27/12/10

JANGAN PERNAH LETIH MENCINTAI INDONESIA

Pendahuluan
Gegap gempita kemenangan 5-1 atas Malaysia telah membangkitkan jiwa nasionalisme di hampir seluruh masyarakat Indonesia. Dari sisi politis jelas kemenangan ini berdampak pada “merasa” Indonesia telah berhasil membalas kekalahan di bidang diplomasi, kebudayaan dan hukum internasional. Ya perseteruan itu sejak lama telah tertanam di hati kedua belah saudara serumpun. Indonesia, sejak kemenangan itu engkau seakan-akan telah berhasil berubah dari burung emprit menjadi seekor Garuda. Ya, Garuda yang tertanam didadaku.
Ngomong-omong tentang garuda, Indonesia tidak akan bisa lepas dari sejarahnya. Lambang garuda mempunyai makna penting bagi rekam jejak negara kita. Dengan tambahan pancasila, lambing garuda dan merah putih telah menjadi alat pemersatu bagi Negara dengan tingkat ke-anekaragaman tertinggi se-Dunia. Teringat jelas bagaimana dulu di sekolah dasar (SD), masih goblok-gobloknya penulis menghafalkan Garuda pancasila. Dari sila satu-sampai sila lima plus nyanyiannya.
Mitologi Kuno
Kini 10 tahun sudah penulis meninggalkan jaman kebodohan tersebut. Jaman dimana penulis di “ceritani” tentang hari kesaktian pancasila (G30S/PKI), dipaksa-paksa menghapalkan PANCASILA dan penderitaan-penderitaan lainnya. Kini setelah dewasa penulis berpikir Ah, garuda, ah pancasila apa-an tu. Itu semua hanyalah khayalan dan SYIRIK kepada Tuhan YME. DI jaman globalisasi, yang katanya tidak diperlukan ideology, yang katanya kita bisa hidup makmur saling bergandengan dan berpelukan. Atau di jaman terbukanya kepintaran dan kesucian orang-orang suci yang berpandangan ah pancasila hukumnya SYIRIK.
Aku nikmati saja semua bunga-bunga indah itu. Berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Menabrak-nabrakkan pemikiran Tuhan YME yang sempat mampir dalam otakku. Merenung di pojok warung kopi, sambil bertanya Hai Garuda apa kabarmu sekarang??? Apakah engkau masih sakti Garuda? Atau apakah engkau sudah menjadi emprit yang tak bisa bangun lagi? Kalah oleh pemikiran-pemikiran “maju dan modern????? Kuingat kembali pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
“ Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, didorongkan oleh keinginan luhur supaya berperikehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya……”
Inilah cita-cita awal Bangsa kita, para pendiri Negara Republik Indonesia. Mengapa mereka menciptakan Garuda Pancasila. Garuda adalah burung mitologi asli buatan bangsa Indonesia. Bangsa yang konon katanya punya sejahra amat tua di muka bumi ini. Untuk menjamin sebuah negara yang bebas, maka pertama harus memiliki pegangan yang kuat. Pegangan yang dapat diterima oleh elemen-elemen bangsa Indonesia. Maka dari itu keterbatasan kita, maka ditransferkannya pemikiran-Nya kedalam ubun-ubun para pendiri bangsa, lahirlah pembukaan UUD 1945 dengan pancasila didalamnya. Pancasila menandakan cita-cita dibentuknya NKRI. I’idee pousse a I acte, ide dan cita-cita besar yang harus diwujudkan dalam kenyataan.
Menegakkan Benang Rapuh
Kini setelah melewati ruang dan waktu 65 tahun lamanya. Pancasila mulai digugat, mulai ditinggalkan dan mulai tidak dihiraukan. Sebagian Orang-orang pintar, cerdas, suci dan berbagai sebutan kemodern-an, menganggap pancasila hanya diperlukan saat kita belum merdeka. Diperlukan sebagai alat politik untuk menyamakan kepentingan kemerdekaan Indonesia. Pancasila perlahan engkau dilupakan. Coba tengok pemuda-pemuda lugu masihkan mengingat nama engkau di hati mereka????
Garuda sang pembawamu tak pernah satu detik-pun menutup mulutnya untuk terus mengagungkan nama-mu. 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu dan 365 hari dalam setahun dikali 65 tahun si Garuda tetap terbuka mulutnya untuk tetap berkata “Hai Bangsa Indonesia, Jangan Lupa di Dadaku Ada Senjata Luhur Hasil Karya Kebudayaanmu Sendiri” itu bukan karya Karl Max, bukan karya Adam Smith, Plato, Aristotels, Imam Khomeni, Khalifah manapun. Itu murni semurni-murninya hasil kebudayaan yang telah melewati ribuan tahun. Namun yang tiada yang mendengar, tiada yang menghiraukan.
Namun tiba-tiba saja keajaiban itu terjadi, mendadak semangat nasionalisme itu muncul kembali. Piala AFF telah membantu sedikit membuka gerbang tersebut. Namun hanya burung Garuda yang mendapat tempat “di Dadaku” sedang Pancasila, tak tahu entah kemana. Dengan kepercayaan tinggi dan membusungkan dada, Nasionalisme maju perlahan tapi pasti membantai semua lawan di piala AFF. Semakin lama garuda didadaku semakin besar. Namun hari ini, tepat tanggal 26 Desember 2010 dada itu menciut. Garuda seakan-akan berubah menjadi Emprit, burung kecil tidak berdaya.
Jangan Pernah Letih Mencintai Indonesia
Tak mudah mencintai sesuatu yang sudah kuno. Tak mudah menata mental untuk bangkit kembali. Dengan kondisi ketimpangan sosial yang makin lebar, buruknya sisem hukum, pendidikan, persebakbolaan dan sistem negara kesatuan kita. Masih tetap ada cahaya tersebut. Selama Burung Garuda tegak berdiri, selama pancasila masih berada didada Garuda. Selama itu Bangsa ini akan melangkah maju ke depan. Kata Sutan Sjahrir “ Aku cinta pada negeri ini, terutama barang kali karena aku mengenal mereka sebagai pihak yang menderita, pihak yang kalah. Untuk itu, Masyarakat Indonesia dukung terus Timnasmu, dukung terus pembinaan atlet lokal berpotensial, dukung terus perbaikan sistem pendidika dan cara mengajar. Dukung terus penegakan keadilan. Jangan pernah merasah letih untuk mencintai Indonesia. Mencintai Pancasila dan Mencintai sebuah perjuangan. Indonesia Yakin Usaha Sampai

07/11/10

ACTION FOR INDONESIA

Tanah airku tidak ku lupakan, kan terkenang didalam hidupku. Tanahku yang ku cintai engkau ku hargai. Walaupun badai terus menerpamu, engkau tetap kebanggaanku. Indonesia dibalik kekayaan alammu, engkau menghadirkan sebuah tantangan yang begitu besar. Mulai dari: Keserakahan sebagian bangsamu, keserakahan dari bangsa asing, potensi bencana alam dan beberapa tantangan lainnya. Sekitar 75% kabupaten di Indonesia rawan bencana. Perinciannya, 110 kabupaten/kota rawan bencana gunung berapi, 149 kabupaten rawan kekeringan , 154 kabupaten/kota rawan longsor dan 83 kabupaten/kota rawan tsunami.
Ilmu Bencana
Dunia tidak bisa ditundukkan tanpa menggunakan ilmu. Ilmu selalu membukakan cahaya didalam kegelapan. Begitu juga bencana yang terjadi saat ini. Bencana gunung merapi, bencana tsunami dan bencana banjir Wasior tidak terlepas dari kelalaian manusia Indonesia betapa pentingnya sebuah ilmu. Ilmu itu bermacam-macam. Ada ilmu Ilmiah yang pembuktiannya melalui uji teori yang sudah ada. Ada ilmu titen yaitu ilmu dengan melihat gejala alam dalam jangka waktu yang lama. Ada ilmu gaib yaitu ilmu diluar logika manusia. Ada ilmu agama yaitu ilmu yang menyangkut kepercayaan. Dan masing-masing pokok ilmu tersebut mempunyai cabang ilmu yang tidak terhitung banyaknya.
Ilmu membutuhkan sebuah pengorbanan yang besar untuk mendapatkannya. Membeli sebuah ilmu dibutuhkan waktu dan biaya yang tidak murah. Namun, kebiasaan sebagian besar masyarakat kita adalah mengeluarkan waktu dan biaya sedikit mungkin untuk mendapatkan ilmu tersebut. Hal inilah yang menjadi penyebab kebuntuhan ilmu di negeri ini. Dari kecil kita didik untuk menghindari resiko, menghindari apa yang dinamakan “pemborosan waktu”. Kita terbiasa menjawab soal dengan pakem A=A, jika ada jawaban A=B tanpa pikir panjang jawaban itu langsung dianggap salah, jawaban sesat, bahkan jawaban mursal. Itulah sebabnya tradisi berpikir, tradisi mencari, tradisi ijtihad dan tradisi kreatif dalam kehidupan berilmu di Indonesia cenderung lemah.
Bencana alam Gunung Merapi dan Tsunami memang tidak dapat dihentikan. Namun bencana banjir di Wasior dapat dicegah jika ilmu konservasi alam di terapkan secara benar (misalnya). Bencana Merapi dan Tsunami dapat dikurangi dampak kerusakan jika kita mengacu pada ilmu sejarah (misalnya). Suatu contoh: saat bencana terjadi pasti pertama-tama kendala kita adalah masalah transportasi dan komunikasi. Dua hal tersebut selalu menjadi kendala utama dan terus terjadi berulang-ulang. Alangkah lebih cepat dan tanggap jika kita ingat akan sejarah tersebut dan memikirkannya bagaimana membuat saluran transportasi dan komunikasi darurat secara efisien dan efektif didaerah lain yang rawan bencana. Alangkah lebih bagus lagi jika para ahli, ilmuwan dan cendekiawan kita meninggalkan apa yang disebut NATO (No Action Talk Only).
Dari Pray Menjadi Action
Pray for Indonesia sebuah selogan yang kini marak digunakan oleh media telivisi, internet dan masyarakat Indonesia. Sebetulnya istilah Pray sendiri bermakna: kita memohon/berharap dan berdoa agar Indonesia ini terhindar dari bahaya dan bencana dan itu sangat mulia sekali. Namun, pray saja tidak cukup harus diikuti kata action. Pray adalah kata kerja bentuk pasif karena kita memohon, sedang action adalah kata kerja bentuk aktif yang artinya kita melakukan sesuatu. Sekarang kita sejenak berpikir, bayangkan kita berada dalam sebuah kelas yang berisi 40 siswa dan 1 orang guru. Kira-kira guru lebih cepat hafal dan simpati pada siswa yang Aktif atau siswa yang Pasif? Ini adalah logika manusia jangan disamakan dengan logika Tuhan.
Logika Tuhan, tentu hanya Tuhan yang tahu dan menjadi hak preogatif Tuhan itu sendiri. Namun itulah kita, menggunakan kata action berarti kita mengorbankan waktu, tenaga dan juga uang kita untuk membantu saudara kita, untuk membantu memikirkan bagaimana dampak jangka panjangnya. Apakah nanti saudara kita bisa pulih lagi perekonomiannya? Apakah saudara kita nanti tidak mengalami trauma? Sehingga malas menjadi produsen bahan pangan? Apakah nanti saudara kita trauma tinggal ditepi laut? Sehingga tidak ada yang mengelola laut kita? Dan beribu apakah yang harus kita jawab, jika kita menggunakan kata action. Itulah resiko yang harus kita tanggung jika menggunakan kata action. Maka untuk mengambil resiko sekecil mungkin kita menggunakan jalan Pray tadi.
Penutup
Butuh waktu untuk mengubah semua hal. Butuh waktu untuk mengubah tradisi berpikir dan mencari. Butuh waktu merubah tradisi dari pasif menjadi aktif. Indonesia engkau adalah bangsa yang besar, bangsa yang mempunyai sejarah panjang. Budayamu, kekayaan alammu, ketinggian akhlak pendudukmu, kearifan lokal, kecepatan belajar pendudukmu. Semua-semua jangan sampai terkubur dan mati begitu saja. Semua-semua jangan sampai berubah dari aktif menjadi pasif. Berubah menjadi aktif bukan untuk mencari sebuah lebel dalam diri kita. Berubah menjadi aktif adalah untuk kembali kepada diri kita sendiri yang sejati. Dan ternyata itu membutuhkan waktu yang tak terhingga.
Namun saudaraku, saudara kita yang ada di Yogya dan sekitarnya, Mentawai dan sekitarnya, Wasior dan sekitarnya tidak punya banyak waktu untuk menunggu. Aksi kita, uluran tangan kita dan tentu saja pray kita ditunggu oleh saudara-saudara kita. Jangan sampai saudara kita yang menolong adalah tetangga kita. Akhir kata Action For Indonesia. Yakin Usaha Sampai. Amin.

12/10/10

MASIHKAH KITA MENUTUP MATA?

Kalau satu negara penuh dengan kekayaan alam, tetapi lemah semangat persatuan, lemah intelektual dan mempunyai mental babu, maka negara itulah yang akan jadi umpan atau makanan negara yang gagah perkasa( Tan Malaka,Madilog). Ungkapan ini diucapkan Tan Malaka didalam bukunya yang berjudul Madilog(Materialistik, Logika dan Dialektika) sejak 70 tahun yang lalu. Yang penulis rasa masih pas untuk kita obrolkan. Dalam tulisan ini penulis tidak akan membahas tentang bagaimana dan apa itu Madilog? Tapi penulis lebih sekedar bercerita bagaimana hubungan antara kekayaan alam, intelektual, semangat persatuan dan lingkungan.
