18/07/12

PERLUKAH INDONESIA MENGHUTANGI IMF ? (SEBUAH ANALISA EKONOMI-POLITIK)

Pertama kali saya mendengar Rencana President Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan dana bantuan sebesar US$ 1 Miliar atau kurang lebih Rp.9,475 Triliun kepada IMF yang diambil dari cadangan devisa kita sebagai bentuk komitmen Indonesia sebagai bagian kelompok G20 untuk membantu menyeimbangkan neraca keuangan negara-negara di Eropa, pikiran saya langsung melayang pada sebuah problematik ingatan masa lalu. Atas problematik tersebut maka hampir dapat dipastikan pikiran kita langsung melayang pada memori krisis ekonomi tahun 1998 dimana IMF dianggap sebagai “kambing hitam” yang menyebabkan kondisi perekonomian kita semakin memburuk. Beberapa ingatan kita yang lain memperlihatkan bahwa jumlah hutang kita hingga saat ini mencapai Rp. 2100 Triliun, dengan perincian Rp. 700 Triliun merupakan utang luar negeri dan Rp. 1400 Triliun merupakan utang dalam negeri. Dimana sekitar 30% surat utang dalam negeri dikuasai oleh investor asing.

Hal pertama lebih terkait dengan masalah politik dan hal kedua lebih condong ke masalah trauma “Ekonomi-politik” dengan menambahkan kata ekonomi. Hal pertama mengandaikan bahwa IMF merupakan vampire penghisap darah perekonomian Indonesia, sehingga saat IMF membutuhkan supply darah kita tidak perlu memberikannya karena-toh pada tahun 1997/1998 darah kita telah dihisap habis oleh mereka. Hal kedua, istilah “hutang” lebih merupakan “trauma” bangsa Indonesia terhadap rezim Orde Baru dikarenakan kebijakan perekonomiannya dianggap membohongi masyarakat Indonesia dengan menggunakan istilah “anggaran berimbang” padahal faktanya terjadi defisit. Secara teoritis hutang merupakan salah satu bentuk capital untuk digunakan dalam memutar proyek-proyek pembangunan agar lebih produktif yang akan membawa pada kebaikan bersama (common good). Namun dalam prakteknya, kebijakan berhutang yang dilakukan hanya mengekspresikan kepentingan suatu kelompok dan tidak mencakup kebaikan bersama (common good). Sketsa kecil ini membangun sebuah argumentasi bahwa kebijakan Presiden SBY dalam memberikan hutang merupakan sebuah langkah positif ditengah sekian langkah negatif selama ini. Ada dua alasan yang mendasari sketsa kecil ini mengapa hal tersebut merupakan langkah positif dan kedua alasan tersebut berada pada sasaran jangka panjang sehingga membuka peluang untuk terjadinya perdebatan.

Membangun Ekonomi

Alasan mendasar mengapa setiap negara melakukan “hutang” adalah untuk melakukan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai fungsi sebagai penjabaran dari proses transformasi berupa pemecahan (breakthrough) dari keadaan ekonomi yang terhenti (stagnan) kesuatu pertumbuhan kumulatif yang bersifat terus menerus guna menuju kebaikan bersama (common goods). Dalam proses membangun tersebut, berlaku hukum ekonomi. Hukum ekonomi secara sederhana menggambarkan, bahwa hal yang mempengaruh kecepatan pertumbuhan perekonomian suatu Negara ditentukan oleh seberapa cepat pertambahan produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Artinya; jika setiap periode terjadi perubahan pertambahan produksi barang dan jasa pada suatu Negara secara berkelanjutan maka dapat dikatakan perekonomian Negara tersebut secara rill bagus. Untuk mencapai hal tersebut, fungsi utama pendorong percepatan pertumbuhan barang dan jasa adalah fungsi investasi.

Perubahan investasi yang dilakukan sekarang, baik tinggi maupun rendah akan berimplikasi pada pertambahan produksi barang dan jasa. Setelah barang dan jasa pada suatu negara diproduksi tentu diperlukan sebuah pasar untuk menampung barang dan jasa tersebut. Secara garis besar, pasar yang ada didunia hanya ada dua yaitu pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Atas pijakannya inilah kita memasuki argumentasi yang pertama. Pertama selama dekade tahun 1900 sampai sekitar 1980-an terjadi pergeseran bekerjanya lingkup ekonomi dari rumah-tangga individual menuju rumah tangga masyarakat. Siapa yang bertanggung jawab atas keterlaksanaan dan keberhasilan kinerja ekonomi-politik? Tanggung jawab tersebut tidak lagi berada di pundak kepala keluarga, namun bergeser kepada para pemangku kebijakan dalam sebuah Negara (aspek politik). Sekitar tahun 1980-an sampai sekarang terjadi sebuah pergeseran dari lokus kinerja ekonomi suatu Negara ke ekonomi global. Artinya, perencanaan pembangunan ekonomi di suatu Negara harus melibatkan lebih dalam faktor-faktor eksternal didalam kondisi perekonomian global. Hal inilah yang mungkin menjadi alasan pertama ada dibenak pemikiran Pak SBY beserta seluruh staf-nya.

Riding To The Wave

Sama dengan kebaikan dan kejahatan yang merupakan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Pemberian pinjaman kita kepada IMF bisa kita pandang positif atau negatif tergantung dari caranya memandang. Namun dalam ilmu ekonomi yang saya pelajari, bahwa seusuatu kegiatan entah itu dilakukan oleh individu atau negara selalu menghasilkan sebuah keuntungan dari setiap kesempatan (opportunity gain). Data menunjukkan selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa negara-negara eropa mengalami fluktuasi dalam neraca pembayarannya yang saat ini malah semakin menjadi parah.

