21/01/12

SUPPORT PT INKA SEKARANG ATAU HANCUR

Indonesia merupakan negara yang amat kaya raya, bahkan menjadi mitos yang tidak ada habisnya untuk dikutip. Namun selama ini, kekayaan tersebut hanya menjadi beban karena sulitnya mengubah kekayaan yang bersifat pasif, menjadi sebuah modal kekayaan yang bersifat aktif sehingga diperlukan adanya revolusi yang bersifat masif. Ekonom Amerika Henry George mengatakan bahwa revolusi kekayaan hanya bisa dibuat ketika kekayaan tersebut ditransformasikan menjadi sebuah modal dengan segala sistem produksi-nya. Karena itu, kunci untuk gerakan perubahan ini adalah kinerja manusia. Maka tepat-lah bahwa manusia hidup harus kerja, kerja dan kerja.
Hasil kerja tersebut saat ini nampaknya mulai muncul sinar kemilaunya. Salah satu sinar kemilau dari hasil kerja tersebut adalah terciptanya program Mendikbud dalam mengembangkan perakitan mobil yang dirakit oleh anak SMK. Seperti hal-nya sebuah iklan yang membutuhkan endoser untuk memasarkannya. Hasil perakitan mobil yang diberi nama Esemka ini beruntung mempunyai endoser bereputasi bagus, yaitu Jokowi wali kota Solo. Yang lebih membuat sinar kemilau keberhasilan dari etos kerja, kerja dan kerja adalah mulai bangkitnya PT INKA. Seperti yang dikatakan oleh Dahlan Iskan (Jawa pos,16-01-2012) bahwa PT INKA saat ini mulai melangkah dengan pasti walau masih dalam tahap membangun kembali reputasi bisnisnya yang hancur pada tahun 1998.
Remah-remah Sejarah
Tulisan dari Dahlan Iskan membuat saya menegok ke belakang melihat sejarah BUMN. Cikal bakal BUMN adalah adaya periodesasi nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada tahun 1957 yanng kemudian di buat aturan legal melalui peraturan pemerintah (Pp) tahun 1960. Namun yang sangat disayangkan gerak laju yang positif tersebut tidak diimbangi dengan dipersiapkannya Nahkoda-nahkoda handal beserta Abk yang handal untuk mengendarai BUMN-BUMN tersebut. Akibatnya seperti yang sering kita dengar BUMN-BUMN tersebut sebagian besar mengalami kerugian tak terkecuali PT INKA.
Gagasan awal mendirikan PT INKA adalah untuk mendukung pembangunan infrastruktur serta memperlancar mobilitas masyarakat. Atas dasar tersebut sekitar tahun 1981 PT INKA lahir untuk menjawab tantangan tersebut. Apa lagi pada saat itu Pemerintah sedang giat-giat-nya menggalakkan pembangunan ekonomi di segala bidang. Maka tentu posisi PT INKA sangat strategis dalam mendukung pembangunan perekonomian bangsa. Dalam perjalan sejarahnya, produk PT INKA sudah diakui oleh dunia Internasional. Namun pada tahun 1996 Bank Dunia mencetuskan Proyek Efisiensi Perkeretaapian (PEP) sehingga menghilangkan kekuatan produksi PT INKA apa lagi ditambah dengan badai krisis ekonomi 1998. PEP mensyaratkan penggunaan sarana dan prasarana perkeretaapian dari negara-negara kreditor utama Bank Dunia. Syarat ini meliputi penggunaan gerbong dari Jepang dan Jerman, sistem persinyalan dari Belanda, dan jembatan dari Australia. Inilah yang tertinggal dari remah-remah sejarah perkerata Apian kita.
Bunuh Diri dan Melahirkan Diri Yang Baru
Tepat kiranya jika Dahlan Iskan memberikan masukan bahwa PT INKA yang baru keluar rumah sakit akibat kebijakan “bunuh diri” PEP perlu melahirkan diri yang baru yang fokus terhadap core business-nya yaitu membuat kereta api. Dengan diri yang baru ini, PT INKA diharapkan mampu memberikan solusi-solusi cerdas dalam menyelesaikan keruwetan kondisi infrastruktur di Indonesia. Sehingga sektor rill dapat bergerak lebih cepat dan perputaran uang seperti yang diformulasikan oleh Irving Fisher juga ikut berputar lebih cepat.
Dalam kacamata ilmu ekonomi, setiap investasi di sektor riil memiliki efek ganda (multiplier effect). Melalui ketersediaan sarana perkeretaapian yang diproduksi oleh PT. INKA, mampu menimbulkan efek ganda bagi kegiatan produksi ekonomi nasional. Sehingga hasil produk PT INKA mampu mendrive perputaran ekonomi Nasional. Selain itu dengan menjatuhkan pilihan memproduksi sarana perkeretaapian di dalam negeri, dapat menyediakan lapangan kerja yang besar dan menggerakkan perekonomian secara riil. Ini merupakan dampak ikutan dari penyediaan komponen sarana perkeretaapian, mulai dari komponen-komponen teknis sampai komponen interior kereta yang tidak seluruhnya bisa ditangani oleh PT. INKA, dapat disub-kontrakkan kepada koperasi dan usaha kecil-menengah di Indonesia. Dengan sendirinya, pilihan untuk tidak memakai produk sarana perkeretaapian dalam negeri menghilangkan peluang efek ganda bagi pengembangan perekonomian nasional. Serta jangan sampai kita mengulangi kebodohan kita di tahun 1996.

Tidak ada komentar: