26/03/10

BANGSA MANDIRI BUKAN BANGSA KULI (APAKAH MUNGKIN?)

Bangsa kuli ya bangsa kuli, itulah sebutan dari bung Karno pada saat berpidato pada peringatan HUT Proklamasi 1963. Sebuah ungkapan rasa cinta dan kepedihan dari bapak Proklamator yang amat menyayangi anaknya. Sebuah kekawahtiran tentang Negara yang kaya raya tetapi tidak mempunyai semangat untuk hidup, tidak mempunyai karakter nasional(character nation), saling bertengkar memperebutkan hal sepele. Bangsa yang besar, bangsa yang tua peradapannya sehingga lupa bahwa dirinya sudah tua, lupa bahwa dirinya sudah besar.
Masih segar dalam ingatan penulis bagaimana kepala Negara indonesia bertekuk lutut pada IMF lembaga keuangan dunia. Lembaga keuangan yang mempunyai power untuk mendikte dan mengatur sebuah Negara. Sungguh sangat mengiris hati, bagaimana seorang pemimpin Negara Indonesia membeungkuk menandatangani surat perjanjian dengan disaksikan pandangan angkuh dan berkacak pinggang dari petinggi IMF. Kekayaan alam yang begitu besar dikelola dan diserahkan oleh asing. Mulai jaman penjajahan sampai jaman kemerdekaan. mulai sektor hulu sampai hilir semua perusahaan asing ikut bermain dan menguasai permainan. Apakah ini menandakan bahwa kita bangsa yang bodoh? Sehingga tidak bisa mengelola semua keunggulan negeri ini? Mulai keunggulan komperatif, kompetitif sampai keunggulan absolut kita.

HIDUP MANDIRI
Hidup mandiri, hidup tidak tergantung orang lain harus ditanamkan didalam sistem pendidikan Negara ini sejak dini. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka perilaku kehidupannya harus mencontoh perilaku kehidupan Nabi, sahabat-sahabat nabi dan orang-orang saleh. Ajaran hidup mandiri yang diperaktekan oleh Nabi sebagaimana tertuang dalam hadistnya yang berbunyi :
Rasulluah saw bersabda, siapakah yang mau berjanji kepadaku untuk tidak meminta-minta kepada orang lain. Sehingga akupun akan menjanjikan surga baginya. “ saya kata sahabat Tsuban r.hu” Maka, beliau tidak pernah meminta apa pun kepada orang lain. Bahkan, ketika dia sedang naik kuda dan cemetinya jatuh, dia tidak mau berkata pada orang lain, “ tolong ambilkan cemeti saya” tapi dia turun dari punggung kudanya, lalu mengambilnya sendiri(Hr. Ahmad, Nasa’I, Ibnu Majah, dan Abu Dawud; dengan isnad shahih, tersebut dalam kitab at-Targhib wat-Tharhib, Juz II, hal 101).
Begitulah Rasulluah Saw mencontohkan untuk hidup mandiri, hidup tidak tergantung pada orang lain. Apakah umat Islam sekarang seperti itu? Saya coba melihat dari sisi beberapa ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia mulai dari yang moderat sampai radikal. 1. Nahdatul Ulama: organisasi Islam terbesar se-Indonesia yang sakarang ini mempunyai hajatan besar menyelanggarakan Muktamar guna mencari pemimpin baru bagi organisasinya. Apakah organisasi ini mandiri dalam artian tidak tergantung dengan sumber dana orang lain? 2. Muhamadiyah : Organisasi Islam kedua terbesar di Indonesia. Sama pertanyaan saya, Apakah organisasi ini mandiri dalam artian tidak tergantung dengan sumber dana orang lain? 3. Hizbut Tahrir : penganjur Khalifah ditegakkan di Indonesia. Organisasi ini jelas merupakan bagian tak terpisahkan dari jaringan Hizbut Tahrir internasional. Yang sudah sangat jelas organisasi ini tidak bisa hidup mandiri. 4. Jamiyah Islamiyah : organisasi yang oleh imperialis dianggap sebagai organisasi berbahaya. Apakah mandiri? Tidak, organisasi ini bergantung pada asupan induk semangnya yang berada di Negara-Negara timur tengah.
Dari contoh diatas saja bisah kita lihat bahwa ormas-ormas Islam belum berdiri diatas kaki sendiri, bagamana mau memberikan solusi terhadap kebangsaan Indonesia? Bagaimana memberikan solusi terhadap Building character nation? Umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia secara umum harus mengubah mind set berpikirnya, bahwa hidup tidak perlu tergantung pada orang lain, hanya Allah tempat bergantung. Ajaran Rasasulluah Saw ini berlaku universal dan tidak ada larangan bagi pemeluk agama lain untuk menerapkannya.