Namun disisi lain cadangan devisa kita yang berjumlah US$ 111,52 miliar atau setara dengan Rp. 1056,652 Triliun masih belum produktif. Jumlah bantuan kita pada IMF sebesar US$ 1 miliar tentu tidak akan mengganggu stabilitas perekonomian kita secara significan. Dimana peluang yang bisa dipakai oleh Indonesia? Sama dengan moto hidup Provinsi Jawa timur Jer Basuki Mawa Bea (Jika ingin memancing ikan besar, maka siapkan umpan yang bagus). Tentunya dengan kita mengulurkan tangan kepada saudara-saudara kita di Eropa kita sudah menyiapkan sebuah umpan yang bagus. Atau saya lebih suka menggunakan istilah bahwa kita sedang menyimpan ”deposito” kepada IMF. Namun tentu saja umpan yang bagus tersebut akan menjadi percuma, jika kita lupa mempersiapkan strategi lanjutannya seperti kualitas dan kuantitas barang serta jasa yang dihasilkan oleh Industri kita. Maka lokus perdebatan yang saya ajukan untuk mengakhiri sketsa kecil ini bukan terletak pada apakah kita setuju atau tidak setuju pada pemberian hutang? tetapi lebih pada cara terbaik seperti apakah yang harus kita siapkan untuk menaiki gelombang peluang yang datang. Karena gelombang ekonomi masa depan dunia berpusat pada benua Asia namun juga tidak bisa meninggalkan benua Eropa dan Amerika sebagai partner bisnisnya.

Lalu apa langkah konkrit yang dapat kita lakukan untuk mendukung kebijakan tersebut ? Pertama, mengerahkan seluruh sumber daya dan upaya yang ada untuk membentuk koordinasi strategis antar badan pemerintah. Langkah tersebut bukan masalah teknis melainkan menyangkut kemampuan kita dalam berdiplomasi sehingga dapat menerebos pasar-pasar di Eropa. Kedua, yaitu memantapkan strategi dan merampungkan PR besar tentang tegangan-tegangan yang terjadi antara program master plan ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Tentu diatas itu semua, sebagaimana sketsa kecil ini berangkat dari maksud baik yang merupakan syarat mutlak harus dimiliki oleh para pengambil kebijakan; Tanpa itu semua kepadanya tidak bisa diharapkan terobosan visi dan kreativitas strategi dalam menaiki gelombang peluang yang datang.

Bagaimana Pendapat Anda ?

14/06/12

TENTANG PEMBANGUNAN MP3EI (BAGIAN II)

Pola perencanaan yang berhasil ditetapkan di masa orde baru tersebut saat ini dicoba dibangun kembali oleh pemerintah dengan mengeluarkan master plan perencanaan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), yang sasaran-nya difokuskan pada pengembangan 8 aktivitas ekonomi utama, antara lain: Pengembangan sektor pertanian, pengembangan sektor energi, pengembangan industri, pengembangan sektor kelautan, pengembangan sektor pertambangan. pengembangan sektor telematika, pengembangan pariwisata dan pengembangan kawasan strategis.

Pemilihan 8 aktivitas tersebut dikarenakan ada berbagai macam alasan, mulai dari alasan ekonomi-teknis, sampai pada alasan politis. Sehingga boleh kita singkat secara sederhana bahwa pengembangan 8 aktivitas ekonomi utama tersebut dapat dikatakan berdasarkan pertimbangan ekonomi-politik yang dirasa sudah matang. Mengapa memakai istilah pertimbangan ekonomi-politik? Hal tersebut menyangkut kedalam dua pokok. Pokok pertama adalah lingkup ekonomi tidak lagi menyangkut tujuan rumah-tangga individual melainkan seluruh rumah-tangga masyarakat secara simultan. Karena pergeseran dari individual ke simultan, menyebabkan timbulnya pokok yang kedua yaitu soal tanggung jawab. Siapa yang bertanggung jawab atas keterlaksanaan dan keberhasilan kinerja ekonomi-politik? Tanggung jawab tersebut tidak lagi berada di pundak kepala keluarga, namun bergeser kepada para pemangku kebijakan dalam sebuah Negara (aspek politik). Karena menyangkut aspek kesejahteraan dan kebaikan bersama, maka boleh saya sederhanakan bahwa proses penentuan 8 aktivitas ekonomi utama MP3EI dibentuk berdasarkan hasil konsensus ekonomi-politik yang sangat panjang. Sebagaiman dijelaskan pada dokumen MP3EI bahwa penentuan 8 aktivitas ekonomi utama, secara teknis, ditentukan oleh berbagai pengembangan dan perhitungan berbagai macam variable dan kemudian dibentuk sebuah model yang menggambarkan kinerja kondisi ekonomi Indonesia baik saat ini maupun di masa mendatang. Model yang dibangun oleh para ahli secara sederhana dapat dibagi menjadi dua, ada model ekonomi makro dan ada model ekonomi mikro yang kesemua saling terkait.

Proses penentuan 8 aktivitas ekonomi utama MP3EI tidak berhenti sampai pada pembentukan model saja, yang kemudian keluar angka-nya. Angka tersebut kemudian didiskusikan dan didialogkan dengan para pengambil kebijakan sehingga tercapai sebuah rumusan kebijakan. Inilah yang bisa disebut sebagai aspek politik-nya. Proses diatas tidak hanya mencapai transformasi ruang lingkup, namun juga transformasi tujuan. Sehingga terdapat perbedaan tujuan yang mendasar antara perencanaan pembangunan orde baru dengan orde reformasi. Jika perencanaan pembangunan ekonomi pada orde baru lebih dititik beratkan pada innerself ekonomi Indonesia berupa swasembada pangan dan pengurangan kemiskinan, maka tujuan pembuatan MP3Ei lebih dititik beratkan pada bagaimana caranya agar kita dapat tetap bersaing dengan perekonomian global (outher side). Sehingga tujuan ekonomi bangsa Indonesia bergeser dari pemenuhan walfare state menjadi pemenuhan kesejahteraan secara individual. Hal tersebut dapat dilihat dari dokumen MP3EI, dimana visi ekonomi Indonesia 2025 adalah merubah struktur ekonomi primer Indonesia yang pada tahun 2009 mencapai 22% menjadi 10% pada tahun 2025. Sektor sekunder yang pada tahun 2009 memiliki share pada perekonomian nasional sebesar 33% menjadi 36% pada tahun 2025. Serta sektor tersier yang pada tahun 2009 memiliki share pada perekonomian nasional sebesar 45% menjadi 55% pada tahun 2025.