Kawan akhir-akhir ini sering sekali bencana alam menimpa negeri ini, mulai dari bumi Aceh sampai bumi Papua. Bisa dikatakan dari Sabang sampai Merauke sudah pernah terkena bencana. Kawan menurut berita yang penulis dengar, banjir yang menimpa kota Wasior Papua merupakan akibat badai La Nina. Badai jahat yang membawa udara basah sehingga menimbulkan hujan badai yang besar dan terus menerus. Kawan menurut para Ahli klimatologi dan sejenisnya, badai ini merupakan saudara kandung dari badai El Nino. Kedua badai ini muncul dikarenakan adanya fenomena yang disebabkan oleh perubahan iklim (climate change).
Kawan kegiatan ekonomi pada abad 21 telah mengeksploitasi sumber daya alam untuk menghasilkan output dan menaikkan pendapatan domestik bruto (PDB). Kegiatan eksploitasi yang dilakukan terus menerus menimbulkan sebuah eksternalitas negatif berupa kerusakan lingkungan. Hukum permintaan dan penawaran tidak memasukkan faktor lingkungan didalam penentuan nilai dan harga sebuah barang. Semakin tinggi permintaan akan sebuah barang dan semakin sedikit persediaan barang tersebut menyebabkan harga barang menjadi mahal. Pada umumnya barang hasil sumber daya alam mempunyai nilai tinggi dan harga yang mahal didalam pasar. Minyak bumi, batu bara, tembaga, emas adalah contoh barang tambang yang mempunyai nilai tinggi dan harga yang mahal di pasar dunia.
Kawan masih ingatkah engkau tentang hukum Termodinamika? Hukum ini berbunyi bahwa proses perubahan suatu zat menjadi zat lain akan menghasilkan zat sisa yang dinamakan limbah, zat sisa ini bisa berwujud padat, cair dan gas. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi dikembalikan kepada lingkungan melalui sungai, tanah dan udara. Limbah yang ada semakin lama-semakin bertumpuk, dan lingkungan tidak dapat menetralkan secara alami. Sehingga alam yang menjadi pijakan hidup manusia mengalami penurunan kualitas.
Inilah kawan, inilah pokok permasalahan kita, limbah buang. Kawan dijaman serba modern, kecepatan pertumbuhan ekonomi lebih diperhatikan dari pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Perbedaan paling mendesar dari kedua konsep ini adalah memasukkan dan tidak memasukkan variabel lingkungan didalam perhitungan perencanaannya. Lebih mudahnya, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan tmerupakan 2 konsep yang tidak bisa dilakukan disatu tempat dalam waktu yang bersamaan.
Kawan perekonomian kita sebagian besar ditopang oleh kekayaan alam alias bahan mentah. Bahan mentah tersebut seperti Minyak bumi, tembaga, batu bara, timah, kayu, air dll. Semua itu adalah penopang perekonomian kita kawan. Apa lagi sistem perkonomian kita menganut menganut sistem perekonomian terbuka menyebabkan, perekonomian Indonesia terhubung secara langsung dengan sistem perekonomian dunia. Implikasinya kita terhubung dengan pergerakan modal internasional.
Teori investasi mengatakan bahwa semakin kecil hambatan perdagangan akan mempertinggi fluktuasi perpindahan aliran modal. Celakanya 70% modal perekonomian kita tetap dikuasai oleh negara asing. Memang teori komperatif perdagangan internasional hal tersebut bukan masalah, selama terjadi pertumbuhan ekonomi is okey no problem. Namun akan menjadi masalah jika kita hubungkan dengan masalah lingkungan atau stabilitas perekonomian nasional (misalnya). Kenapa hal itu terjadi? Akan penulis ceritakan pada paragaf berikutnya.
Semua pergerakan modal dewasa ini masuk pada pasar keuangan atau pasar modal. Memang ada yang foreign investment (investasi langsung/PMA). Saat investor ingin memasukkan dana pada pasar keuangan atau pasar modal, tentu investor melihat saham mana yang mempunyai prospek cerah. Prospek cerah ini ditinjau dari tiga hal. 1. Laporan keuangan, 2. Output yang dihasilkan dan 3. Stabilitas harga saham tersebut. Semua tiga komponen diatas bermuara pada proses produksi. Saat proses produksi baik, maka seluruh tiga komponen diatas itu baik. Berarti saham perusahaan tersebut mempunyai prospek layak beli.
Okey, singkat kata investor tadi membeli saham perusahaam tersebut. Menurut teori modal perusahaan tersebut bertambah dan digunakan untuk melakukan kegiatan produksi. Nah, dari kegiatan produksi inilah terjadi sebuah trade off (bertolak belakang) antara kegiatan ekonomi dan kualitas sumber daya alam. Terlebih lagi jika perusahaan itu bergerak pada sektor pertambangan dan manufaktur. Kita kembalikan pada hukum termodinamika bahwa kegiatan produksi tersebut akan menghasilkan sebuah zat sisa yang dinamakan polusi. Polusi yang dihasilkan oleh industrialisasi menjadi ancaman bagi keberhasilan sustainable development.
Itu baru polusi, belum lagi kerusakan alam langsung seperti munculnya lumpur, hilangnya hutan, keringnya tanah dll. Semua itu yang menanggung adalah negara Indonesia. Dari sisi kestabilan pasar keuangan lebih mengerikan lagi dampak yang ditanggung Indonesia. Masih ingat krisis 1997/1998? Bagaimana sebuah modal asing ditarik keluar dan berakibat runtuhnya bangunan perekonomian kita? Itulah mengapa tulisan Tan Malaka menarik untuk diceritakan kembali.
Tan Malaka tidak bercerita tentang modal dalam arti uang, tapi modal dalam arti kualitas manusia. Kualitas tersebut tidak hanya pintar secara intelektual tapi juga pintar dalam hubungan Meng-Allahkan Allah, Memanusiakan-manusia dan MengAlamkan-alam. Modal dalam arti uang merupakan variabel ikutan. Jika kita pintar dan peduli terhadap negara ini tentu kejadian di Wasior, Lapindo, dan tempat lain tidak akan terjadi. Masihkah kita menutup mata kawan, tentang semua ini? Tentang memacu perekonomian dan memperkaya diri tanpa mengindahkan pembangunan lingkungan? Kawan kuberitahu engkau satu rahasia, saat harga saham sebuah perusahaan industry sedang tinggi (mahal) berarti emisi yang dihasilkan juga tinggi. Terserah engkau boleh percaya, boleh tidak? Wong ini namanya rahasia kok.
Kawan ilmu modern boleh membuatmu penasaran dan terkagum-kagum. Tetapi dunia sudah membuktikan ilmu modern masih kurang sempurna untuk memecahkan masalah dunia. Dibutuhkan pendamping ilmu yang berasal dari ilmu kuno, ilmu tradisonal. Kawan Yakin Usaha Sampai (YaKuSa) untuk mencapainya. Terimah kasih kawan sudah menyempatkan waktu sejanak untuk menengok cerita pengantar tidur ini. Lain waktu kita berjumpa lagi.

