24/05/10

KOMODITASNYA ADALAH……..

Akhir-akhir ini masyarakat Surabaya disibukkan dengan agenda pemilihan walikota Surabaya. Sebuah kegiatan sakral dalam menentukan bagaimana Surabaya untuk 5 tahun ke depan. Adu kreatifitas antar team sukses calon walikota begitu attraktif dan spektakuler. Output dari kreatifitas para tim sukses adalah timbulnya spanduk-spanduk dan pamflet-pamflet yang bertebaran di seluruh penjuru kota Surabaya. Ada yang mengusung tema kampanye politik kreatif, ada yang mengusung jargon “ciptakan 1000 lapangan pekerjaan”, ada yang mengusung Surabaya untuk semua. Semua itu menambah kenikmatakan warga Surabaya terhadap berbagai pilihan pemimpinnya.
Suatu sore di bulan April tubuhku mencoba bergerak menyusuri lorong-lorong spanduk dan banner iklan yang menriakkan jargon-jargon yang sangat indah. Di sepanjang jalan pikiranku menyimpulkan satu hal, satu tujuan dan satu kata. Satu tujuan, satu hal dan satu kata itu adalah keinginan para pemimpin kita untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Alhamdulilah puji Tuhan bawah kita dikarunia para calon-calon pemimpin yang sangat memperhatikan rakyatnya, ingin membantu kesulitan rakyatnya dan sangat peduli terhadap mereka.
Surabaya merupakan kota yang mempunyai sejarah sangat panjang. Menurt data resminya Surabaya sudah mempunyai umur kira-kira 719 tahun. Dalam usia yang baru menginjak 719 tahun, tentu sudah banyak hal yang sudah dilalui oleh Surabaya. Surabaya telah melewati berbagai peradabatan dunia mulai dari peradapan Kediri, Majapahit, Walisongo, penjajahan, 10 November, orla, orba, dan orma. Sehingga kebudayaan dan jati diri dari Surabaya itu telah terbentuk dan ditempa oleh berbagai keadaan hingga membentuk masyarakat Surabaya seperti sekarang ini. Hasil dari kebudayaan dan jati diri itu bisa dilihat jika engkau menyempatkan untuk sejenak berjalan-jalan baik pagi maupun sore, terserah engkau enaknya yang mana, dan perhatikan bagaimana penduduk Surabaya beraktifitas. Dengan selogannya yang bernama Bonek (Bondo Nekat) menjadikan penduduk Surabaya sangat terkenal hingga ke manca Negara. Tidak percaya? Coba lihat peta dunia tentang Indonesia, disana pasti terdapat 3 titik yang menandakan Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya dan Bali.
Jakarta jelas adalah ibu kota Negara, Bali adalah tujuan wisata Internasional yang sudah sangat terkenal, tapi Surabaya apa yang istimewa dari kota ini? Hingga dunia internasional sangat menghargainya? Dari kota ini lahirlah para tokoh-tokoh besar kaliber dunia mulai dari Sunan Ampel hingga Dahlan iskan semua adalah tokoh kaliber dunia. Yang harus diingat president Indonesia yang paling Kharismatik juga ditempa dikota ini.
Surabaya merupakan kota multifungsi mulai dari olah raga, bisnis, komunikasi, budaya hingga keberaniannya. Masyarakat kota Surabaya berkali-kali dihadapkan pada musuh yang bernama “ Penggusuran dan Pembumihangusan” mulai dari stren kali Jagir hingga pasar keputran, mulai dari pasar wonokromo hingga pasar turi luluhlantak karena kebakaran. Tapi dasar dari orang Surabaya adalah orang besar sehingga hal-hal diatas hanya dianggap sebagai semut kecil yang mencubit kulitnya. Sakit sih, tapi hanya berlangsung dalam hitungan detik. Jika Jakarta ada peristiwa penggusuran makam mbah Priok hingga menelan korban jiwa, penggusuran pasar keputran yang sempat ada isu akan menjadi peristiwa periuk kedua ternyata bisa dilakukan secara damai. Jika dilihat dari sudut pandang dampak sosial ekonomis tentu lebih besar dampak penggusuran keputran dari pada periuk. Tapi itulah Indonesia hal-hal irasional bisa menjadi sangat rasional disini di Negaraku tercinta.
Surabaya terkenal akan klub sepakbolanya, klub yang berjuluk Bajul Ijo ini mempunyai basis pendukung yang sangat luar biasa yaitu Bonek Surabaya. Meskipun tim yang didukungnya banyak kalahnya daripada menangnya tetapi para suporter tetap setia mendukung Bajul Ijo. Mereka tidak peduli timnya menang apa kalah, mereka tetap bangga memakai atribut suporter Bonek( Bondo nekat). Kata nekat hanya dikenal oleh kebidayaan Jawa timur, tidak ada di seluruh Dunia yang mengenal kata nekat. Kebudayaan nekat tercermin dari tingkah laku dan tata bahasa yang digunakan masyarakat Surabaya.
Masyarakat Surabaya tidak suka hal-hal yang bertele-tele dan menggunakan retrorika yang sangat panjang dan mbulet. Itulah sebabnya para tim sukses kampanye berlomba-lomba memendekkan jargon-jargon kampenya agar mengena dihati rakyat Surabaya. Masyarakat Surabaya sangat menyukai kebersamaan, Jika makan mereka bersama-sama, mendukung tim sepak bolanya bersama-sama, melakukan pengrusakan bersama-sama dan korupsi juga bersama-sama.
Masyarakat Surabaya sangat menyukai kesenian, mulai dari ludruk, ketoprak, metal hingga hip-hop. Jika Bandung yang katanya pusat kreatifitas Indonesia, namun tidak mempunyai kesenian asli. Surabaya mempunyai kesenian asli namun hampir mati. Memang Surabaya bukanlah kota seni seperti solo, tapi Surabaya merupakan barometer kesenian Indonesia. Ludruk dan Ketoprak adalah jiwa asli masyarakat Surabaya, tapi sampai sekarang tidak ada satupun yang mengangkat hal tersebut. Dari kelima konstetan pilwali tidak ada yang mengangkat tema kebudayaan sebagai salah satu komoditas politiknya. Memang sih tema ini kurang menjual, kurang markettable begitu kira-kira kata para ahli marketing.
Sebagai sentra perdagangan untuk wilayah Indonesia timur tentu Surabaya mendapat tempat tersendiri bagi para pebisnis. Pembangunan infrastruktur sebagai penopang terwujudnya business city acap kali meminggirkan kepentingan sosial masyarakatnya. Dalam benak para pemangku kebijakan, semua permasalahan selesai jika pendapatan masyarakat meningkat. Padahal banyak faktor lain diluar itu yang harus diperhitungkan.
Pilwali 2010 ini merupakan tolak ukur bagaiman kedewasaan masyarakat kota Surabaya dalam bertindak dan berpikir. Tolak ukur bagaimana para pemimpin kota Surabaya memadukun antara komoditas politik dan kenyataan. Pilwali 2010 merupakan arena masyarakat Surabaya untuk bergembira dan tertawa bersama karena pada saat inilah masyarakat Surabaya menjadi tuan rumah di kotanya Surabaya. Pilwali 2010 La Roiba Fih tidak ada keraguan padanya.
Gigih Pringgondani (Pemuda Indonesia)

13/05/10

BENING HATI UNTUK INDONESIA SARANA UNTUK MENCARI FORMAT HUBUNGAN AGAMA, HUKUM, TEKNOLOGI SOSIAL DAN BUDAYA DENGAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

BHI(bening hati untuk Indonesia) bukanlah sebuah gerakan agama, organisasi massa maupun sebuah gerakan politik. BHI hanyalah sebuah kumpulan kecil masyarakat Surabaya yang tergerak hatinya untuk memajukan bangsa dan negaranya. Hampir sama dengan forum pencerahan bangbang wetan(forum pencerahan dari Emha Ainun Najib), hanya yang berbeda disini kita diajak untuk lebih fokus dalam mengkaji dan mencari format hubungan antara Agama, hukum, teknologi dan sosial dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal yang menarik perhatian saya tentang kajian bening hati untuk Indonesia adalah sifatnya yang berwarna-warni. Bagaimana seorang Gus, dosen dan kaum cemdikiawan berkumpul dan tertawa bersama dengan rakyat biasa dan mahasiswa sambil memberikan ilmunya. Jika penulis tarik kedalam konteks Indonesia akan terlihat sebagai implementasi dari makna Bhineka tunggal ika (berbeda-beda tapi tetap dalam koridor memanusiakan manusia). Hal tersebut dimaksudkan agar nasyarakat Surabaya melepaskan sejenak segala atribut yang ada didalam diri dan melupakan perbedaan antara mereka.