Pengaruh Globalisasi

Margareth Thatcher pada tahun 1987 mengemukakan sebuah premis yang bisa dijadikan pijakan berpikir tentang konsep globalisasi. Beliau mengungkapkan bahwa dalam era globalisasi seperti saat ini “masyarakat itu tidak ada, yang ada hanyalah individu”. Lalu apa kaitan pokok pengaruh globalisasi dengan masalah MP3EI ? Ada dua jawaban pokok untuk hal tersebut, Pertama, sama dengan pergesaran kinerja ekonomi rumah tangga ke ekonomi Negara, maka globalisasi menggeser lokus kinerja ekonomi suatu Negara ke ekonomi global. Artinya, perencanaan pembangunan ekonomi di suatu Negara harus melibatkan lebih dalam faktor-faktor eksternal didalam kondisi perekonomian global. Hal inilah yang menjadi paradok utama berbenturannya tujuan kinerja MP3EI dengan RPJMD maupun Musrenbang yang ada di wilayah pemerintahan daerah Republik Indonesia. Didalam MP3EI, secara singkat dapat dijelaskan bahwa perekonomian Indonesia dapat melaju dengan kencang jika dilepaskan dari kaitannya dengan kekangan kelompok, komunitas maupun satuan bangsa. Artinya, perencanaan pembangunan ekonomi harus menjamin bekerjanya faktor-faktor yang memungkinkan kinerja ekonomi menjadi privat. Sedangkan didalam RPJMD maupun Musrenbang dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya masih kental dengan nuansa kelompok, komunitas maupun suku bangsa yang mendiami wilayah tersebut. Inilah pokok pertama yang menyebabkan perencanaan pembangunan oleh arsitek ekonomi orde reformasi gaung-nya tidak sehebat arsitek ekonomi orde baru.

12/06/12

TENTANG PEMBANGUNAN MP3EI (BAGIAN I)

Pertama kali saya mendengar istilah masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), hampir dapat dipastikan pikiran kita langsung melayang pada era president Soeharto yaitu tentang rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Indonesia yang kemudian di operasionalkan menjadi pembangunan lima tahun (Pelita). Atas hal tersebut, problematik yang akan kita pakai sebagai pijakan dalam sketsa kecil ini adalah istilah “pembangunan” (development). Titik pijakan ini langsung berbenturan dengan 2 hal kontrovensi. Hal pertama lebih terkait dengan masalah ekonomi-politik dan hal kedua lebih condong ke masalah trauma “politik” dengan menghilangkan kata ekonomi. Hal pertama mengandaikan bahwa pembangunan merupakan sebuah kesengajaan yang dilakukan entah oleh: pemerintah, komunitas-komunitas lokal, LSM maupun kelompok masyarakat lainnya untuk melakukan “transformasi” menuju keadaan yang lebih baik. Hal kedua, istilah pembangunan lebih merupakan “trauma” bangsa Indonesia terhadap rezim Orde Baru. Hal ini dikarenakan istilah pembangunan dengan rezim orde baru tidak dapat dipisahkan, seperti gelar yang melekat pada President Soeharto yang dijuluki bapak Pembangunan Indonesia. Sehingga menyebabkan pembangunan diartikan sebagai kebijakan publik yang akan membawa pada kebaikan bersama (common good). Namun dalam prakteknya, kebijakan pembangunan yang dilakukan hanya mengekspresikan kepentingan suatu kelompok dan tidak mencakup kebaikan bersama (common good). Sehingga hal tersebut tidak bisa disebut kebijakan dan juga tidak bersifat publik. Akibatnya pudarnya makna publik mengakibatkan pudarnya makna pembangunan bagi masyarakat Indonesia. Sketsa kecil ini membangun sebuah argumentasi bahwa kelumpuhan atau keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara, ditentukan oleh efektifitas “jembatan” penghubung antara kebijakan publik yang dirumuskan dengan pengejaran kebaikan bersama (common goods). Membangun Ekonomi Alasan mendasar mengapa harus ada pembangunan ekonomi adalah: karena setiap hal didunia selalu bergerak dan berubah sehingga diperlukan sebuah pembangunan yang merupakan penjabaran dari proses transformasi berupa pemecahan (breakthrough) dari keadaan ekonomi yang terhenti (stagnan) kesuatu pertumbuhan kumulatif yang bersifat terus menerus guna menuju kebaikan bersama (common goods). Dalam proses membangun tersebut, berlaku hukum ekonomi. Hukum ekonomi secara sederhana menggambarkan, bahwa hal yang mempengaruh kecepatan pertumbuhan perekonomian suatu Negara ditentukan oleh seberapa cepat pertambahan produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Artinya; jika setiap periode terjadi perubahan pertambahan produksi barang dan jasa pada suatu Negara secara berkelanjutan maka dapat dikatakan perekonomian Negara tersebut secara rill bagus. Untuk mencapai hal tersebut, fungsi utama pendorong percepatan pertumbuhan barang dan jasa adalah fungsi investasi. Perubahan investasi yang dilakukan sekarang, baik tinggi maupun rendah akan berimplikasi pada pertambahan produksi barang dan jasa. Sehingga fungsi investasi sendiri saling berkaitan dengan pengendalian konsumsi pada masa kini. Sehingga membangun ekonomi dapat diartikan sebagai, pilihan yang diambil oleh suatu Negara terhadap tingkat konsumsi yang dikeluarkan pada masa sekarang untuk mencapai pertambahan produksi dan konsumsi di masa mendatang. Apakah penentuan pilihan cukup sampai disitu? Jawabannya tidak, setelah menentukan pilihan diatas, suatu Negara juga dihadapkan berbagai macam pilihan lagi, diantaranya memilih pola investasi, memilih pola pendapatan, memilih pola pembangunan kelembagaan, memilih pola distribusi dan berbagai macam pilihan ekonomi lainnya yang tentu diperlukan perencanaan pembangunan yang matang. Oleh masyarakat Indonesia secara implisit proses serta pengambilan keputusan dari perencanaan pembangunan ini diserahkan kepada berbagai kekuatan ekonomi yang terdapat di Negara ini. Fungsi utama dari adanya kegiatan perencanaan pembangunan ekonomi dimaksudkan untuk menimbulkan, membuat dan menjamin proses pembangunan secara terus menerus. Dalam sejarah, perencanaan pembangunan di Indonesia yang dikenal cukup luas adalah rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) yang kemudian dioperasionalkan dan disosialisasikan ke masyarakat menjadi Pelita. Pelita pada masa itu dinilai cukup berhasil, dengan salah satu programnya adalah mencapai “Swasembada” pangan dan pengurangan kemiskinan, meskipun juga ada beberapa masalah mendasar yang belum terselesaikan hingga saat ini. Pola perencanaan yang berhasil ditetapkan di masa orde baru tersebut saat telah dicoba dibangun kembali oleh pemerintah dengan mengeluarkan master plan perencanaan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), yang sasaran-nya difokuskan pada pengembangan 18 aktivitas ekonomi utama.