KEMBALI KE LAUT
Negara ini adalah Negara kelautan dengan bermacam-macam kekayaan yang terkandung didalamnya. Kita lihat bagaimana nelayan-nelayan asing dengan peralatan yang canggih-canggih mencuri ikan dan keanekaragaman hayati yang ada dilaut kita. Itu masih kekayaan hayati makhluk hidupnya, belum lagi mineral-mineral yang ada didasar lautan. Belum lagi energi gelombang yang bisa dimanfaatkan sebagai input pembangkit listrik dan masih banyak manfaat lainnya.
Dengan posisi yang sangat strategis yakni terletak di dua samudra, Indonesia sebenarnya mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) yaitu menjadi lalu lintas perdagangan yang amat penting. Tapi mengapa keunggulan itu kini diambil oleh Singapura? Kita lupa bahwa kita adalah bangsa lautan. Sebagai bangsa laut kita perlu membangun infrastruktur kelautan. Mulai dari pembangunan pelabuhan yang layak, transportasi, manajemen pelabuhan, dan sumber daya manusia kelautannya.
Pembangunan transportasi laut di Indonesia akan dapat menimbulkan multipler efect yang sangat besar. Mengapa begitu? Salah satu fungsi dasar transportasi adalah menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para pembuat barang dengan para pembelinya. Dalam sudut pandang yang lebih luas, pembangunan fasilitas transportasi memberikan aneka pilihan untuk menuju ketempat kerja, pasar, memperlancar hubungan satu tempat ke tempat lain. Dengan dibangunnya dan ditata kembali transportasi laut, akan mengakibatkan potensi-potensi kelautan yang selama ini tercerai-berai bisa dijadikan didalam satu jaringan, sehingga menghasilkan efisien biaya dan keefektif-an waktu.
Jika sarana transportasi laut ini sudah ditata dan dibangun dengan baik dan benar. Maka penulis yakin kita akan semakin jarang mendengar keluhan-keluhan masyarkat tentang pencurian ikan, keterlambatan kapal, kurangnya bahan pangan, terlabatnya distribusi onat-obatan. Jika penulis ambil istilah dari Prof Arisiyo, bahwa kita adalah bangsa yang lautan yang bernama bangsa Atlantis. Bangsa Atlantis terkenal dengan peradapan lautnya yang sangat megah dan sampai saat ini belum ada tandingannya.

REBUT KEMBALI PASAR KITA
Satu hal penting lainnya yang tidak pernah diajarkan oleh para pendidik kita adalah “PENGUASAAN PASAR” inilah yang sudah lama ditinggalkan oleh pendidikan kita. Memang kita telah mencetak sarjana-sarjana yang sangat pandai, pintar, cerdas dan jenius. Tapi sudahkah pendidikan kita mencetak penguasa-penguasa pasar yang ulung dan tahu bagaimana membaca pasar? Jawabannya sangat jarang, kita hanya mencetak pekerja-pekerja profesional, bukan mencetak pemilik-pemilik perusahaan profesional. Bahasa kasarnya kita hanya mencentak kuli-kuli profesional, kuli-kuli berdasi.
Begitu juga pada dunia pendidikan Islam. Kita hanya berdebat tentang masalah Khafilahiyah, masalah rokok haram atau tidak dan masalah-masalah yang kurang penting. Sangat jarang sekali ada ulama yang berceramah “wahai saudaraku kita adalah umat muslim, umatnya kanjeng Nabi. Maka sudah sepantasnya kita meniru prilaku kanjeng Nabi dengan menguasai PASAR” sangat-sangat jarang sekali. Kita hanya memikirkan bagaimana memakmurkan masjid tapi lupa bagaimana memakmurkan umat. Masjid adalah benda mati, sedangkan umat? Merekalah yang menentukan maju tidaknya umat Islam dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KELEMAHAN STRUKTURAL EKONOMI
Ekonomi Indonesia mengalami kelemahan struktural yang sangat akut. Kita lihat struktur Industri kita, industri kita yang benar-benar bisa dimasukkan kedalam perhitungan Gross National Netto didominasi industri sektor konsumsi. Hal ini diperparah oleh hasil produksi kita masih lebih kecil daripada kekuatan konsumsinya. Sehingga benarlah peribahasa “besar pasak daripada tiang” jika kita melihat konsep teori ekonomi makro bahwa ada variabel yang dinamakan autonomous consumption yang artinya: manusia akan tetap mengkonsumsi kebutuhan primernya dari barang dan jasa, meskipun mereka tidak mempunyai penghasilan. Pertanyaannya dari mana uang untuk mengkonsumsi itu? Jawabannya bisa bermacam-macam, dari tabungannya, menjual perabotan rumah sampai BERHUTANG. Inilah yang sangat berbahaya.
Memang didalam teori ekonomi Makro, Moneter dan ekonomi Internasional, suatu Negara diperbolehkan berhutang untuk menggenjot aktifitas ekonomi dalam negeri. Tapi jika terlalu banyak berhutang maka kita akan kehilangan kedaulatan. Hutang kita kebanyakan hanya tersalurkan melalui komponen komsumsi nasional. Inilah yang menyebabkan ketidaksehatan perekonomian kita. Dimana-mana yang namanya berlebih-lebihan akan menjadikan sesuatu yang baik menjadi tidak baik bahkan memperburuk keadaan.