Indonesia negeri dengan penduduk Islam terbesar didunia, tapi bukan Negara Islam. Karena manusia Indonesia terbentuk oleh kebudayaan yang sudah berabat-abad lamanya. Tidak mudah untuk merumuskan apa itu manusia Indonesia? Dan bagaimana formulasi hubungan antara agama dan Negara. Hal inilah yang harus dijawab oleh umat Islam Indonesia.
Hal yang paling menghantui pemikiran kaum muslimin di Indonesia adalah keharusan untuk merumuskan hubungan antara agama dengan Negara. Karena disadari atau tidak, diterima atau tidak pada kenyataannya bahwa Islam adalah agama hukum. Sebuah agama hukum haruslah menentukan dengan rinci bagaimana hubungan antara Negara dengan hukum. Jika tidak demikian maka sampai kapanpun ajaran Islam tidak akan terlaksana dengan baik dalam kehidupan. Inilah yang membuat kacau kehidupan beragama jika dibawah kerana kehidupan sosial bangsa Indonesia. Mari kita lihat sebuah fatwa-fatwa yang tidak pernah memikirkan bagaimana dampak jangka panjang sering bermunculan.
Penulis ambil contoh tentang fatwa rokok haram rokok. Memamang dari sudut dunia kesehatan rokok sangat membahayakan kesehatan dan dapat menyebabkan kantong si perokok ‘bolong’. Tetapi jika kita melihat dari sisi lain terutama dari sisi ekonomi, industri rokok menyumbangkan pendapatan yang lumayan besar. Menurut data Indocomercial nilai dalam bentuk uang mencapai US$1,7 juta dengan total tenaga kerja mencapai 197.034 orang. Belum dihitung petani tembakau dan penjual rokok. Bagaimana MUI menyikapi hal ini masih belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
Namun tren tenaga kerja dalam industri rokok cenderung menurun. Menurut penelitian dari Kuncoro, kini industri rokok hanya menyisakan daerah jawa tengah dan jawa timur dengan nilai tambah sebesar 10,152%. Meskipun pertambahan tenaga kerja cenderung menurun tetapi nilai produksi rokok cenderung menaik. Salah satu penyebabnya adalah peralian teknologi, dari human tecnology ke machine technology.
Dampak dari teknologi ini ada yang positif dan ada yang negatif. Dampak positif dari teknologi adalah semakin efesien dan efektifnya industri dan kehidupan manusia. Dampak negatif dari teknologi adalah terjadi pengangguran dan kerusakan alam. Indonesia sebagai Negara maritim yang berpenduduk terpadat no 4 didunia nampaknya belum siap. Dimana jika penulis mengutip dari pendapat Rostow seorang ahli ekonomi, dengan teorinya yang disebut teori pertumbuhan Rostow. Indonesia masih dalam persiapan tinggal landas. Hal ini ditandai dengan peralihan dari struktur industri manual ke struktur industri dengan teknologi sederhana.
Teknologi dan kehidupan manusia adalah satu kesatuan. Bahkan peristiwa hijrah kanjeng Rasul tak lepas dari peristiwa teknologi. Mulai dari kita menyapu lantai sampai kita transfer uang melalui bank itu semua adalah peristiwa-peristiwa teknologi. Penggunaan teknologi yang seharusnya hidup berdampingan dengan bangsa dan Negara ternyata menimbulkan dampak kerusakan yang tidak sedikit.