21/01/12

PEJABAT IBLIS

Puji Tuhan saya ditakdirkan menjadi rakyat Indonesia. Alhamdulilah pemimpin-pemimpin Indonesia didalam hati dan pikirannya penuh rakyat. Bagaimana tidak? para pemimpin itu mengerti bahwa dasar dari sebuah ekonmi pertama-tama adalah urusan mata pencarian. Atas dasar tersebutlah, para pemimpin kita ini sering ribut tentang persoalan-persoalan rakyat, seperti etis atau tidakkah jika renovasi ruang banggar menghabiskan dana sampai Rp 20 M atau bagaimana mencari formulasi yang tepat untuk mengoptimalkan penurunan subsidi BBM agar rakyat tidak merasa terluka maupun kecewa. Penyebabnya bukan karena mereka takut jika rakyat kecewa dan terluka lalu melakukan gerakan people power sehingga keselamatan jiwa masing-masing pejabat dan keluarganya menjadi terancam, tidak mereka tidak takut itu. Mereka tidak takut dengan hal yang remeh-remeh seperti itu, yang mereka takuti hanya bagaiman pertanggung jawabannya jika mereka mati kelak dan anak-cucu beserta keluarganya tidak bisa menikmati kekayaan Indonesia.
Itulah mengapa saya sebut para pejabat-pejabat kita itu seperti Iblis. Iblis itukan secara hakikatnya sengaja meletakkan diri sebagai musuh utama umat manusia. Nah, filosofi iblis inilah yang dipakai oleh para pejabat kita dalam mengambil berbagai kebijakan-kebijakan untuk bangsa. Tujuannya agar rakyat Indonesia ini terlatih bermental kuat dengan kondisi yang serba terjepit dan nantinya akan keluar sebagai pemimpin dunia. Itulah sebenarnya tujuan mulia dari iblis-iblis tersebut. Contoh kebijakan apa yang menggunakan filosofi iblis? tentu kalau kita urai satu per satu akan terasa panjang dan membosankan. Maka dapatlah kita urai dan elaborasi satu-dua kebijakan yang lagi hot dibicarakan di media massa.
Pertama Pembatasan Subsidi BBM
Akar permasalahan dari pembatasan subsidi ini adalah pemerintah merasa berdosa memberi subsidi kepada rakyat. Kenapa merasa berdosa? tentu banyak bermacam-macam alasannya. Ada yang karena jika minyak kita ini dijual dipasaran yang sekarang harganya mencapai 111,8 dollar AS per barel, tentu uang-nya bisa kita pakai untuk membiaya kekurangan infrastruktur atau pendidikan dan lagian pendapatan per kapita kita sudah naik. Alasan kedua mungkin pemerintah merasa menjadi pemimpin dzalim karena subsidi bbm kita membengkat 103,3% dari kuota APBN-P 2011 sehingga alokasi dana untuk hal lain menjadi terkurangi. Yang ketiga karena pemerintah ber-filosofi seperti iblis maka dicarilah opsi bagaimana membatasi bbm tetapi tidak membebani rakyat dan mereka tidak berlaku dzolim. Tercetuslah ide agar masyarakat hijrah dari bbm ke gas. Harga gas per liter Rp, 4100 lebih murah dari harga bbm bersubsidi.
Nah, untuk merealisasikan hal tersebut pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp 3 triliun untuk “mengimport” alat konversi bbm ke gas yang rencananya dibagikan kepada angkutan umum secara gratis. Okey, karena kita bangsa yang besar tidak masalah kita “shodaqoh” pada negara lain karena-toh kita sudah naik peringkat secara pendapatan per kapita. Sampai disitu kecintaan pemerintah kepada rakyat-nya ternyata tidak. Karena pemerintah kita mempunyai filosofi iblis, ada beberapa elemen yang termasuk pakarnya seperti menteri ESDM untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut. Yang ditakutkan adalah keribetan atau pelaksanaan teknis di lapangan dalam menggunakan alat converter kit tersebut belum lagi SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas) yang belum ada. Bahkan ada perhitungan bahwa saat program tersebut diterapkan pada tanggal 1 April diperediksikan terjadi kelangkaan BBM subsidi di SPBU. Ah, tapi rakyat Indonesia adalah rakyat yang acuh tak acuh terhadap dirinya sendiri. Rakyat Indonesia adalah rakyat yang ahli krisis, sehingga krisis apa-pun selalu bisa dilawan oleh rakyat Indonesia. Coba kalau masyarakat luar negeri atau katakana-lah rakyat Nigeria misalnya, pasti terheran-heran dan bertanya rakyat anda kok kuat? dengan penderitaan seperti ini. Rakyat kami harga bbm kami naikkan dua kali lipat saja langsung mengadakan gerakan people power turun ke jalan. Disini kok tidak? bahkan dengan akibat ikutan yang hampir tidak jauh berbeda dengan Nigeria.
Kedua Masalah Renovasi Ruangan Banggar
Okey, kita tinggalkan masalah bbm dan segala keruwetannya. Mari masuk pada renovasi ruangan DPR. Sebenarnya rakyat Indonesia tidak ada masalah jika ruangan banggar itu direnovasi. Karena akan menjadi masalah jika kinerja wakil-wakil rakyat terganggu hanya karena masalah sepele ini. Karena rasa cinta rakyat Indonesia yang begitu besar terhadap wakil-wakilnya sehingga rakyat mengijinkan untuk merenovasi ruangan banggar tersebut. Namun karena filosofi iblis yang dipakai, sehingga wakil-wakilnya ini memintah rasa cinta rakyat Indonesia terlalu besar sehingga bisa dikatakan kebacut. Namun karena rakyat Indonesia maha pemaaf dan memahami dialektika sosial-politik sehingga hal diatas hanya dianggap sebagai sarana menempa diri untuk menjadi pemimpin dunia. Jangankan masalah banggar yang kalaupun jadi dibangun dengan anggaran sebegitu besarnya tidak akan berdampak langsung terhadap kehidupan mereka. Masalah yang berdampak langsung terhadap kehidupan mereka saja, rakyat Indonesia ini acuh tak acuh-kok. Namun yang sangat disayangkan mengapa wakil rakyat malu untuk mengakui kiriman cinta rakyat-nya? Bahkan cenderung menolak dan sengaja melempar bingkisan cinta tersebut, dari ketua DPR dan BURT ke sekjen DPR ke ketua Banggar sampai bullet seperti benang kusut
Didalam dialektika teologi beserta kebudayaan, kondisi-kondisi diatas tentu sangat disenangi oleh rakyat Indonesia. Ini berarti hasil cinta rakyat Indonesia mengantarkan mereka lebih dekat ke pintu surga. Karena dalam teologi-kebudayaan surga, orang yang tertindas adalah yang paling dekat dengan surga. Itulah mengapa saya sangat bersyukur hidup di Indonesia. Maka dalam sanubari saya diam-diam berkata “ah wakil rakyat” penolakan cintamu semoga tidak menjadikan Indonesia ini mendapatkan sebuah bayangan semu utopia kesejahteraan. Dan semoga kita dapat dipertemukan didalam Surga.