16/09/10

RENUNGAN DI POJOK WARUNG

Sore itu, kawan aku duduk termenung sendiri di pojok sebuah warung. Merenung memandang kebelakang sejanak pengalam-pengalaman yang telah aku lalui. Kata orang, pengalaman merupakan sebuah guru yang amat berharga. Lebih berhaga dari sebuah buku yang kita baca maupun ceramah dari seorang Dosen. Sambil menyeruput teh susu hangat, kuingat lagi kata-kata seseorang yang aku kagumi, Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Sampai seorang Prof dari Universitas Columbia USA sampai terheran-heran bagaiman Negara Indonesia yang tersusun dari begitu banyak keragaman bisa berdiri menjadi sebuah Negara yang utuh.
Sambil memandang layar telivisi kawan yang menyiarkan berita pesona nusantara, pikiranku mundur kebelakang mengingat kejadian di kelas politik. Saat itu kawan, dosenku bercerita tentang sebuah Wawasan Nusantara. Sebuah cara pandang yang sudah jarang dimiliki orang Indonesia. Wawasan Nusantara berarti kita sadar akan alam Indonesia, keragaman budaya, ketahanan wilayah dan kesedaran untuk memajukan serta mempertahankan Negara Indonesia. Ah, kawan ini adalah sebuah pikiran kuno, pikiran yang sudah ketinggalan jaman. Wawasan Nusantara? Untuk apa hal itu? Bukankah kita sudah hidup di era Globalisasi? Era dimana sekat Negara sudah tidak ada, era dimana manusia bisa bebas kesana kemari tanpa terikat oleh institusi yang bernama Negara. Doktrin Wawasan Nusantara sudah usang, begitu kata temanku yang duduk bersebelahan denganku didalam kelas. Temanku ini tergolong anak yang cerdas dengan IPK 3,75, tentu saja pikirannya lebih maju dari pada aku seorang pemuda warung dengan IPK Nasakom (nasib satu koma). Temanku ini bercita-cita setelah lulus dari UAS (Universitas Alam Semesta) ingin melanjutkan sekolah di Harvard University. Universitas nomer 1 didunia. Dul, aku ingin pergi ke Harvard untuk belajar politik agar bisa memodernkan sistem politik Indonesia.
Aku hanya bisa manggut-manggut saja kawan, kutatap bangga punya teman yang seperti dia.Kutepuk pundak kawanku ini, “ Wah, kawan engkau memang seorang Nasionalis sejati, seorang yang mempunyai perhatian tinggi terhadap bangsa dan negara ini”. Nasionalisme? Perhatian? Untuk Bangsa? Tidak dul, konsep nasionalisme sudah usang sama halnya dengan konsep wawasan Nusantara. Tidak lucu bukan, jika negara-negara lain menerapkan Globalisasi, kita masih berkutat pada Nasionalisme? Kapan kita maju dul. Persaingan akan membuat kita maju, persaingan akan membuat kita kuat dan persaingan akan membuat kita menuju dunia modern, dunia lebih baik. Dul, sistem politik yang aku inginkan adalah terbukanya semua sektor ekonomi. Agar bangsa kita yang bodoh ini terbuka mata dan wawasannya. Lalu langkah awal untuk itu? Tentu saja dul, mengamandemen kembali UUD 1945 dan Pancasila karena itulah sumber keterpurukan negara kita.
Aku terdiam sejenak berpikir keras, amandemen UUD 1945 dan merubah Pancasila? Bukankah itu berarti kita mendirikan sebuah negara baru? UUD 1945 dan Pancasila adalah dasar pijakan negara ini? Kalau mengubah kedua hal tersebut berarti telah mengubah negara ini, bukan negara Indonesia yang merdeka 1945, tapi sebuah negara baru meskipun sama namanya. Dul, kenapa diam? Kamu bingung dengan perkataanku? Begini dul, mengapa UUD 1945 dan Pancasila merupakan sebuah sumber masalah. Coba kita lihat Sila 1, adalah sumber masalah konflik antar agama yang terjadi di Indonesia. Disadari atau tidak penghilangan tujuh kata dibelakang Ke Tuhanan Yang Maha Esa telah melegalkan ormas tertentu untuk merusak tatanan masyarakat. UUD 1945, terutama pasal 33 telah membuat gerak ekonomi melambat, coba kalau pasal itu dihapuskan tentu pertumbuhan ekonomi dapat melesat tinggi. Setelah ekonomi tumbuh, kita akan menjadi negara maju dan rakyat makmur sejahtera. Dan aku akan dikenal dunia sebagai seorang arsitek politik yang hebat, karena berhasil mengubah bangsa yang terbelakang menjadi bangsa yang unggul. Sambil manggut-manggut aku berpikir, betapa indahnya mimpi yang kau jual kawan.
Mimpi ya sebuah mimpi, itulah yang kupikirkan sekarang kawan. Mimpi untuk menjadi bangsa modern, bangsa yang maju. Walaupun modernitas itu tidak mengindahkan sopan santun, tidak mengindahkan silahturami dan tidak mengindahkan gotong royong. Modernitas tersebut telah membuat seseorang memaksakan kehendaknya,memaksakan idenya dan memaksakan caranya. Itu semua dilegalkan oleh institusi yang bernama negara. Modernitas mengukur kemajuan hanya dari segi ekonomi. Gotong royong, silahturami adalah kegiatan yang tidak produktif dan menghabiskan waktu. Silahturami cukup kirim sms dan telepon beres masalah, tidak membuang banyak uang dan waktu. Gotong royong? Buat apa? Cukup kita bayar orang untuk membersikannya. Ah, kawan uang, efisiensi dan efektif sumua itu yang diukur oleh dunia modernitas kita. Ada sebuah kisah yang mungkin bisa mengingatkanmu kawan tentang sebuah sikap silahturami. Sebuah cerita tentang paesani sebuah suku yang mendiami kota Roseto Valtore.
Suku paesani kebanyakan bekerja sebagai petani atau penambang. Pada bulan Januari 1882, beberapa suku paesani berlayar menuju New York untuk meningkatkan pendapatannya. Sesampainya disana mereka menemukan tambang batu di daerah Bagor, Pennsylvania. Setelah penemuan itu, makin banyak suku paesani yang bermigrasi ke Bagor. Semakin lama, komunitas paesani semakin besar hingga berdirilah sebuah kota. Kota baru ini dinamakn New Italy yang kemudian diubah menjadi Roseto untuk mengingat kampung halaman mereka.
Tersebutlah seorang dokter bernama Stewart Wolf, beliau adalah seorang dokter dan menjadi peneliti di Universitas of Oklahoma. Suatu ketika dia diundang pesta oleh seorang rekannya seorang dokter didaerah Roseto. Rekan tersebut bercerita bahwa penduduk disini, jarang mengidap penyakit jantung, kalaupun ada hanya orang berusia 65 tahun keatas yang kena. Wolf kemudian memutuskan untuk meneliti fenomena tersebut. Awalnya Dr Wolf mengira bahwa yang menyebabkan ini semua adalah faktor makanan atau pola olah raga atau gen atau lokasi kota itu sendiri. Namun, diakhir penilitiannya semua hipotesis awal tersebut tertolak. Yang menyebabkan penduduk Roseto berumur panjang adalah kebiasaan mereka bersilahturami. Kebiasaan ini mendorong orang kaya untuk tidak memamerkan kekayaannya dan menolong orang-orang yang kurang sukses menguburkan kegagalannya.
Begitulah kawan, ini contoh nyata sebuah budaya silahturami membuat kita berumur panjang. Kawan, wawasan nusantara mencakup didalamnya ada budaya Silahturami. Budaya inti bangsa kita. Kawan didalam konsep Wawasan Nusantara terkandung makna “ Hei orang Indonesia berinteraksilah, bertukar pikirlah dan bersilahturamilah dengan saudara-saudara kalian dibelahan daerah lain, kita adalah satu saudara kawan, satu bangsa dan satu Negara”. Namun kini, semua itu tertutup oleh modernitas. Semua hal yang dianggap modern pasti baik. Tengok saja kawan, berapa ribu pemuda kita ber IP 3,00 keatas yang antri untuk bekerja di sektor modern, berapa ribu calon mahasiswa yang mendaftar pada jurusan kedokteran, ekonomi, teknik industry? Berapa ribu mahasiswa yang bercita-cita ingin sekolah ke Oxford, Cambridge atau Harvard? Namun kawan coba tengok, berapa ribu mahasiswa yang berminat mengambil jurusan kelautan dan pertanian? Berapa ribu tenaga kerja yang antri untuk bekrja disektor pertanian.
Kawan, tentu saja aku tahu, sektor modern lebih menjanjikan uang lebih banyak. Memang uang bukan segala-galanya, namun segala-galanya butuh uang. Namun kawan, engkau lupa satu hal, uang tidak bisa membeli yang dinamakan bahagia. Coba engkau sempatkan kawan, keluar dari sangkarmu yang indah, mari berjalan bersamu. Ku ajak engkau memandang berlama-lam gelak tawa orang-orang yang menikmati kopi di warung pinggir jalan, kuajak engkau memandang sejenak perkampungan kumuh, engkau akan menemukan wajah bahagia yang tak dapat engkau temui didunia manapun. Kawan, inikah yang mau engkau ubah menjadi sebuah dunia modern? Dunia yang harus efisien dan efektif? Tak bisakah sektor modern dan tradisonal berjalan bersama kawan?
Kawan didalam ilmu ekonomi ada yang dinamakan konsep Input-Output atau disingkat I-O. Kalau boleh aku artikan kawan, konsep ini memberitahu kita bahwa sektor tradisonal dan sektor modern mempunyai hubungan saling terikat. Misal, produksi daging sapi berpengaruh langsung pada makanan kaleng, berpengaruh pada kredit yang disalurkan oleh bank dan lembaga keuangan, berpengaruh pada pemenuhan gizi masyarakat. Pendek kata, sektor modern tidak bisa hidup tanpa sektor tradisonal, namun sektor tradisonal tetap bisa hidup tanpa sektor modern. Kawan, coba sebutkan padaku, negara mana di eropa yang maju tanpa didahului sektor pertaniannya? Kawan pasal 33 dalam UUD 1945 pada dasarnya untuk melindungi sektor tradisonal dari cengkraman sektor modern. Yang dicita-citakan pasal 33 UUD 1945 adalah menciptakan keharmonisan kemajuan antara sektor tradisonal dan modern. Sulit? Memang sulit kawan, pasal 33 adalah bentuk ideal dan pencapaian budaya tertinggi bangsa ini. Jauh sebelum ahli-ahli ekonomi meributkan masalah eksternalitas. Eksternalitas adalah, sebuah hasil baik positif maupun negatif yang kita terima dari suatu kegiatan, meskipun kita tidak melakukan kegiatan itu. Coba kawan, mana ada UUD negara didunia ini yang mengatur masalah eksternalitas secara mendetail.
Kawan, begitu juga dengan pancasila yang merupakan pencapaian peradaban bangsa Indonesia. Peradapan itu tercermin dari budayanya yang gemar silahturami dan gotong royong. Sila 1 sampai sila 5 mencerminkan silahturami dan gotong royong. Memang Tuhan tidak terlibat dalam pembuatan pancasila ini. Namun Tuhan tetap terlibat dalam bentuk ide yang keluar. Ide tentang konsep Ketuhanan YME, ide tentang kemanusian, ide tentang persatuan, ide tantang kerakyatan dan ide tentang keadilan. Coba tengok kawan, apa warna bendera kita? Merah dan Putih. Bukankah itu merupakan bendera Rasulluah? Yang sudah membudaya di masyarakat Indonesia, coba kalau ada selamatan nama bayi, selamatan tahun baru Islam pasti menggunakan bubur merah dan putih. Itulah kawan symbol budaya kita, yang ditancapkan pendiri negara ini. Budaya akan tetap hidup dalam dirimu kawan. Itukah yang akan kau ubah kawan, kau ubah dengan ilmu modern yang kau dapat dari luar negeri?
Kawan, jika engkau tetap bersikeras begitu tidak mengapa, tapi maukah engkau mendengar suaraku? Suara pemuda yang hanya tahu kehidupan disebuah warung. Pintaku kawan, ku ingin melihat pemuda-pemuda anak-anak sejarah ini belajar untuk tidak menjadi apa-apa. Engkau punya kemampuan tinggi pergunakanlah untuk membanngun negara ini, tanpa mengharap pamri untuk negara ini. Kawan, aku hanya ingin melihat seorang pemuda berkata “ Saya sudah cukup senang bertemu bapak President Republik Indonesia, republik yang telah lama membesarkan aku, republik yang telah memberiku banyak pengalaman untuk tumbuh menjadi seorang Garuda. Kawan itulah renungan yang aku buat di pojok warung. Meskipun tidak jelas dan tak berbentuk tapi itulah suara hatiku. Kawan kalau ada guna buatmu ambillah. Kalau tidak ada guna ya Alhamdulilah. Paling tidak ada yang membaca tulisan tak berbentuk dari seorang pemuda warung.

17/08/10

WHAT MORE INDEPENDENT NOW?