KESIMPULAN
Untuk terbebas dari sebutan bangsa KULI, Rakyat Indonesia harus merombak sistem pendidikannya. Pendidikan yang hanya mengajarkan 1+1=2 tidak akan menjamin bahwa Negara ini akan maju. Karena apa? Kita hanya tahu 1+1=2 tapi kita tidak tahu mengapa 1+1=2, dari mana angka 1 itu diperoleh, dan makna dibalik angka-angka itu. Maka paradigma pendidikan kita harus dibangun dengan memasukkan unsur kemandirian, cinta laut, cinta kebangsaan dan penguasaan pasar. Jika aspek-aspek diatas dikuasai dengan benar maka Indonesia akan menjadi Negara yang kuat baik ekonomi, spritual dan semanga kebangsaan. Indonesia Kami akan selalu berusaha memajukanmu. Wa-llahu a’lam

22/03/10

ANALISIS KECIL-KECILAN KENAIKAN TRAIF DASAR LISTRIK

Listrik merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat Indonesia. Dengan adanya listrik proses produksi yang dilakukan oleh industri-industri di Indonesia menjadi lebih cepat, efectife dan efisien. Rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif dasar listrik(TDL) pada bulan Juli 2010 sebesar 15% akan sangat berdampak bagi masyarakat dan dunia usaha. Sebagaimana yang dikemukakan oleh mentri keuangan Sri Mulyani Indrawati, bahwa pada bulan Juli TDL akan naik sebesar 15%. Hal itu sudah memperhitungkan nilai subsidi listrik dan tambahan danamelalui investasi langsung pemerintah ke PLN. Subsidi listrik di sepanjang tahun 2010 dialokasikan Rp. 54,5 T naik dari alokasi awal sebesar 37,8 T (kompas, 9 Maret 2010). Berangkat dari berita diatas mari kita “Ngedoboskan” permasalahan ini dengan ringan dan santai.

Teori Barang Publik
Listrik termasuk dalam barang yang “menguasai hajat hidup orang banyak”, dimana ketentuan akan ini diatur dalam pasal 33 UUD 1945. Di dalam ilmu ekonomi listrik bisa menjadi barang publik atau barang swasta, karena listirk bisa diproduksi oleh Negara atau oleh perusahaan. Didalam Negara ini, Negara yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, meyebabkan listrik diproduksi oleh Negara.
Didalam sistem perekonomian sosialis, sebagian besar barang-barang swasta dihasilkan oleh pemerintah. Kebalikan pada sistem perekonomian liberal dimana sebagian besar barang-barang publik dihasilkan oleh sektor swasta. Maka didalam sistem ekonomi Indonesia yang mengedepankan keadailan sosial, maka pemerintah beserta teknokrat-teknokratnya harus menghitung dititik mana sumber-sumber ekonomi yang ada dihasilkan seoptimalkan mungkin sehingga tujuan masyarakat adil dan makmur tercapai.
Memang listrik bukanlah barang yang murni bersifat public goods. Pengertian barang publik murni adalah: tidak ada seorangpun yang mau membayar jika menggunakan barang tersebut. Jadi jika sekian orang menggunakan Listrik kemudian ada satu orang lagi yang menggunakannya listrik maka tambahan satu orang ini tidak menambah biaya.
Maka dari pengertian diatas, Listrik bisa dimasukkan kedalam kategori quasi public goods yang artinya seseorang harus mengorbankan pendapatannya guna menikmatinya. Karena biaya yang ditanggung sektor kelistrikan ini begitu besar, maka timbullah sifat monopoli ilmiah dimana hanya perusahaan Negara yang mampu menyelenggarakannya.

Monopoli
Pertama-tama ngedobos akan menerengkan dahulu bagaimana sifat suatu perusahaan baik perusahaan yang berada di pasar monopoli maupun perusahaan yang berada pada persaingan sempurna. Jika perusahaan yang bergerak pada pasar persaingan sempurna akan memilih berproduksi pada tingkat dimana harga sama dengan biaya marjinalnya. Alasannya adalah: bahwa perusahaan kompetitif selalu dapat memperoleh tambahan keuntungan sepanjang harga lebih besar daripada biaya marjinal unit terakhir.
Jika dalam pasar persaingan sempurna harga harus lebih besar daripada biaya marjinalnya, maka di pasar monopoli penerimaan marjinal harus sama dengan biaya marjinalnya. Jadi bisa dikatakan agar monopoli berjalan efisien maka perusahaan harus memproduksi output yang banyak untuk menurunkan biaya marjinalnya.
Karena perusahaan persaingan sempurna tidak mendapatkan laba ekonomi dalam jangka panjang, perusahaan dengan posisi monopoli dalam pasar dapat memperoleh laba yang lebih tinggi dibandingkan jika pasar dalam kondisi pasar persaingan sempurna. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa para monopolis pasti memperoleh keuntungan yang besar. Hal tersebut tergantung pada kemampuan suatu perusahaan monopoli untuk meningkatkan harga diatas biaya marjinalnya.