SUPPORT PT INKA SEKARANG ATAU HANCUR

Indonesia merupakan negara yang amat kaya raya, bahkan menjadi mitos yang tidak ada habisnya untuk dikutip. Namun selama ini, kekayaan tersebut hanya menjadi beban karena sulitnya mengubah kekayaan yang bersifat pasif, menjadi sebuah modal kekayaan yang bersifat aktif sehingga diperlukan adanya revolusi yang bersifat masif. Ekonom Amerika Henry George mengatakan bahwa revolusi kekayaan hanya bisa dibuat ketika kekayaan tersebut ditransformasikan menjadi sebuah modal dengan segala sistem produksi-nya. Karena itu, kunci untuk gerakan perubahan ini adalah kinerja manusia. Maka tepat-lah bahwa manusia hidup harus kerja, kerja dan kerja.
Hasil kerja tersebut saat ini nampaknya mulai muncul sinar kemilaunya. Salah satu sinar kemilau dari hasil kerja tersebut adalah terciptanya program Mendikbud dalam mengembangkan perakitan mobil yang dirakit oleh anak SMK. Seperti hal-nya sebuah iklan yang membutuhkan endoser untuk memasarkannya. Hasil perakitan mobil yang diberi nama Esemka ini beruntung mempunyai endoser bereputasi bagus, yaitu Jokowi wali kota Solo. Yang lebih membuat sinar kemilau keberhasilan dari etos kerja, kerja dan kerja adalah mulai bangkitnya PT INKA. Seperti yang dikatakan oleh Dahlan Iskan (Jawa pos,16-01-2012) bahwa PT INKA saat ini mulai melangkah dengan pasti walau masih dalam tahap membangun kembali reputasi bisnisnya yang hancur pada tahun 1998.
Remah-remah Sejarah
Tulisan dari Dahlan Iskan membuat saya menegok ke belakang melihat sejarah BUMN. Cikal bakal BUMN adalah adaya periodesasi nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada tahun 1957 yanng kemudian di buat aturan legal melalui peraturan pemerintah (Pp) tahun 1960. Namun yang sangat disayangkan gerak laju yang positif tersebut tidak diimbangi dengan dipersiapkannya Nahkoda-nahkoda handal beserta Abk yang handal untuk mengendarai BUMN-BUMN tersebut. Akibatnya seperti yang sering kita dengar BUMN-BUMN tersebut sebagian besar mengalami kerugian tak terkecuali PT INKA.
Gagasan awal mendirikan PT INKA adalah untuk mendukung pembangunan infrastruktur serta memperlancar mobilitas masyarakat. Atas dasar tersebut sekitar tahun 1981 PT INKA lahir untuk menjawab tantangan tersebut. Apa lagi pada saat itu Pemerintah sedang giat-giat-nya menggalakkan pembangunan ekonomi di segala bidang. Maka tentu posisi PT INKA sangat strategis dalam mendukung pembangunan perekonomian bangsa. Dalam perjalan sejarahnya, produk PT INKA sudah diakui oleh dunia Internasional. Namun pada tahun 1996 Bank Dunia mencetuskan Proyek Efisiensi Perkeretaapian (PEP) sehingga menghilangkan kekuatan produksi PT INKA apa lagi ditambah dengan badai krisis ekonomi 1998. PEP mensyaratkan penggunaan sarana dan prasarana perkeretaapian dari negara-negara kreditor utama Bank Dunia. Syarat ini meliputi penggunaan gerbong dari Jepang dan Jerman, sistem persinyalan dari Belanda, dan jembatan dari Australia. Inilah yang tertinggal dari remah-remah sejarah perkerata Apian kita.
Bunuh Diri dan Melahirkan Diri Yang Baru
Tepat kiranya jika Dahlan Iskan memberikan masukan bahwa PT INKA yang baru keluar rumah sakit akibat kebijakan “bunuh diri” PEP perlu melahirkan diri yang baru yang fokus terhadap core business-nya yaitu membuat kereta api. Dengan diri yang baru ini, PT INKA diharapkan mampu memberikan solusi-solusi cerdas dalam menyelesaikan keruwetan kondisi infrastruktur di Indonesia. Sehingga sektor rill dapat bergerak lebih cepat dan perputaran uang seperti yang diformulasikan oleh Irving Fisher juga ikut berputar lebih cepat.
Dalam kacamata ilmu ekonomi, setiap investasi di sektor riil memiliki efek ganda (multiplier effect). Melalui ketersediaan sarana perkeretaapian yang diproduksi oleh PT. INKA, mampu menimbulkan efek ganda bagi kegiatan produksi ekonomi nasional. Sehingga hasil produk PT INKA mampu mendrive perputaran ekonomi Nasional. Selain itu dengan menjatuhkan pilihan memproduksi sarana perkeretaapian di dalam negeri, dapat menyediakan lapangan kerja yang besar dan menggerakkan perekonomian secara riil. Ini merupakan dampak ikutan dari penyediaan komponen sarana perkeretaapian, mulai dari komponen-komponen teknis sampai komponen interior kereta yang tidak seluruhnya bisa ditangani oleh PT. INKA, dapat disub-kontrakkan kepada koperasi dan usaha kecil-menengah di Indonesia. Dengan sendirinya, pilihan untuk tidak memakai produk sarana perkeretaapian dalam negeri menghilangkan peluang efek ganda bagi pengembangan perekonomian nasional. Serta jangan sampai kita mengulangi kebodohan kita di tahun 1996.