Hari tepat pukul 10.00, enam puluh lima tahun yang lalu lahirlah sebuah Negara. Bangsa yang mendiami Negara tersebut mempunyai sejarah yang panjang. Mulai sejarah tentang awal mula kehidupan manusia sampai sejarah sebuah kerajaan yang membuat kagum semua generasi. Dan sekarang bangsa tersebut melahirkan sebuah Negara yang dinamakan Indonesia. Berawal dari sebuah ide yang dicetuskan generasi-generasi muda bangsa tersebut, hingga dibawah dalam sebuah konggres pada tahun 1928, akhirnya disetujui Negara yang akan lahir besok bernama Indonesia.
Setelah semalam suntuk merumuskan bagaimana baiknya proses kelahiran beserta komponen pendukungnya, akhirnya tepat pukul 10.00 1945 lahirlah Indonesia. Bayi Indonesia pada tahun-tahun awal kelahirannya sungguh dihadapi dengan perjuangan berat. Mulai dari perumusan sistem Negara dan segala perangkat pendukung guna mendukung kelangsungan hidup si Bayi. Sampai berjuang melawan penyakit yang mengancam kelangsungan hidup si Jabang bayi. Penyakit tersebut ada yang berasal dari dalam diri dan dari luar diri si Jabang bayi.
Dari dalam diri muncul penyakit pemberontakan, mulai dari tidak puas akan kekuasaan, tidak puas akan ideology dan keinginan secara sepihak menerapkan sebuah aturan agama. Tentu saja sumber dari semua penyakit dari dalam diri adalah ketidakpuasan. Misalnya: ketidakpuasan mata dengan kinerjanya dan ingin mengambil alih kinerja telinga. Atau organ dalam ingin tampil menjadi organ luar, bisa kacau tatanan kehidupan si Jabang bayi. Bayangkan jika organ didalam tubuh kita lupa tidak mengurus kewajibannya sendiri, malah mengurus kewajiban organ yang bukan tanggung jawabnya bisah susahkan tubuh kita. Tapi itulah yang terjadi saat-saat awal negara Indonesia berdiri. Yang mau merebut kekuasaan karna tidak puas menjadi seorang menteri, ada yang mau mengganti ideology dengan ideology keyakinannya sendiri dan ada yang mau menerapkan sebuah aturan agama secara kaku dan kolot.
Keinginan memang tidak akan pernah ada habisnya. Meskipun didalam konsep mendefinisikan bahwa dalam hidup harus mengedepankan kebutuhan daripada keinginan. Bahkan dahulukan kebutuhan yang penting daripada kebutuhan yang kurang penting. Namun konsep ini lupa satu hal bahwa kebutuhan timbul dari keinginan, sedangkan keinginan timbul dari akal, pikiran serta hawa nafsu. Jika yang mempengaruhi keinginan adalah hawa nafsu, rusak sudah. Kalau akal masih fity-fity. Kalau hati yang menang akan menjadi lebih baik.
Dari luar si jabang bayi juga diserang penyakit yang tak kalah mematikan. Penyerangan secara fisik maupun secara politik. Si jabang bayi harus menghadapi serangan-serangan agresi militer, namun organ dalam tubuh dengan sigab mempertahankan kelangsungan hidup si jabang bayi. Hanya bermodalkan semangat, keyakinan pada Gusti Allah dan impian masa depan komponen-komponen yang ada didalam tubuh bahu-membahu berjuang bersama-sama. Tak peduli didunia internasional diancam embargo, luas wilayah dipersempit, kebutuhan pokok di blockade, kalah persenjaataan perang. Namun semua itu kalah dengan doa dan keyakinan untuk menang.
Akhirnya pada tahun 1949 ditandatangani sebuah perjanjian. Perjanjian itu dikenal dengan Konfrensi maja bundar. Akhir tahun 1949 penyakit yang mencengkram Indonesia mengaui kedaulatan Indonesia. Pada tanggal 19 Mei 1950 si jabang bayi resmi menjadi negara kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Pada usia balita inilah Indonesia memasuki jaman baru. Jaman orde lama.
Hal yang patut membanggakan dan perlu selalu diteladani, saat usia balita Indonesia berhasil menyatukan negara Asia Afrika didalam satu wadah yang dinamakan konfrensi Asia-Afrika. Menandakan terbentuknya era baru, era non penjajahan. Dan Indonesia menjadi negara terpenting didalam percaturan politik dunia. Keajaiban bocah kecil Indonesia masih terus berlanjut. Tanggal 13 Desember 1957 diberlakukannya Zona ekonomi eksklusif untuk wilayah territorial Indonesia. Dan ZEE diakui secara internasional dan diakui sebagai hukum kelautan internasional. Siapa lagi yang mempelopori? Si bocah ajaib Indonesia. Pada tahun yang sama Indonesia berani menantang dunia. Di usia yang masih sangat muda Indonesia berani keluar dari PBB dan menantang negara-negara adidaya adikuasa pemegang hak veto. Mendirikan organisasi Non-blok sebagai tandingan PBB.
Namun keajaiban-keajaiban tersebut sempat terganggu karena sibocah jatuh dari pohon yang tinggi. Mengalami gagar otak dan tulang patah. Hari kejaian itu adalah hari yang tak akan terlupakan bagi bocah Indonesia. Ya,pada tanggal 30 September 1965, terjadi peristiwa G30s/PKI. Peristiwa ini merubah konstruk fundamental dan alur berpikir bangsa Indonesia. Sebuah intrik tingkat tinggi, yang melibat berbagai disiplin ilmu sosial. Mulai ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu sosiologis sampai ilmu sejarah. Semua lengkap menjadi satu didalam peristiwa G30s/PKI.
Tanggal 22 February 1967, berdasarkan ketetapan MPRS no. IX/MPRS/1966. President Sukarno menyerahkan jabatannya pada Jendral Suharto. Dalam keadaan lupa ingatan karena terjadi gagar otak akibat jatuh dari pohon, Indonesia kini memasuki jaman baru jaman orde baru. Diluncurkannya program Pelita, membuat Indonesia berpacu memutar mesin perekonomiannya. Semua yang menghalangi laju perekonomian akan dibabat habis tanpa belas kasihan. Pemuda yang bernama Indonesia perlahan-lahan berubah menjadi pemuda yang modern dan mulai terjebak pada permainan orang-orang tua yang menghuni benua biru dan benua disebrang atlantik.
Pembangunan perekonomian modern mulai dilaksanakan. Peluncuran satelit palapa, masuknya perusahaan-perusahaan minyak bmultinasional dan peningkatan kesehatan pendidikan. Dalam sekejap Indonesia menjadi the miracle economic asian. Sebutan macan Asia telah disematkan pada Indonesia yang masih mudah. Darah mudah bergejolak membuat sebuah lompatan-lompatan tanpa mempedulikan akibat yang akan timbul. Semua resiko yang akan terjadi ditanam bagai bom waktu yang siap meledak oleh orde baru. Tahun 1998 satu bom besar meledak. Pemuda Indonesia mengalami gagar otak kembali.
Peristiwa krisis moneter yang merembet menjadi krisis politik dan sosial, merubah kembali tatanan fundamental negara ini. Didalam kepanikan yang luar biasa masih saja ada rakyat Indonesia yang tersenyum dan tertawa lepas seakan tidak terjadi apa-apa. Bangsa Indonesia memang bangsa unggulan. Mereka adalah masyarakat tradisonal yang memegang teguh pada ajaran-ajaran tradisonal yang mementingkan keseimbangan dalam kehidupan. Ajaran yang selama ini dilupakan, dianggap ajaran kuno yang tidak sesuai dengan arus perkembangan jaman.
Dampak peristiwa krisis moneter 1998, masih sangat dirasakan sekarang. Saat ini pemuda yang bernama Indonesia tengah beranjak dewasa. Dia sedang mencari ingatannya yang hilang akibat peristiwa gagar otak dan mencari jati dirinya yang sebenarnya. Saat ini terserah bangsa Indonesia, mau dibawah kemana langkah kaki negara ini? What next action Independent now? Hanya engkau wahai bangsa Indonesia yang mampu menjawabnya. Indonesia apapun bentukmu, mau berubah seperti apa atau hancur sekalipun. Aku tetap setia mencintaimu. Selamat ulang tahun Indonesia. Semoga kado ini bisa sedikit membuka gerbang jati dirimu. Wallahu a’lam