Distribusi Input dan Output Produksi
Proses produksi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha meliputi pengusaha besar, pengusaha menengah dan pengusaha kecil. Dimana di indonesia umumnya dibagi menjadi 9 sektor. Dan kesembilan sektor ini sebagian besar menggunakan listrik sebagai salah satu input produksinya. Yang pada akhirnya menghasilkan output yang dinikmati oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri alias exportir.
Kita lihat betapa vitalnya posisi kelistrikan ini dalam setiap sektor. Jika kita menarik analisis pada keterkaitan antar industri baik keterkaitan kebelakang maupun kedepan tetap saja listrik mempunyai peran yang amat vital. Maka bisa dibayangkan jika ada salah satu sektor yang produksinya menurun, maka bisa dihitung berapa besar pengaruhnya terhadap sektor lain?
Jika kita melihat pada teori perusahaan yang bermain pada pasar monopoli, tentu perusahaan itu akan menikmati laba yang cukup besar jika mampu meningkatkan harganya diatas biaya marjinal. PLN sebagai perusahaan Negara tentu tidak semata-mata mengejar profit atau keuntungan. Tetapi lebih dari itu, sebagai perusahaan Negara, PLN harus mampu mewujudkan keadilan sosial. Keadilan disini bukan penyama rata-an tetapi memberikan porsi sesuai ukurannya.
Jika memang kenaikan tarif dasar listrik untuk memajukan bangsa dan Negara kami siap menerima. Tetapi jika itu untuk membuat kekacauan, wah jangan dinaikkan deh. Negara seharusnya menjamin, bagaimanapun caranya harus bisa memenuhi kebutuhan listrik rakyatnya. Tidak perlu hitung-hitungan matematik, statistik dan ekonometrik yang njelimet untuk melihat pengaruh kenaikan listrik terhadap perekonomian rakyat banyak. Cukup secara logika sederhana saja, jika anggaran biaya masyarakat untuk membeli listrik kita misalkan 1000 dan pemerintah menjualnya sebesar 1100, apakah sanggup membeli?
Dalam konteks ekonomi makro hal itu sanggup saja dibeli karena itu termasuk dalam autonomous consumpsition atau konsumsi otomatis. Dari mana uangnya? Dari hutang luar negeri. Pertanyaannya maukah kita berhutang lagi? Saran ngedobos pemerintrah menghitung berapa besar dampak langsung bagi industri dan rumah tangga masyarakat kecil, setelah itu berapa besar dampak ikutan antar sektor, baru menghitung berapa besar dampaknya bagi Negara. Ngedobos hanya bisa berdoa semoga pemerintah sudah benar-benar menghitung BIAYA yang harus ditanggung semua rakyat Indonesia dalam hal rencana kenaikan tarif dasar listrik.