03/01/12

EKONOMI MAZHAB NASIONALISME

Setiap kali mendengar pertanyaan perekonomian kita bagus yang didasari data BPS serta Bank Indonesia pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1% (2010) laju inflasi sebesar 7,0 (2010) serta arus investasi masuk sebesar US$ 13,304 Miliar (2010) tapi mengapa bangsa ini tidak maju-maju? Saya sebagai mahasiswa ilmu ekonomi selalu terteror. Rasa terteror tersebut semakin meningkat mana kala pertanyaan tersebut selalu dilontarkan dari tahun ke tahun, dari seminar ke seminar bahkan terakhir dari seorang sahabat saya. Setelah saya buka beberapa literatur lama dan coba untuk mencocok-cocok-kan jawaban atas pertanyaan tersebut maka tidak ada kalimat pembuka yang pas selain kalimat pembuka dari almarhum Ernest Gallner, satu dari seorang ahli yang mendalami teorisasi nasionalisme:
“Nasionalisme merupakan sebuah gejala ajaib dimana tidak sepenuhnya jelas penyebabnya mengapa gejala ini terjadi. Mengapa manusia lama yang terikat pada sarang sempit primordialnya diganti bukan oleh ajaran filsafat pencerahan tentang manusia universal, melainkan oleh manusia khusus yang lolos dari ikatan lamanya, dan kemudian menghidupi mobilitas dalam batas-batas yang kini ditetapkan secara formal, yaitu sebuah kultur dalam lingkup negara-bangsa”.
Mengapa kalimat tersebut saya pilih sebagai pembuka? karena saya yakin seyakin-yakinnya bahwa nasionalisme merupakan akar dari sebuah ekonomi suatu bangsa (hal senada juga disampaikan oleh ekonom Joan Robinson). Membicarakan masalah ekonomi yang umumnya dipahami sebagai urusan meningkatnya pertumbuhan, memainkan tingkat suku-bunga, kemudahan keluar-masuk investor atau juga ketakutan akan penurunan indeks saham, ekonomi mazhab nasionalisme pasti merasa asing dengan sebutan diatas. Apa lagi ditambah data kenaikan penjualan mobil yang berkisar antara 400-600 unit/hari menambah sederetan keterasingan jika bicara tentang ekonomi mazhab nasionalisme. Rasa asing terebut berubah menjadi sebuah hambatan yang akhirnya menjadi sebuah apriori untuk memelajari ekonomi mazhab nasionalisme. Dan ketika kita memperbincangkan ekonomi mazhab nasionalisme dibenturkan dengan masalah globalisasi atau masyarakat ekonomi Asean 2015 tentunya akhirnya turun ke pertanyaan kemungkinan dan ketidakmungkinan, sehingga menimbulkan berlapis-lapis kesulitan adalah satu kepastian.
Komunitas Konsumen
Kapital, tenaga kerja dan teknologi didalam ilmu ekonomi disebut fungsi produksi cobb-douglass yang menjadi alat analisis popular dalam studi serta penelitian ekonomi. Kaitan ketiganya bersifat intrinsik, dalam arti hanya dengan kaitan mutual ketiganya proses produksi terjadi. Pola itu berlaku pula untuk berbagai barang/jasa yang kita konsumsi. Selanjutnya barang dan jasa ditawarkan kepada pasar untuk kemudian produsen mendapatkan imbal hasil berupa laba. Barang dan jasa yang telah dilempar ke pasaran tidak otomatis laku seperti yang dikatakan oleh Hukum Say “production creates its own demand”.
Namun pemikiran tersebut hendaknya perlu direvisi ulang. Perkembangan pasar dunia modern telah menciptakan berbagai derivative iklan yang ditawarkan. Sehingga hukum say yang ditolak dan dianggap tidak relevan kini mulai sedikit menemukan sebuah kerelevanan di jaman modern. Beberapa tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2003, Harry B Priono pernah menulis sebuah opini di harian kompas yang menceritakan bahwa permintaan tidaklah bersifat alami. Permintaan dapat dibuat dengan menggunakan kecanggian sebuah iklan dengan sasaran mempengaruhi tiga insting manusia yaitu: nafsu kepemilikan, sifat privilese dan memainkan daya tarik romantisme-sensualitas. Sama seperti sebuah negara yang tidak serta muncul menjadi negara akibat mekanisme pasar tetapi hal tersebut tercipta dari sebuah kesengajaan.