07/08/10

HMI BEYOND RESONANT LEADERSHIP

Latar Belakang
Persoalan dinamika sosial politik republik Indonesia sudah semakin kompleks dan rumit. Mulai dari persoalan tumpahnya minyak di daerah Nusa tenggara timur, meledaknya tabung gas elpiji, ptindak kekerasan terhadap orang yang berbeda faham, sampai kerusuhan-kerusuhan di sejumlah arena Pilkada. Indonesia sebagai Negara yang kaya akan budaya saling menghormati dan tolong menolong, berubah secara perlahan-lahan menjadi Negara yang mementingkan diri sendiri. Gejala inilah yang menyebabkan Indonesia berada kondisi stagnan, sehingga kita cenderung mengakugumi kemajuan-kemajuan yang telah dicapai Negara lain.
Bung Karno pernah berpesan Jasmerah(Jangan Lupakan Sejarah)! Ya, sejarah Negara Indonesia berawal dari sekelompok pemuda yang berkumpul dan berhimpun bersama mengucapkan Sumpah pemuda untuk menandakan bahwa kita berbangsa satu, berbahasa satu dan ber tanah air satu, tanah air Indonesia. Inilah yang menjadi tonggak kelahiran era baru, era angkatan 1945. Dimana para pemimpin-pemimpin besar lahir, seperti: Sutan Sjahir, Tan Malaka, Moh Hatta, dan tentu saja pemimpin besar Revolusi Bung Karno. Bung Karno merupakan pemimpin yang kompleks, konon katanya jika Bung Karno berpidato Hitler pun diam duduk terpaku(Goeritno,2010).
Sejarah diatas merupakan sebuah “romantisme” masa lalu yang telah banyak dilupakan oleh generasi muda sekarang. Hal tersebut berlaku juga untuk HMI. Sebagai organisasi kader yang tujuan akhirnya adalah “ Terbinanya insan Akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan Bertanggung jawab atas terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang Diridhoi Allah SWT” belum mampu menciptakan kader-kader pemimpin untuk menjawab tujuan akhir dari Organisasi ini. Menurut penulis kader-kader HMI saat ini hanya terjebak romantime masa lalu dan berjalan dengan kereta yang sudah ketinggalan jaman. Untuk itu perlu ada pembaruan dalam cara pandang, berpikir dan bersikap di tubuh kader-kader HMI.
Permasalahan Kemunduran Pengkaderan HMI
Menurut Kanda Solichin yang dikutip dari buku karangan Kanda Agussalim Sitompul. Beliau mengungkapkan ada 44 indikator mengenai kemunduran HMI. Sepuluh indikator diantaranya: 1. Menurunnya jumlah mahasiswa baru yang masuk HMI; 2. HMI semakin jauh dari Mahasiswa; 3. Pola pengkaderan HMI ketinggalan jaman; 4. Kader-kader sekarang kurang mampu mengikuti jejak para pendahulunya; 5. Kurangnya berfunsinya bagan structural HMI seperti: Badko, cabang dan komisariat; 6. Lemahnya manajemen organisasi; 7. Kurangnya pengetahuan, pemahaman dan penghayatan agama Islam dari seorang kader; 8. Belum optimalnya pengetahuan, pemahaman dan penghayatan tentang ke-HMI-an; 9. Follow up pengkaderan tidak berjalan sebagaimana mestinya; 10. HMI jarang melakukan evaluasi terhadap jalannya organisasi.
HMI sebagai organisasi pengkaderan tertua di Indonesia tentu sudah berpengalaman dalam melahirkan pemimpin-pemimpin yang unggul. Namun dewasa ini HMI mengalami tantangan berat untuk dapat menanggulangi kemunduran-kemunduran yang terjadi saat ini. Disinilah dituntut peran kader-kader sebagai seorang pemimpin untuk mengangkat kembali nama HMI menjadi sebuah organisasi terbaik di Indonesia.
Beyond Resonant Leadership
Tentu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan diatas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus melewati tahap demi tahap guna mewujudkan cita-cita HMI. Mencetak kader yang berkualitas tentu sangat mudah didalam sebuah konsep dan saya yakin semua komponen kader HMI tahu itu,akan tetapi saat dihadapkan pada penerapan sebuah konsep yang kita jabarkan dengan enaknya terlihat sangat rumit dan sulit.
Untuk menciptakan kader-kader berjiwa pemimpin tentu hal pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana menarik minat kader-kader tersebut. Setelah menemukan faktor yang menarik tersebut, maka selanjutnya adalah bagaimana mengola faktor yang menarik tersebut menjadi sebuah rencana kerja. Penulis akan mengambil contoh sebuah cerita tentang wabah penyakit di tahun 1840-an.
Wabah ini timbul dari sebuah pertanyaan, mengapa banyak ibu-ibu melahirkan terserang deman tinggi setelah melahirkan? Para ahli kesehatan dijaman tersebut menemukan bahwa penyebabnya adalah sebuah kuman dan kuman itu tidak bisa muncul dengan sendirinya pasti ada faktor pembawa. Adalah Ignatz Semmelweis, seorang dokter muda kelahiran Hungaria. Beliau menemukan bahwa kehadiran dokter muda yang membawa penyakit ini. Mengapa seorang dokter muda? Pada jaman itu dokter muda setelah melakukan kegiatan praktek mempelajari anatomi tubuh dari mayat, langsung masuk tanpa melakukan pembersihan pada bagian tubuh yang bersentuhan dengan mayat.
Akibatnya? Kuman dari mayat pindah ke tubuh dokter tersebut lalu masuk ke tubuh pasien yang hamil ini. Lalu solusi yang diajukan Ignatz Semmelweis? Beliau mewajibkan para dokter untuk cuci tangan sebelum masuk ruang operasi. Dengan begitu apakah saran Ignatz Semmelweis diterima? Diluar dugaan saran tersebut tidak diterima bahkan dicaci maki. Mustahil hal serumit itu dapat diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana. Hingga akhirnya si Ignatz Semmelweis dimasukkan kedalam sanatorium karena dianggap gila.
Waktu terus berlalu akhirnya pemikiran Ignatz Semmelweis diterima oleh para dokter jaman sekarang. Namun apakah semua dokter jaman sekarang mencuci tangannya? Maka penelitan baru-baru ini mengungkapkan bahwa dokter yang mencuci tangan mereka dengan prosedur yang telah ditetapkan tingkat kepatuhannya kurang dari 50%. Hal inilah yang membuat pusing para pengelola rumah sakit. Beragam insentif mulai diberlakukan seperti: Memberi bonus uang, tiket gratis ke Disneyland atau kupon gratis starbucks. Apakah ini berhasil? Ternyata tingkat kenaikannya dibawah 50%.
Akhirnya pengolala rumah sakit memutar otaknya kembali, agar kebiasaan mencuci tangan dilakukan secara benara. Adalah Rekha Murthy, seorang spesialis epidemologi yang memberikan solusi cerdas dan sederhana. Dengan memasang gambar tangan penuh kuman di dinding-dinding rumah sakit. Hasilnya? Kepatuhan membasuh tangan meningkat hampir 100%.
Apa yang dapat diambil dari pelajaran diatas? Pengurus HMI sekarang harus dapat menemukan sebuah faktor yang disebut faktor kelekatan. Apa itu? Yaitu faktor yang akan menempelkan orang pada organisasi HMI dan membuat mereka mencintainya. Faktor ini tidak membutuhkan sesuatu yang rumit-rumit, malahan hal-hal sederhana dan tidak memerlukan biaya besar. Kita lihat contoh diatas seorang Ignatz Semmelweis dan Rekha Murthy menemukan solusi yang sangat mudah dan murah. Namun satu hal yang harus dipunyai untuk menemukan dan menerapkan faktor kelekatan diperlukan sifat Beyond Resonant Leadership. Pemimpin yang mengerti dirinya, mampu melihat yang terdalam dari yang terdalam dan mampu menggemakan pemikirannya sehingga, orang ikut tertarik masuk kedalam alur berpikirnya.
Penutup
Menciptakan seorang pemimpin yang bukan dari kedudukannya tapi dari dalam dirinya(self- esteem) guna menumbukan corak kepemimpinan(leadership identity) bergantung dari bagaimana cara kader-kader HMI melihat arti kepemimpinan itu sendiri. Setelah mengerti arti kepemimpinan dalam dirinya. Setelah memahami itu baru mempraktekan dan menggemakan pemikirannya. Dan akhirnya seorang kader HMI menjadi contoh dan idola. Sehingga dapat menarik minat mahasiswa-mahasiswa untuk ikut bergabung dan menjadi tunas-tunas baru pemimpin yang unggul guna “ Terbinanya insan Akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan Bertanggung jawab atas terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang Diridhoi Allah SWT”. Semoga tulisan ini bisa membuka sedikit gerbang guna kemajuan HMI. Yakin Usaha Sampai. Wallahu a’lam bi ashshawab.