Kerusakan hutan, laut dan moral merupakan salah satu dampak negatif dari sebuah teknologi. Lagi-lagi muncul satu pertanyaan yang sama dengan tulisan diatas, mampukah bangsa ini mencari jawaban hubungan antara manusia dengan bangsa dan Negara Indonesia? Bagaimana hubungan antara teknologi dengan bangsa dan Negara hingga bisa dikatakan mendekati seimbang. Pembangunan karakter dan kecerdesan masyarakat haruslah diikuti dengan pembenahan menggunakan dan menciptakan teknologi baru, hingga menemukan jawaban “ bagaimana hubungan antara teknologi dan kebangsaan yang mendekati keseimbangan”.
Sebegitu pentingnya teknologi, hingga menjadi salah satu element didalam konsep potensi pertumbuhan (growth potensial), yang diartikan sebagai “batas atas” pertumbuhan ekonomi suatu Negara dalam jangka panjang. Hal-hal yang menentukan potensi pertumbuhan suatu Negara adalah: 1. Kualitas pemerintahan, 2. Kualitas sumber daya manusia, 3. Kualitas teknologi dan 4. Sumber daya alam yang dimiliki. Keempat hal inilah yang akan berperan didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Memang konsep potensi pertumbuhan jika kita lihat akan mengarah kepada persaingan bebas atau istilah kerennya disebut neoliberal. Tetapi yang perlu digaris bawahi adanya pemerintahan yang baik akan mereduksi sifat-sifat negatif dari konsep potensi pertumbuhan. Negara dalam hal ini bertindak sebagai pembuat hukum (created law) dan bertugas menciptakan formula regulasi yang mendekati keseimbangan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bicara tentang hukum, ingatan kita seakan melayang-layang kepada banyaknya berita tentang markus (mafia kasus). Dimana kasus-kasus bisa diperjual-belikan dengan harga yang sangat murah. Kualitas hukum di Indonesia sudah diakui dunia sebagai salah satu kualitas hukum terjelek. Bagaimana tidak jelek, seorang narapidana bisa mendapatkan fasilitas sekelas hotel bintang lima atau bisa berjalan-jalan di mall dengan uang jaminan.
Didalam praktek hukum Negara kita memang sangat blepotan dalam menegakkan supermasi hukum. Namun jika kita masuk kedalam persoalan teknis, sebenarnya Negara ini juga belum mampu merumuskan bagaimana hubungan yang pas antara hukum dan bangsa Indonesia dan bagaimana merumuskan apa itu keadilan bagi bangsa Indonesia?
Undang-undang kita masih mengacu pada Burgelijk Wejk yaitu kitab kuno warisan dari eyang Hindia Belanda. Burgelijk Wejk atau disingkat BW adalah kitab undang-undang hukum perdata yang saat ini di negeri saudara kita Belanda sudah tidak dipakai. Paka-pakar hukum dari seluruh Indonesia masih belum mampu merumuskan bagaiman hukum yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Yang sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung budaya Indonesia.
Keadilan hal ini malah terdengar lebih sulit. Dari sifatnya saja keadilan sulit untuk di visualkan karena keadilan bersifat abstrak atau normatif. Dari segi kosa kata kita tidak punya padanan kata dari kata adil. Kata keadilan atau adil kita import dari bahasa Arab atau bahasa Inggris. Yang kita punya adalah kata selaras atau kata laras. Jadi tidak heran jika selama ini kita mencari keadilan tidak pernah ketemu-ketemu. Keselarasan yang dibangun oleh 3 pilar demokrasi baik legislatif, yudikatif dan eksekutif bisa positif dan bisa menjadi negatif.
Hukum merupakan dasar bagi Negara ini. Sejak awal penciptaan Negara Indonesia didahului dulu dengan pembuatan hukum atau konstitusi. Contoh salah satu konstitusi yang menjadi dasar pendirian Negara ini adalah pembukaan UUD 45. Dimana di didalam disebutkan berdirinya Negara Indonesia yang telah merdeka. Berangkat dari kenyataan ini maka Hukum merupakan pilar yang amat penting sebagai penopang tegaknya negera Indonesia. Dan sekarang bangsa Indonesia mempunyai pekerjaan rumah yang sangat sulit yaituh “menyelaraskan” kembali element-element positif hubungan antara hukum dan Negara.