Sepanjang sejarah perekonomian modern Indonesia jarang sekali mengalami underconsumption selalu terjadi overconsumption. Sebagai contoh, data historis dari BPS antara tahun 2007-2009 konsumsi masyarakat Indonesia mengalami peningkatan berturut dari 5% , 5,3% dan 4,9% atas dasar harga konstan 2000. Maka benarlah statemen wakil Menteri Keuangan dan wakil Menteri Perdagangan bahwa konsumsi domestik yang tinggi merupakan penopang perekonomian dalam negeri. Namun dari data makro yang dipaparkan, kita tidak tahu apakah konsumsi masyarakat yang tinggi merupakan bagian dari normal consumption atau merupakan Konsumerisme? Normal consumption merupakan pembelian barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan sedangkan konsumerisme merupakan sikap yang bermewah-mewahan atau berlebih-lebihan bahkan masuk menjadi sebuah ideology baru emo ergo sum (saya shoping maka saya ada). Nah, sifat konsumerisme inilah yang dibidik oleh perancang iklan dan perusahaan-perusahaan dari Jepang, Cina dan India atau singkatnya multinational corporation (MNC).
Premis Ekonomi Mazhab Nasionalisme
Jantung pemikiran ekonomi mazhab nasionalisme adalah ekonomi pertama-tama merupakan sebuah urusan matan pencaharian (livelihood). Mata pencarian adalah sebuah usaha (effort) untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mungkin ini terdengar sederhana namun sering kita lupakan. Salah satu sebabnya adalah mengartikan sebuah ekonomi dengan mekanisme pasar. Hal tersebut bukan berarti mekanisme pasar tidak berguna bagi ekonomi, tetapi mengartikan ekonomi sama dengan mekanisme pasar adalah sebuah kesesatan yang sangat sesat. Lantaran diartikan sebagai mekanisme pasar, ekonomi tidal lagi diartikan berurusan dengan mata pencarian tetapi pada sebuah akumulasi (value added). Itulah mengapa istilah ekonomi selalu dikaitkan dengan bisnis sehingga terbentuk mainframe bagaimana mengubah 5 miliar, menjadi 100 miliar kemudian menjadi 1500 miliar dengan atau tanpa mempedulikan tumbuh atau tidaknya mata pencarian.
Salah satu contoh nyata dapat kita lihat pada buku saku dari A. Prasetyanko, bahwa hari ini urusan pangan telah berubah dari urusan moral-ekonomi menjadi sebuah bisnis murni. Hari ini petani lebih senang untuk menanam jagung, kelapa sawit karena mempunyai prospek lebih menguntungkan dari pada menanam padi. Maka tidak-lah kita tergaket-kaget bahwa kita selalu import meskipun ada juga unsur kesengajaan diluar itu. Persoalan menjadi semakin rumit apa bila yang dimaksud petani di buku tersebut bukan-lah petani secara orang per-orang, tetapi industri pertanian yang amat besar seperti: Monsanto, DuPont, Dow Agriscinces dan Syngenta. Maka tidaklah mengherankan untuk dapat melayani dan menjaga akumulasi tersebut tetap ada, maka diterbitkan sebuah wacana-wacana didalam media-media untuk tetap memelihara kelupaan kita tentang urusan mata pencarian tersebut.
Sungguh sebuah ilusi jika kesesatan tersebut merubah Negara ini menjadi lebih baik. Dalam konteks tersebut, ilusi juga bermetamorfosis menjadi sebuah ambisi. Seluruh ambisi tersebut tertuang dalam format rencana jangka panjang pembangunan nasional 2011-2025 yang satu dan lain hal kita sekali lagi terjebak dengan dongeng dari wacana-wacana lembaga luar negeri. Bahkan ilusi tersebut semakin menjadi dengan timbulnya wacana bahwa jika mayoritas negara kita berhasil memperoleh skor Toefl sebesar 600 maka akan menjadi sebuah negara maju. Ilusi tersebut akan dengan sendirinya memudar jika kita bandingkan persentase kemampuan berbahasa Inggris orang Cina, Korsel, Rusia bahkan Jepang.
Dibalik ilusi tersebut pemikiran mazhab nasionalisme bekerja berdasarkan gagasan anti-naturalistik yang berjalan diantara ketegangan abadi antara kehendak bebas individualitas dan keterjeratan sosialitas. Ketegangan tersebut jangan serta merta dicabut dari akarnya yang tentu akan menciptakan sebuah ilusi baru. Dalam kondisi saat ini, mungkin visi ekonomi mazhab nasionalisme terlalu menyilaukan. Namun, ijinkan saya untuk menurunkan sinar kemilaunya hanya pada tingkatan seandainya jika tulisan ini mampu menyentuh hati dan pikiran saja pada para pembaca merupakan sebuah mukjizat besar. Selebihnya, apa kita terlalu kerdil dengan pemikiran ekonomi mazhab nasionalisme atau Ekonomi mazhab nasionalisme terlalu besar bagi kita.