10/03/10

PEMIMPIN

udah sejak lama kita kehilangan atau belum muncul seorang pemimpin yang bisa benar-benar pemimpin. Entah itu pemimpin Negara, pemimpin Organisasi Mahasiswa atau pemimpin Partai politik. Pemimpin menurut pengertian orang awam adalah orang yang mampu mengayomi dan mampu menciptakan rasa aman, tenang dan bahagia. Pemimpin menurut pengertian kaum Intelek adalah Orang yang mampu menciptakan merangkul semua golongan, meredam semua perbedaan dan menjadikan keadaan menjadi lebih baik. Kalau menurut Perpolitikan pemimpin adalah orang yang bisa diterima oleh semua golongan, mampu menyelaraskan kepentingan-kepentingan politik. Semua bisa ditarik satu kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus bisa membuat orang dan tempat yang dipimpin menjadi lebih baik atau bahasa kerennya ada quantum conditon.
Begitu ruwet dan pentingnya seorang pemimpin sehingga semua elemen yang menopang Negara ini terasa berjalan ditempat. Dan hal ini diperparah dengan salahnya pemahaman tentang kepemimpinan ini. Sebuah kisah yang sangat menarik betapa pemahaman konsep kepemimpinan kita sudah sangat-sangat salah.
Di suatu waktu dan suatu tempat terdapat sekelompok pemuda-pemuda kaum intelektual calon pemimpin bangsa berkumpul. Mereka semua berjumlah 19 orang. Pada awalnya mereka bersepakat menunjuk 1 orang pemimpin untuk mengetuai kelompok mereka ini. Setelah proses itu dilaksanakan jalanlah kelompok ini. Mereka membuat rencana-rencana kerja dengan riang dan gembira. Semangat untuk memperbaiki keadaan suatu daerah jelas sangat terpancar di wajah mereka.
Hari demi hari terus berlalu, dan mulailah timbul keretakan-keretakan dalam kelompok ini. Hal ini dipicu oleh sikap seorang pemimpin yang memang tidak mau terbuka terhadap permasalahaan dan cenderung mau diatasinya sendiri. Diperparah dengan sikapnya yang mau menang sendiri menyebabkan anggota kelompok ini merasa jengkel.
Hingga puncaknya, terjadi disuatu malam, saat semua sedang berkumpul membahas sebuah acara, tiba-tiba ada yang mulai mengungkit-ungkit kesalahan si pemimpin ini. Hei pak ketua tidakkah kau merasa ada yang aneh dengan hari ini? Jawab si ketua , iya saya merasa ada yang aneh dengan hari ini. Si pembuka tadi berlanjut apa yang aneh pak Ketua? Si ketua tahu arah pembicaraan ini, maka si ketua menjawab dengan diplomatis sudah kita tetap fokus membahas acara ini. Akhirnya si pembuka tadi menjawab, “ Kamu tidak merasa bersalah dengan kejadian tadi siang? Meninggalkan tugasmu dalam membuat power point untuk persentasi”
Akhirnya dimulailah peperangan didalam kubu kelompok tersebut. Kelompok tersebut pecah menjadi tiga kelompok pendukung ketua dengan segala argumen penguat yang membenarkan tindakannya. Kelompok pemberontak dengan segala argumen pendukung yang membenarkan tindakannya. Dan kelompok yang tidak memihak dengan segala alasan untuk tidak terlibat.
Jika kita bicara sejarah Islam hal ini pernah terjadi pada waktu Khalifah Ali r.a sang pintu ilmu. Yang tentu masalah diatas tidak bisa disamakan dengan permasalahan yang dihadapi Manusia mulia ini. Jadi pada waktu Ali r.a naik menjadi seorang Khalifah masyarakat Islam terpecah menjadi tiga, yang memusuhinya, mendukungnya dan bersikap netral atau menjauh dari konflik. Dan akhir cerita Khalifah Ali r.a wafat dibunuh oleh seorang dari kaum kwaritz.
Alhamdulilah dikelompok yang sedang dilanda konflik tadi tidak sampai terjadi pembunuhan. Hanya saja terjadi cucuran air mata dari seorang lelaki yang merasa dipersalahkan oleh si ketua karena menyebabkan keretakan atau disharmonisasi kelompok. Subhanallah inilah bangsa yang penuh cinta kasih, tidak presidentnya tidak pula rakyatnya. Sungguh sangat mudah terharu hingga mncucurkan air matanya karena merasa bersalah. Benar-benar bangsa yang penuh cinta kasih. Tapi air mata saja tidak cukup untuk mengubah keadaan kelompok atau bangsa ini diperlukan kerja nyata dan sebuah cinta yang sangat mendalam untuk memajukan bangsa dan kelompok tadi.
Setelah tragedi tangis-menagis terjadi tensi yang semula tinggi akhirnya berhasil diredahkan. Dengan jalan saling maaf-memaafkan. Inilah salah satu bukti mengapa bangsa kita menjadi bangsa yang luhur. Setelah saling berdebat sampai mengalirkan air mata, tapi tetap ditutup dengan saling maaf memaafkan. Tapi ada satu hal yang aneh mengapa setelah saling maaf memaafkan suasananya masih menjadi tegang, masih adakah bara dendam dihati yang masih belum padam? Wallahu’alam.
Satu hal tentang konsep kepemimpinan yang dapat penulis petik dari kisah nyata diatas adalah ternyata kita masih membutuhkan perintah dari seorang pimpinan untuk berbuat atau melakukan sesuatu pekerjaan (top down). Tanpa perintah meskipun itu untuk kepentingan kelompok kita tidak mau mengerjakan tugas tersebut. Masih merasa bahwa tanpa dirinya tidak mungkin hal ini terlaksana. Merasa bahwa dirinya-lah yang paling baik dan paling benar.
Jika seorang pemimpin tidak mau membagikan permasalahan yang dihadapi dan cenderung ingin dikerjakan sendiri, itu adalah bukti cinta pemimpin pada anggotanya. Pemimpin tidak mau membebani beban yang lebih berat lagi terhadap anggotanya. Seharusnya anggotanya mengerti bahwa pemimpinnya sungguh sangat manusia, dan syukur-syukur mau membantu meringankan beban yang diderita tanpa ada rasa kesal dalam hati.
Begitu juga pemimpin, kau mempunyai teman-teman yang selalu setia disampingmu. Ya mbok berbuat seperti pepatah “ ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”. Pemimpin itu harus memperhatikan yang dipimpin dan harus siap tidak diperhatikan oleh yang dipimpin. Dalam sudut manapun keegoisan seorang pemimpin pasti akan menimbulkan perpecahan. Dalam hal yang penting saja keegoisan itu mampu menimbulkan perpecahan terlebih lagi dalam hal sepele malah lebih hebat perpecahannya.
Untuk membangun kembali Negara ini tidak cukup hanya dengan adanya pemimpin yang kuat. Meskipun kita dipimpin oleh ratu adil yang berjumlah sepuluhpun selama kita belum memahami apa itu kepemimpinan, maka kita tetap tidak akan merasakan adanya keadilan. Yang dipimpin juga harus mengetahui apa tugas dan kewajibannya, tanpa menunggu perintah atau suruhan. Lebih baik lagi membantu meringankan pekerjaan orang lain tanpa disertai pemikiran bahwa dirinyalah yang paling hebat dan yang paling pintar. Bangsa Indonesia adalah satu kesatuan, satu komponen dan satu elemen yang membangun Negara ini. Tidak ada yang namanya si A lebih baik dari si B, atau pemimpin lebih baik dari bawahan. Semua adalah peran yang sudah ditetapkan oleh sang sutradara. Jika mau mengubah peran yang sudah didapat maka mintahlah pada sang Maha pembuat cerita.
Untuk teman-teman, sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku yang meluangkan waktunya sejenak untuk membaca tulisan yang bukan tulisan ini. Diri ini hanya mengajak mari kita paham dulu apa itu pemimpn dan kepemimpinan. Semoga kita semua dibukakan pikiran kita oleh Yang Maha mempunyai Ilmu dan mampu menerapkannya. Indonesia damailah, hargai perbedaan. Berbeda-beda tapi tetap satu jua. Untuk Indonesia yang lebih maju dan lebih baik. Wallhua’lam