20/07/10

INTEGRASI PASAR AGROBISNIS DENGAN HASIL PRODUKSI PERTANIAN DI JAWA TIMUR YANG BERDAYA SAING GLOBAL DAN BERKELANJUTAN

Sektor pertanian Jawa timur pada tahun 2009 menyumbang kontribusi sebesar 17.91% terhadap PDRB Jatim. Namun perkembangan harga gabah kering dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Krisis infrasturktur yang buruk juga bisa menjadi penyebab pengurangan daya saing pertanian. Berbagai kerusakan dan alih fungsi saluran-saluran irigasi, konversi lahan sawah menjadi perumahan, pabrik dan akses pasar yang sulit dapat menyebabkan sektor ini kehilangan daya saingnya.
Jawa timur sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Dengan tingkat kemiskinan penduduk Jawa timur sebesar 6,5 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 55,41% adalah petani dan buruh tani. Hal inilah yang menjadi PR besar bagi lembaga-lembaga terkait untuk meningkatkan pendapatan petani agar standard hidup mereka meningkat. Pasal 33 UUD 45 mengamanatkan bahwa pembangunan ekonomi ditunjukkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pembangunan ekonomi Indonesia harus didasarkan dan sepenuhnya memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia.
Berangkat dari pengertian pasal 33 UUD 45 maka pemerintah Jawa timur merumuskan visi RPJD yang berbunyi: “Pusat Agrobisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global dan Berkelanjutan Menuju Jawa Timur Makmur dan Berakhlak”. Dengan RPJD diatas, pemerintah Jawa timur ingin mengembangkan sektor pertanian sebagai prime mover didalam pembangunan ekonomi Jawa timur. Didasarkan pada sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Jawa timur yaitu sektor pertanian.
Masyarakat Jawa timur berharap RPJD diatas tidak hanya menjadi pemanis politik saja, tetapi bisa direalisasikan di dunia nyata. Hal itu tentu tidak muda, banyak tantangan yang harus dihadapi. Seperti kita ketahui bersama, tingginya tingkat ketidakpastian di kalangan dunia usaha menyebabkan rendahnya tingkat investasi rill, yang kemudian akan menyebabkan stagnanisasi didalam perekonomian. Sektor pertanianpun tidak lepas dari masalah tersebut.
Di era globalisasi dimana sekat-sekat antar Negara semakin sempit, menyebabkan arus perdagangan internasional berputar begitu cepatnya. Hal ini bisa kita lihat peranan sektor perdagan internasional didalam PDB Indonesia berkisar antara 3,8-4,5%. Dengan kontirbusi yang cukup tinggi didalam PDB Indonesia, tentunya harus dapat membaca peluang tersebut. Liberalisasi perdagangan intra ASEAN yang sudah dimulai pada tahun 2007 mebuat kompetisi produksi perdagangan semakin sengit. Untuk itu pemerintah perlu menjalankan strategi-strategi yang pro rakyat Indonesia secara cermat.
Bagi Indonesia sendiri perdagangan bebas ASEAN plus(China, Korea, dan Jepang) memiliki peluang keuntungan yang lebih besar dari pada perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Sejarah menunjukkan bahwa secara alamiah perdagangan kita dengan Negara-negara Asia Timur telah lama tumbuh dan berkembang.
Sektor pertanianpun tak luput dari dampak perdagangan bebas ini. Hasil-hasil pertanian dari luar negeri. Kita bisa mendengar di media massa bagaimana barang-barang tersebut masuk dan menggerogoti pangsa pasar dari pertanian kita. Memang ini adalah era persaingan global, era dimana yang lebih murah, lebih baik dan lebih mudah didapat yang menang. Tetapi sebagai sebuah institusi yang bernama Republik Indonesia alangkah baiknya jika kita memprioritaskan produk pertanian kita sendiri. Sejarah sudah membuktikan bahwa kandungan gizi hasil pertanian dari tanah Nusantara lebih baik dari kandungan gizi dari tanah Negara lain.
Memang pembangunan ekonomi di masa lalu dirasakan lebih diarahkan untuk mencapai partumbuhan yang tinggi, dengan harapan bahwa hasil pertumbuhan ekonomi tersebut akan secara otomatis terjadi trickle down effect ke bawah. Namun saying sebuah konsep hanya tinggal konsep diatas kertas tanpa ada realisasinya. Dan kalaupun ada hasil tersebut hanya sedikit yang dirasakan.
Untuk membangun sektor pertanian yang mempunyai daya saing global, harus mendapat dukungan investasi, integrasi pasar dan pengembangan potensi kekayaan sumber daya lokal. Sejarah sudah membuktikan, membangun tanpa berpijak pada potensi dan pengembangan sumber daya lokal menjadikan kita tidak dapat membangun secara berkelanjutan. Dengan dicanangkannya RPJD Jawa Timur diharapkan potensi dan pengembangan sumber daya lokal akan mampu memajukan secara berkelanjutan industri pertanian Jawa timur.
Sektor pertanian di Jawa timur terbukti tetap kuat walau krisis melanda Indonesia bahkan menjadi tumpuan Negara ini. Saat ini sektor pertanian menghadapi tantangan yang berat mulai dari faktor internal hingga faktor internal. Fakor internal sektor pertanian masih berputar pada masalah tingkat produktivitas yang rendah, kesejahteraan petani yang rendah, semakin berkurang lahan pertanian, memberikan pendapatan yang rendah serta masalah baru yaitu perubahan iklim global. Perubahan iklim sedikit banyak sangat mempengaruhi produktifitas pertanian, karena pertanian kita lebih banyak tergantung pada alam maka perubahan iklim yang mengubah siklus cuaca dan kenaikan suhu mengakibatkan petani tikesulitan memprediksi kondisi cuaca dan kapan panen bisa segera dinikmati.
Faktor eksternal yang dihadapi sektor pertanian dewasa ini adalah persaingan produk dari pasar luar negeri, akses pasar yang belum bisa ditembus oleh para petani, masalah distribusi hasil-hasil pertanian, sehingga pasar sering kekurangan dan akibatnya harga melonjak naik. Faktor internal dan eksternal inilah yang mengurangi daya saing sektor pertanian kita. Bicara masalah daya saing, secara umum perekonomian Indonesia mengalami penurunan daya saing. Publikasi dari International Institute for Management Development pada tahun 2008 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan daya dari tahun 2003-2008. Menurut lembaga diatas, Indonesia pada tahun 2008 berada pada peringkat ke 54 dari 55 negara yang disurvei.
Penurunan daya saing perekonomian Indonesia tentu berakibat pada rendahnya investasi yang direalisasikan pada sektor rill. Sampai saat ini bermain dengan instrument moneter masih jauh lebih menarik dari pada berinvestasi pada sektor rill. Jawa timur dengan rencana RPJDnya diharapkan mampu mengubah wajah pertanian kita yang digambarkan memiliki daya saing rendah dengan sejuta persoalan didalamnya. Ibarat orang, pertanian bisa digambarkan sebagai orang tua yang sudah tidak mampu lagi memikul beban perekonomian, tetapi masih menjadi tumpuan hidup anak-anaknya. Mampukah pemerintah Jawa timur mengubah wajah orang tua ini, menjadi wajah anak muda yang sehat dan dinamis?
Sektor pertanian Jawa timur berikut system agrobisnisnya sangat dominan dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan corak industry padat karya memungkinkan sektor ini menyerap tenaga kerja sebesar 45% dari total angkatan kerja. Namun jika ingin pekerja disektor ini harus siap-siap untuk mendapatkan penghasilan yang rendah. Karena 55,4% penduduk miskin di Jawa timur bekerja pada sektor pertanian. Namun masih ada cahaya di ujung lorong. Jika kita menyimak strutur ketenagakerjaan pedesaan, sektor pertanian memegang 58,8% dari kesempatan kerja. Jika rencana RPJD Jawa Timur berhasil setidaknya akan mengentaskan 3,25 juta jiwa penduduk Jawa timur dari garis kemiskinan. Sebagai penutup penulis akan mengutip kata-kata dari Kwik Kian GIE bahwa tak ada satu pun negeri yang kini telah menjadi Negara Industri maju tanpa didahului dan diiringi dengan kemajuan sektor pertaniannya. Jika fakta sejarah sudah membuktikan, mengapa Jawa timur tidak mencoba untuk kembali pada fakta sejarah ini?

