkan oleh keinginan luhur supaya berperikehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya……”
Inilah cita-cita awal Bangsa kita, para pendiri Negara Republik Indonesia. Mengapa mereka menciptakan Garuda Pancasila. Garuda adalah burung mitologi asli buatan bangsa Indonesia. Bangsa yang konon katanya punya sejahra amat tua di muka bumi ini. Untuk menjamin sebuah negara yang bebas, maka pertama harus memiliki pegangan yang kuat. Pegangan yang dapat diterima oleh elemen-elemen bangsa Indonesia. Maka dari itu keterbatasan kita, maka ditransferkannya pemikiran-Nya kedalam ubun-ubun para pendiri bangsa, lahirlah pembukaan UUD 1945 dengan pancasila didalamnya. Pancasila menandakan cita-cita dibentuknya NKRI. I’idee pousse a I acte, ide dan cita-cita besar yang harus diwujudkan dalam kenyataan.
Menegakkan Benang Rapuh
Kini setelah melewati ruang dan waktu 65 tahun lamanya. Pancasila mulai digugat, mulai ditinggalkan dan mulai tidak dihiraukan. Sebagian Orang-orang pintar, cerdas, suci dan berbagai sebutan kemodern-an, menganggap pancasila hanya diperlukan saat kita belum merdeka. Diperlukan sebagai alat politik untuk menyamakan kepentingan kemerdekaan Indonesia. Pancasila perlahan engkau dilupakan. Coba tengok pemuda-pemuda lugu masihkan mengingat nama engkau di hati mereka????
Garuda sang pembawamu tak pernah satu detik-pun menutup mulutnya untuk terus mengagungkan nama-mu. 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu dan 365 hari dalam setahun dikali 65 tahun si Garuda tetap terbuka mulutnya untuk tetap berkata “Hai Bangsa Indonesia, Jangan Lupa di Dadaku Ada Senjata Luhur Hasil Karya Kebudayaanmu Sendiri” itu bukan karya Karl Max, bukan karya Adam Smith, Plato, Aristotels, Imam Khomeni, Khalifah manapun. Itu murni semurni-murninya hasil kebudayaan yang telah melewati ribuan tahun. Namun yang tiada yang mendengar, tiada yang menghiraukan.
Namun tiba-tiba saja keajaiban itu terjadi, mendadak semangat nasionalisme itu muncul kembali. Piala AFF telah membantu sedikit membuka gerbang tersebut. Namun hanya burung Garuda yang mendapat tempat “di Dadaku” sedang Pancasila, tak tahu entah kemana. Dengan kepercayaan tinggi dan membusungkan dada, Nasionalisme maju perlahan tapi pasti membantai semua lawan di piala AFF. Semakin lama garuda didadaku semakin besar. Namun hari ini, tepat tanggal 26 Desember 2010 dada itu menciut. Garuda seakan-akan berubah menjadi Emprit, burung kecil tidak berdaya.
Jangan Pernah Letih Mencintai Indonesia
Tak mudah mencintai sesuatu yang sudah kuno. Tak mudah menata mental untuk bangkit kembali. Dengan kondisi ketimpangan sosial yang makin lebar, buruknya sisem hukum, pendidikan, persebakbolaan dan sistem negara kesatuan kita. Masih tetap ada cahaya tersebut. Selama Burung Garuda tegak berdiri, selama pancasila masih berada didada Garuda. Selama itu Bangsa ini akan melangkah maju ke depan. Kata Sutan Sjahrir “ Aku cinta pada negeri ini, terutama barang kali karena aku mengenal mereka sebagai pihak yang menderita, pihak yang kalah. Untuk itu, Masyarakat Indonesia dukung terus Timnasmu, dukung terus pembinaan atlet lokal berpotensial, dukung terus perbaikan sistem pendidika dan cara mengajar. Dukung terus penegakan keadilan. Jangan pernah merasah letih untuk mencintai Indonesia. Mencintai Pancasila dan Mencintai sebuah perjuangan. Indonesia Yakin Usaha Sampai