06/03/10

NEGERI SEJUTA ENERGI

Sebuah negeri yang damai dan indah, dengan keramahan penduduknya. Berbagai macam kumpulan energi-energi terkumpul di negeri ini. Mulai dari energi sumber daya alam-nya, dari tanah yang subur, kandungan minyak bumi, energi budayanya, energi estitika-nya sampai energi senyumannya. Sangat beruntung penulis bisa singgah dan bertempat tinggal selama satu bulan di negeri tersebut. Menyentuh, berinteraksi dan merasakan euforia energi-energi negeri ini.
Negeri yang pernah melahirkan Raja Angling Dharmo dan patih Batik Madrim, negeri yang telah melahirkan ajian terkanal di dunia persilatan, ajian mliwis putih ini begitu menyimpan sejuta pesona. Selain keunikan silat-menyilat, negeri ini juga terkenal akan ladang minyak yang lumayan besar. Bahkan terbesar untuk pertambangan minyak bumi daratan di Indonesia. Karena kekayaan inilah perusahaan minyak asing sangat tergiur sampai meneteskan air liurnya. Exxon mobile, Petrocina, dan anak-anak buahnya.
Selasa, 02 Februari penulis menginjak-kan kakinya di negeri yang permai ini. Tinggal di negeri ini selama satu bulan, untuk berlibur, mempelajari berbagai macam energi yang terdapat di-dalamnya dan syukur-syukur bisa sedikit mengambilnya untuk bahan pembelajaran. Bertempat tinggal di kediaman raja negeri ini, penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT dan sangat berterimah kasih kepada raja yang baik hati ini, karena disambut dengan tangan yang terbuka dan keramahannya. Tinggal di padepokan yang berukir kayu jati, membuat hati merasa nyaman dan tentram, di tambah dengan keramahan yang membuat hati merasa tentram.
Ya itulah energi pertama yang saya pelajari di negeri ini, yaitu energi tentang bagaimana menghormati tamu sesuai dengan budaya yang dianutnya. Bagi yang belum pernah mengunjungi negeri pasti terkaget-kaget dengan budaya negeri ini. Apa yang menarik dari budaya negeri ini sehingga membuat orang bisa salah pengertian? Bagi yang berasal dari adat jawaisme yang mengedepankan basi-basi sebelum mempersilakan tamu-nya untuk memakan hidangan yang disediakan, pasti akan merasa orang-orang di negeri ini sangat pelit dan terasa jahat. Memang budaya disini tidak mempersilakan orang untuk memakan atau meminum sesuatu yang telah disediakan. Kalau ingin memakan atau meminum langsung diambil aja. Jadi bagi para penganut jawaisme jangan terkaget-kaget jika menemukan energi budaya yang lain. Bukankah budaya merupakan rahmat dan anugrah yang diberikan Allah untuk bangsa ini. Bangsa mana yang mempunyai warna-warni yang begitu banyak, sehingga tampak keindahannya dibanding bangsa lain. Maka dari itu Bhineka tunggal ika merupakan ungkapan yang sangat pas untuk menjelaskan berbagai warna yang terdapat di dalam bangsa Indonesia.
Kembali di negeri yang permai ini, malamnya penulis mencoba mencari pengalaman lagi untuk menangkap dan mempelajari energi yang lain lagi. Penulis singgah untuk Sholat di langgar belakang padepokan tempat penulis menginap. Sungguh sangat jauh kondisi bangunan Langgar dengan padepokan yang penulis tinggali. Atap yang bocor, bangunan yang sudah hampir roboh dan kotor. Karpet yang sudah bolong-bolong, kelambu yang kusam, speaker yang sudah agak rusak, sampai penerangan yang hanya satu buah. Dalam hati penulis sempat terbesit prasangka yang sangat jelek, wah penduduk sini benar-benar tidak pehatian dengan tempat ibadahnya. Tapi prasangka itu berubah seratus delapan puluh derajad saat penulis masuk dan mencoba melebur kedalamnya.
Penulis sangat terkaget-kaget melihat keindahan energi dari langgar yang sangat sederhana ini. Mulai dari kemerduaan suara imamnya, bagaimana jama’ahnya menyikapi persoalan hidup, semangat mereka dalam mencari dan memaknai kehidupan benar-benar membuat penulis sangat kagum. Ada sebuah kejadian yang sangat menarik saat penulis ber-bincang bincang dengan salah satu jama’ah. Pada waktu itu hujan begitu deras dengan kilat yang menyambar-nyambar, bergemuruh bersaut-sautan membuat suasana semakin menarik. Saat asyik-asyik mengobrol datanglah petir yang sangat besar, sangking besar-nya sampai memutuskan bola lampu yang ada diserambi langgar.