Hukum merupakan salah satu alat untuk mengatur dinamika sosial yang ada di Indonesia. Kondisi sosial di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh trauma yang mendalam dari dampak “kolonialisme”. Hal ini yang mendasari mengapa Bangsa Indonesia mempunyai kesalahan berpikir. Kebanyakan dari kita merasa bahwa orang kulit putih lebih hebat dari orang Indonesia. Padahal fakta membuktikan bahwa kita Bangsa Indonesia lebih hebat dari mereka. contoh kecil adalah: saudara-saudara yang ikut olimpiade Sains selalu pulang membawa medali baik emas, perak maupun perunggu. Bukti yang lain adalah karya seni kita tidak ada tandingannya didunia ini. Tapi semua itu belum bisa menyembuhkan rasa rendah diri kita.
Sedmikian bahanya kesalahan berpikir kita, sampai-sampai perdana menteri Belanda meminta maaf pada rakyat Indonesia atas tindakan orang Belanda selama mereka menjajah di Nusantara ini. Manusia Indonesia yang sudah jatuh mentalnya tidak akan bisa berbuat banyak untuk memajukan negerinya. Maka diperlukan semacam terapi untuk menyehatkan kembali mental orang Indonesia. Kondisi sosial yang terbentuk sekarang merupakan akumulasi dari Budaya dan Sejarah yang dialami oleh manusia Indonesia.
Pendiri-pendiri Negara ini telah memahami dan merumuskan identitas bangsa Indonesia, yang tertuang didalam Pancasila sebagai falsafah Negara dan UUD 45 sebagai dasar hukumnya. Dan yang perlu diingat semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai kunci dasar untuk membangun Bangsa dan Negara Indonesia. Manusia yang menyusun Indonesia ini bermacam-macam budaya dan kelakuannya. Mereka hidup berkolektif atau berkelompok dengan hubungan yang merekatkan satu sama lain. Entah itu hubungan keIndonesiaan, hubungan keIslaman, hubungan kebudayaan atau hubungan cinta antar umat manusia. Apapun itu hubungan diatas harus bisa dileburkan menjadi sebuah nilai terhadap Bangsa dan Negara Indonesia.
Interaksi antar hubungan-hubungan manusia Indonesia inilah yang menyebabkan terjadinya proses penyebaran budaya-budaya. Ada yang melebur menjadi sebuah budaya baru, ada juga yang berkgesakan antara budaya asli dan budaya pendatang. Dewasa ini kebudayaan asli Indonesia telah mengalami reduksi yang sangat hebat. Arus informasi yang bebas menyebabkan adanya penurunan terhadap budaya sendiri. Padahal fakta sudah membuktikan jika ingin menjadi bangsa dan Negara yang maju harus berpijak pada budaya yang telah dimiliki. Salah satu budaya yang dianggap negatif oleh pemiliknya sendiri adalah budaya Bonek. Ya budaya bonek, budaya yang mengajarkan sebuah kesungguan untuk mengejar apa yang dicita-citakan apa yang diimpi-impikan tanpa melihat seberapa besar rintangan yang menghadang. Budaya bonek mengajarkan kita untuk rawe-rawe rantas malang-malang putung, semua yang menghalangi kita libas dengan semangat Bonek (bondo nekat).
Tulisan ini hanya sebuah bentuk unek-unek saya dan rasa cinta saya terhadap kajian Bening Hati untuk Indonesia dan untuk Negara Indonesia. Indonesia sebagai Bangsa yang sudah tua umurnya bisa memperbarui lagi apa yang telah dilupakan dan memperbaiki menjadi sebuah Negara dan bangsa yang maju kedepan. Indonesia apapun yang terjadi pada engkau penulis tetap akan selalu cinta pada engkau, tetap selalu bangga pada engkau. Indonesia aku cinta kamu.
Ditulis oleh Gigih Pringgondani(pemuda Indonesia)