17/12/11

MEMBANGUN MODEL BISNIS BAHARI KITA

Sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia semestinya Indonesia menjadi negara maju dan besar. Dalam UU No 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN), pemerintah mencanangkan Indonesia sebagai negara terbesar ke 12 se-dunia dengan pendapatan per-kapita antara $ 13.000-$16.100 dan menjadikan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju dan kuat berdasarkan kepentingan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah telah membuat rencana pengembangan perekonomian Indonesia di masing-masing pulau yang nantinya lautan akan menjadi penghubung utamanya.
Namun pertanyaan besar kemudian muncul, akankah misi yang mulia menjadi sebuah negara kepulauan yang maju dapat terwujud, mengingat semangat bahari didalam jati diri bangsa ini sudah lama hilang? Data PDB Indonesia menunjukkan bahwa kontribusi sektor kelautan untuk perekonomian nasional masih sangat rendah bahkan kurang dari 10% dan hampir seluruh wilayah peseisir di Indonesia menjadi kantong-kantong kemiskinan karena. Selain itu pengamatan yang penulis lakukan di beberapa wilayah pesisir menyimpulkan bahwa sektor kelautan memiliki 3 karakteristik utama yaitu: ketidakpastian yang tinggi, biaya tinggi dan hasil yang sedikit. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya pendidikan tentang kelautan di lembaga pendidikan yang ada bahkan untuk sekedar menjadi pelajaran muatan lokal-pun juga tidak ada. Lalu tidak adakah solusi dari pemerintah? Ya ada, tapi hal tersebut masih berupa solusi-solusi teknis dan tidak sustainable hanya bersifat musiman. Seperti yang dikatakan oleh Arif Satria ahli kelautan dari IPB bahwa berbagai masalah sumber daya lautan yang selama ini timbul lebih sering dipahami sebagai masalah teknis dan diberikan solusi teknis untuk menyembuhkannya.
Komunitas Kerja Bahari
Secara teoritis prinsip membangun komunitas kerja harus memperhatikan berbagai dimensi yaitu socio-economic, socio-cultural dan institutional sustainability. Mengapa harus dimulai dari komunitas? Karena masyarakat pesisir merupakan pilar utama dalam pembangunan ekonomi bahari. Mengabaikan masyarakat pesisir berarti mengurangi tingkat skala ekonomi menjadi tidak optimum. Membangun komunitas kerja bahari, berarti merancang layananan berbasis-masyarakat untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan mengarahkan sumber daya, keahlian dan kerifan lokal untuk kesejahteraan bersama.
Fungsi lain dari pembangunan komunitas adalah agar perencanaan yang telah dibangun tidak ditolak oleh masyarakat. Lazimnya masyarakat tradisonal, masyarakat pesisir memiliki prinsip moral lebih dominan dari pada rasionalitas ekonomi sehingga pendekatan ekonomi akan sulit bekerja pada masyarakat pesisir. Oleh karena itu, mengapa kebijakan yang bersifat teknis sering kali mengalami kegagalan saat diimplementasikan di lapangan. Selain itu, kelebihan pendekatan pembangunan komunitas kerja bahari adalah: proses pengembangan masyarakat bahari dikerjakan atas dasar pengetahuan lokal, bersifat unik pada masing-masing wilayah dan berkelanjutan serta membutuhkan biaya yang tidak terlalu mahal.
Membangun Model Bisnis Bahari
Model bisnis bahari tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian integral dari proses pembangunan komunitas kerja bahari. Model bisnis bahari di masing-masing wilayah boleh unik dan beda namun tetap dalam koridor master plan ekonomi pemerintah. Sebagai contoh model bisnis bahari di distrik Chuo Tokyo Jepang (JawaPos 10/12/2011). Corak bahari penduduk distrik Chuo kebanyakan merupakan nelayan dan pedagang.Sehingga untuk memfasilitasi hal tersebut, pemerintah Jepang mendesain model bisnis bahari didistrik Chuo dengan membangun pasar raksasa. Pasar tersebut dibagi menjadi dua area yaitu area bagian dalam khusus untuk tempat pelelangan ikan dan penjualan masakan laut. Bagian luarnya khusus untuk menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari. Pasar ini telah berdiri sejak tahun 1935 atau 76 tahun dan merupakan salah satu daya tarik wisata. Beda lagi dengan model bisnis bahari yang dikembangkan di kota Osaka. Kota Osaka pada tahun 1994 pernah memiliki PDRB sebesar US$ 830 Milyar atau setara dengan 2% GNP dunia. Corak bisnis bahari yang dilakukan oleh penduduk kota Osaka adalah perdagangn dan transportasi. Karena alasan inilah pemerintah kota Osaka tidak membangun pasar seperti di distrik Chuo, tetapi membangun model bisnis bahari kota dengan membangun dan mengelola sarana transportasi laut yang lebih bercorak manufaktur.
Apa yang dapat kita ambil pelajaran dari Jepang untuk membangun sistem ekonomi bahari kita? Ada dua faktor yang dapat kita ambil dari dua kota Jepang tersebut. Pertama adalah membangun model bisnis bahari haruslah memperhatikan key resource yang ada di kota tersebut. Jika sektor kelautan kota tersebut banyak menghasilkan ikan maka bangun-lah infrastruktur yang mendukung produksi perikanan. Bila kota tersebut merupakan kota perdagangan maka bangunlah infrastruktur kelautan yang menunjang perdagangan. Faktor kedua adalah: karakteristik komunitas kerja bahari. Jika komunitas kerja bahari pada suatu kota lebih senang menjual hasil laut dalam bentuk bahan mentah maka bangun-lah infrastruktur yang mampu mempercepat atau menambah nilai dari hasil laut yang mentah tersebut. Jika komunitas kerja bahari pada suatu kota lebih senang menjual hasil laut dalam bentuk hasil olahan industri, maka bangun-lah infrastruktur yang dapat memperlancar kinerja industri kelautan. Karena tanpa adanya komunitas yang bekerja, kecil kemungkinan pembangunan ekonomi bahari akan dapat berkembang. Mungkin itu merupakan jawaban secara ekonomi, mengapa pembangunan bahari beberapa daerah di seluruh Indonesia gagal, seperti salah satu contoh: pasar ikan di Kedung Cowek Surabaya gagal atau pembangunan ataupun kebijakan ocean plan menjadi kurang berhasil. Sungguh sangat disayangkan jika potensi besar yang seharusnya mampu membawa Indonesia menjadi negera maju tidak menjadi kenyataan hanya karena tidak dilihatnya dua faktor penentu pengembangan bisnis bahari (key resource dan komunitas kerja bahari) tak diperhatikan dalam membangun sektor bahari disuatu kota Indonesia. Sebagai kota perdagangan maritim yang mempunyai sejarah panjang, Surabaya mungkin dapat menjadi pilot projek untuk pengembangan model bisnis bahari di Indonesia.