Saat itu juga si jama’ah yang penulis ajak bicara ini, dengan cepat memutuskan aliran langgar dan langsung pulang mengambil bola lampu yang baru. Beliau menerobos hujan yang begitu deras dan lebat. Dan kembali lagi dengan penuh semangat memasang kembali bola lampunya. Penulis bicara dalam hati, kenapa beliau begitu nekat? Sampai saat ini-pun penulis belum mendapat jawabannya. Ya biarlah itu menjadi misteri selamanya untuk diri penulis sendiri.
Esok harinya, pagi-pagi sekali saat mau berangkat sholat shubuh. Penulis ingin mencari masjid yang agak besar. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, akhirnya penulis sampai kepada sebuah masjid yang lumayan besar. Berbeda dengan langgar yang kemarin temui. Disini penulis sangat kaget adzan shubuh sudah berkumandang, tapi di masjid ini sangat sepih tidak ada orang sama sekali. Bahkan setelah penulis tunggu agak lama sekitar 15 menit, tidak ada satupun jama’ah yang datang. Akhirnya penulis sholat sendiri dan sampai penulis meninggalkannya tidak ada satu jama’ah pun yang datang. Sungguh sangat menarik negeri ini, di satu sisi langgar yang reyot ada jama’ah yang begitu bersemangat dan di sisi lain masjid yang lumayan bagus tidak begitu terlihat aktivitasnya.
Itu tadi pengalaman penulis merasakan dan melebur kedalam energi tentang ke-agamaan. Sekarang penulis mencoba untuk mempelajari, merasakan dan syukur-syukur bisa melebur kedalam energi yang lain. Pagi-pagi setelah sholat Shubuh penulis melanjutkan petualangan-nya untuk mengenal daerah sekitar. Berjalan dan terus berjalan setapak demi setapak melewati pekarangan penduduk. Berjalan dengan hati riang gembira sambil menikmati semua anugerah yang diberikan Allah kepada penulis dan negeri ini. Tak terasa penulis sampai di ujung jalan. Banyak orang-orang baik laki-laki maupun perempuan, tua-muda berkumpul, berbaris dan melakukan sebuah pekerjaan yang sama. Penulis bertanya dalam hati, apa ya yang sedang mereka lakukan? Setelah melihat lebih dekat ternyata eh ternyata mereka sedang menanam padi. Yang lebih menarik lagi, gerakan saat menanam, berjalan mundur, bergerak bersama sehingga terlihat harmonisasi yang begitu indah. Dan itu tidak ada yang memandu, seakan-akan hati mereka telah menyatu dan menjadi satu.
Sungguh sebuah pembelajaran yang sangat baik. Bagaimana menyelaraskan hati, pikiran dan gerakan sehingga menjadi sebuah gerak yang begitu harmonis. Indonesia memamng sudah lama memiliki kosa kata ” selaras” dari kata laras. Merupakan sebuah kumpulan dan tempaan budaya yang begitu lama dan tua sehingga terbentuknya keselarasan yang diperlihatkan oleh para petani-petani negeri ini. Mari kita mengkhayal sejenak, jika contoh yang di berikan oleh petani-petani tadi kita bahwa ke kehidupan kita masing-masing. Menyelaraskan perbedaan-perbedaan yang ada tanpa menghilangkan perbedaan yang ada. Indonesia sangat membutuhkan jati diri ”keselarasannya” yang sejati. Keselarasan itu sudah tertutup oleh kotoran-kotoran kesombongan, kedengkian dan merasa benar sendiri. Biarkan perbedaan yang ada, tugas kita hanya merangkai perbedaan-perbedaan itu agar terlihat indah dan berguna.
Penulis sungguh sangat-sangat tidak setuju jika seluruh bangsa Indonesia di-katakan pemalas. Kenapa? Jika kita melihat contoh yang diberikan oleh para petani di negeri yang penulis singgahi ini, kita bisa melihat keuletan dan semangat juang mereka, terlebih lagi keindahan yang ditunjukkannya. Apakah orang yang malas itu bekerja pada saat jam 5 pagi sampai sore? Tidak ada yang malas dalam diri bangsa ini, yang ada hanya-lah kemauan untuk menang sendiri. Itulah yang harus kita perbaiki. Ngomong-ngomong masalah pertanian negeri ini, sungguh sangat menyayat hati.
Lahan pertanian di negeri penulis tempati ini, perlahan-lahan mulai kehilangan eksistensinya. Di babat habis oleh sang raja minyak, dan penduduknya akan diarahkan kepada pengembangan ternak. Pertanyaan-nya apakah semudah itu mengganti kebiaasaan bercocok tanam dengan berternak? Sudahkah penguasa menghitung berapa biaya yang akan kita keluarkan? Harapan penulis semoga penguasa sudah menghitungnya.

LEBIH HEBAT DARI LASKAR PELANGI
Ingatkah para pembaca cerita tentang laskar pelangi? Sebuah cerita yang menitik berat-kan kepada anak-anak muda yang berjumlah 10 orang. Mereka berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan dengan fasilitas yang sangat minim. Penulis teringat bagaimana mereka berjuang, dengan membeli kapur di sebuah tokoh yang berjarak 10 km. Juga bagaimana salah satu dari mereka yang merupakan anak nelayan, harus rela menempuh jalan berliku untuk bisa sampai ke sekolah. Itulah gambaran anak-anak Indonesia yang mempunyai semangat juang untuk menuntut ilmu.
Kondisi yang mirip penulis temui di negeri ini, anak-anak yang sangat bersemangat dalam menuntut ilmu. Dengan fasilitas yang terbilang sangat minim mereka tetap semangat bahkan over semangatnya untuk menuntut ilmu. Terus terang soal semangat penulis kalah jauh dengan mereka dan penulis sangat iri dengan semangat mereka.
Sekolahan anak-anak yang penuh semangat ini terletak di daerah yang sangat pelosok di negeri ini. Sekitar 2,5 km dari rumah penguasa negeri ini. Jalan berliku-liku, kalau hujan sepeda motor tidak bisa melewatinya. Meskipun sarana transportasi disana sangat jelek, tapi pemandangan di kiri dan kanan sungguh sangat mengasyikkan. Penulis membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mencapai tempat tersebut. Penulis harus berjalan kaki, dikarenakan sepeda motor tidak bisa melewati daerah tersebut. Setelah melalui perjalanan yang lumayan berat penulis sampai juga ke tempat tujuan. Huffff, sangat capek, lelah dan haus seakan sirna melihat sambutan dan semangat para ganext (gayam next generation).
Gedung bangunan ini sungguh sangat memprihatinkan. Dari segi bangunannya mungkin lebih baik dari pada bangunan laskar pelangi. Tapi untuk fasilitas mulai dari buku sampai para guru-nya mungkin lebih jelek (pandangan subyektif penulis). Jika di laskar pelangi para gurunya begitu bersemangat dan ikhlas untuk mentransfer ilmunya kepada para siswanya, di gayam para gurunya jarang masuk atau bahkan kurang memperdulikan para ganext.
Akhirnya penulis diperkenankan mengajar para ganext yang penuh semangat tadi. Jumlah keseluruhan dari para ganext hanya 6 orang, 3 orang laki-laki dan 3 orang wanita. Lagi-lagi penulis berburuk sangka kepada para ganext. Penulis berpikir mereka adalah para murid yang bodoh lagi malas. Setelah penulis masuk dan menyapa mereka, apa yang terjadi? Energi dan semangat juang untuk belajar benar-benar sangat luar biasa. Begitu besarnya sampai penulis ingin sekali memiliki dan dianugerahi energi sebesar itu.
Setelah menyapa para ganext-ganext ini, penulis mulai mengajari tentang matematika dan IPA. Setelah sekitar 10 menit penulis menerangkan, dan penulis melemppar sebuah pertanyaan apa yang terjadi? Sungguh sangat mengejutkan mereka bisa menjawab dengan sangat baik, bahkan ketika penulis suruh maju dan menerangkan kembali kepada para teman-temannya para ganext-ganext ini bisa menerangkan dengan sangat luar biasa. Sungguh sangat mempesona sekali dan cahaya potensi para ganext-ganext ini begitu menyilaukan.
Sungguh sangat disayangkan jika pendidikan di negeri ini diabaikan. Cahaya-cahaya yang sangat-sangat berkilau merupakan modal yang sangat luar biasa. Penulis-pun mulai berpikir apakah memang faktor fasilitas gedung yang mewah merupakan faktor utama menjadikan para siswa menjadi pandai? Ataukah faktor budaya dan guru yang penuh semangat dan ikhlas untuak menyalurkan ilmunya, yang merupakan faktor utama untuk memajukan para siswa? Atau-kah berbagai macam faktor lain seperti, semangat, dukungan orang tua atau kurikulum? Indonesia harus mencari dan menentukan jawaban dari dalam bangsa ini sendiri, menggali, memahami, merasakan dan melebur kedalam jawaban itu sendiri. Tanpa semua itu kurikulum bagaimanapun, fasilitas bagaimanapun, guru bagaimana-pun tidak akan berdampak apa-apa? Tetaplah bersemangat para ganext-ganext kalian semua adalah cahaya-cahaya yang menyinari negeri ini. Terimah kasih sudah mengajarkan kepada penulis energi semangat kalian. Tetaplah bersinar dan terus bersinar. Wahallahhu’alam.