18/06/10

PENYAKIT-PENYAKIT “PORN” KITA

Konon istilah porn berasal dari bahasa Inggris yang berarti Pornografi. Didalam masyarakat Indonesia, Pornografi sendiri lazim diartikan sebagai tindakan asusila atau tindakan yang tidak pantas dilihat dengan membuka aurat. Jadi setiap orang yang mempertotonkan aurat di muka umum dilanjutkan dengan berbuat menyimpang dari norma masyarakat, langsung “dikutuk” telah melakukan perbuatan pornografi. Tidak peduli apakah hal tersebut dilakukan secara sukarela, paksaan, bisnis atau komoditas lain, seperti pengalihan opini public. Masyarakat tidak peduli, karena masyarakat menomer satukan norma, menomerduakan Nilai. Norma lebih penting dari nilai. Jika norma merupakan aturan dan kesepakatan bersama, maka Nilai mengikat setiap orang untuk tidak melakukan perbuatan porno di manapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun.
Contoh, bila melakukan perbuatan porno di daerah kampung psk atau hiburan malam tidak masalah, tetapi lain ceritanya kalau berbuat porno di depan kampung atau didalam tempat ibadah. Karena menormesatukan norma tadilah, maka msyarakat kita takut akan perkataan orang atau ”bisik-bisik tetanggga”. Selama hal tersebut dilakukan ditempat yang benar maka kegiatan pornografi tidak akan menuai protes. Pokoknya segala perbuatan kita harus selaras dengan yang dimaui bersama.
Karena tidak mematuhi nilai keselarasan itulah, Ariel, Luna dan Cut Tari tersandung kasus penyakit Porno. Kasus ini membuat para pejabat, pengacara-pengacara terkenal sampai organisasi masa turun tangan dengan satu tujuan ”hentikan perbuatan porno yang merusak norma”. Penyakit ini timbul akibat dorongan hawa nafsu syahwat kata orang Islam, kata orang Psikolog penyakit ini timbul karena ada hasrat yang tidak tersalurkan, kata orang ekonomi penyakit ini timbul karena bingung mau digunakan untuk apa waktu luang saya. Jadi penyakit porno ini timbul dikarenakan adanya waktu luang ditambah dengan dorongan nafsu syahwat yang tidak disalurkan.
Penyakit porn antara Luna, Ariel dan Cut Tari memang akut dan sangat merusak mental bangsa, terlepas dari apakah mereka benar-benar membuat video tersebut, atau orang lain yang menginginkan motif bisnis, atau seorang yang punya cita-cita menjadi bintang film tidak kesampaian atau pengalihan opini publik terhadap suatu kasus besar? Misalnya Centuryporn? Tidak ada kopentensi saya untuk menjawabnya. Penyakit lain yang juga menjangkiti masyarakat kita dan bersifat kronis adalah penyakit ”lupa”. Lupa ini mempunyai makna luas, bisa lupa sehabis berbuat ”porno”, lupa bahwa ada calon bupati yang ikut andil dalam kasus lumpur, lupa bahwa ada kasus besar yang lebih mempunyai dampak ”sistemik”, lupa kalau daya saing produk kita makin lama-makin turun dan penyakit lupa lainnya.
Ah, apalah arti lupa, wajarkan bila manusia itu lupa dan melupakan. Sudah jadi kodrat bahwa manusia adalah tempatnya lupa dan salah. Karena penyakit lupa itulah menimbulkan penyakit salah. Salah sangka, salah prediksi, salah tangkap dan salah-salah lainnya. Lalu apa hubungannya antara pornografi dan lupa ini? Ya jelas ada hubungannya antara pornografi dan lupa. Kita lahir apakah sudah berpakaian atau masih telanjang? Kita lupa berapa banyak video porno yang beredar dimasyarakat? Kita lupa bahwa diri kita sendiri mempunya nafsu, keinginan, dorongan dan kesempatan untuk berbuat hal yang sama. Kalau lebih mau njelimet dan agak menusuk lagi, Apakah perbuatan pornografi tidak pernah kita lakukan? Apakah perbuatan Ariel porn memang berdampak ”signifikan” terhadap kejatuhan mental anak-anak Indonesia? Masih harus lebih diteliti lagi.
Maka kalau kita sampai pada pertanyaan diatas, lantas kita berteriak hokum Luna,hokum Ariel dan Hukum Cut Tari, dan selamatkan generasi muda kita, tidak otomatis kita bersih dari perbuatan pornografi, tidak otomatis kita menjadi orang yang suci dan mulia. Maka pengadilan dan orang-orang yang merasa “adil” harus melihat kedalam diri mereka dulu dan menjamin bahwa dirinya terbebas dari perbuatan pornografi dan kawan-kawanya.
Bangsa kita mempunyai sebuah teknologi yang sudah lama dilupakan orang, teknologi yang berasal dari diri kita. Teknologi ini telah berabad-abad melewati ratusan jaman mulai jaman lemurian sampai jaman SBY. Teknologi inin diberikan langsung oleh Gusti Allah yang menciptakan hidup. Teknologi tersebut berbentuk, pengaturan inisiatif mental, disokong oleh aktivitas emosi, dan dilengkapi dengan intelektual. Jika kita sudah bisa mengolah dan menjalankan teknologi ini dengan baik maka kehidupan ini akan terasa enteng dan mudah. Misalnya: untuk makan enak, tidak tergantung dari apa yang kita makan, tapi bagaimana sikap kita menganggap dan memperlakukan makanan itu. Sulit, menghayal memang ini hanya khayalan dari penulis amatir yang percaya bahwa teknologi itu telah ada didalam diri kita masing-masing.
Masyarakat berteriak-teriak beberapa hari akan kasus Century, kaenaikan BBM ,kasus pornografi, kenaikan Tarif dasar listrik dan beberapa masalah lain yang sangat akut melanda Indonesia. Yang akhirnya menjalani aktivitas rutin sperti biasa tanpa terlihat telah terjadi masalah-masalah besar. Bangsa ini adalah bangsa yang besar, bangsa yang tidak akan hancur karena kasus skandal pornografi Arielporn, tidak hancur karena kasus Century, masih bisa hidup meskipun tarif dasar listrik naik. Yang bisa menghancurkan kita hanya diri kita sendir, diri bangsa ini. Penyakit lupa, penyakit pornografi, penyakit salah, penyakit kebanggaan hanyalah sebuah pemicu yang menggerogoti kehebatan diri kita sendri.
Ah seandainya bangsa ini menomer satukan nilai dan berjalan bersama-sama dengan norma pasti tidak akan seruwet ini. Ah, seandainya video yang disebut Arielporn dikemas secara markettable pasti tidak akan menjadi persoalaan. Ah, seandainya bangsa ini mengerti siapa dirinya. Ah, seandainya penguasa memikirkan nasib rakyat kecil dan Ah, ternyata saya hanya bermimpi.

07/06/10

BIARKAN AKU MENJADI AREK SUROBOYO YANG MENCINTAI INDONESIA

Sejarah dimualinya nafas hidup kota ini, diawali dengan pengusiran tentara tar-tar oleh Raden Wijaya founding father Majapahit. Pertarungan itu akhirnya dimenangkan oleh Raden Wijaya. Kemenangan ini berdampak pada pembuatan rancangan kota Surabaya untuk pertama kalinya pada Tanggal 31 Mei 1293 M, didesain sebagai kota pelabuhan untuk menyanggah perekonomian bagi kerajaan Majapahit.
717 tahun berlalu, kini kota Surabaya bukan lagi sebagai penyangga perekonomian Majapahit tapi menjadi pilar perekonomian sebuah Negara yang bernama Indonesia. Negara yang lahir pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Wib di jalan Pengangsaan Timur no 56 Jakarta. Dengan usia yang baru mencapai 65 tahun, Negara Indonesia seperti balita yang baru bisa merangkak. Warga Negara yang menjadi komponen utama dalam Negara Indonesia baru belajar dan mempraktekkan bagaimana mengola Negara yang baik, jadi wajar jika sikap try and error masih menghinggapinya.
Secara konstitusi orang ber KTP Surabaya pastilah orang Indonesia, tapi orang Indonesia belum tentu orang Surabaya. Maka dari itu semboyan Negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tapi tetap satu jua. Pemikiran tentang penulisan semboyan ini tentu mengacu kepada karakteristik Indonesia sebagai bangsa, Indonesia sebagai Negara kepulauan dari Sabang sampai Merauke. Yang tentu mempunyai budaya, sejarah dan keunikan yang bermacam-macam dan tidak bisa disama ratakan. Dari semboyan ini mengkrucut menjadi Pancasila yang kita kenal sekarang ini.
Kembali ke Surabaya, ditinjau dari segi apapun tetap Surabaya lebih tua dari Negara Indonesia. Surabaya adalah kota yang unik dengan pribadi arek Suroboyonya yang khas. Kata budaya Jancuk misalnya hanya pantas dan pas diucapkan oleh Arek Suroboyo, baik nada, intonasi, soulnya, pitch control dan luapannya. Ini bukan kata-kata menghina dan melecehkan, tapi ini adalah kata yang memacu semangat, sebuah kata pelampiasan, sebuah kata untuk mengatakan kekaguman dan sebuah kata untuk mengungkapkan kesedihan. Jancuk hanya bias dimengerti oleh arek Suroboyo sejati.
Itu baru segi budaya kata, belum segi yang lainnya. Dari segi kecintaan terhadap Negara Indonesia tak perlu diragukan lagi arek-arek Suroboyo sangat mencintai Negara ini. Pertempuran 10 November 1945 adalah salah satu bukti betapa cintanya Arek Suroboyo akan kemerdekaan Indonesia. Dengan bermodalkan nekat dan MengAllahkan-Allah para pejuang dengan gagah berani menyerbu pasukan Gurkha Inggris. Pasukan elit dan terkuat dunia, dihadapi hanya bermodal nekat dan MengAllahkan-Allah. Tak peduli siapa yang menghalangi, bagi arek-arek Suroboyo waktu itu “Kemerdekaan Indonesia harga mati”. Semua itu dilakukan arek-arek Suroboyo demi cintanya terhadap Negara Indonesia.
Kultur khas arek Suroboyo tak akan pernah hilang dan jangan sampai hilang. Karena sebuah budaya merupakan komponen utama untuk membangun sebuah peradaban. Mengaju pada literatur buku Psikologi Budaya karangan David Matsumoto, budaya adalah sebuah konstruk sosiopsikologis, suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis seperti nilai, sikap, keyakinan dan perilaku. Budaya bukan berakar dari biologi maupun kebangsaan.
Dalam pengertian diatas budaya merupakan suatu konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk sosial-makro. Artinya, sampai batas tertentu, budaya ada di dalam setiap diri kita secara individual sekaligus ada sebagai konstruk sosial global. Inilah yang mendasari pemikiran penulis mengapa semangat kedaerahan selalu muncul. Jika kita mengaku orang Indonesia, tentu kita akan sulit bertindak dan menentukan budaya dominant yang disebut Indonesia. Jangankan Indonesia, orang Jepang saja sulit untuk bertindak sesuai dengan apa yang dianggap sebagai budaya Jepang. Di Jepang ada yang dinamakan budaya Kansai dengan logatnya yang khas dan hingga kini tidak hilang malah dilestarikan.
Sikap dan perilaku orag Surabaya akan selalu muncul baik disadari atau tidak. Karena keyakinan penulis, budaya Surabaya merupakan fitrah dari orang Surabaya. Sebagaimana Fitrah dari manusia adalah Tauhid. Hal inilah sebetulnya kita gali dan kita pelajari lebih dalam, bagaimana budaya-budaya yang berbeda-beda itu bisa menyatu dan menyokong Negara Indonesia tercinta ini.
Suraboyo oh suroboyo, engkau dulu Berjaya kini mengalami nasib sebaliknya. Ibarat roda engkau berada didalam titik nadzir. Suroboyo dengan budayamu yang egaliter, demokratis keturunan dari gen pejuang dan pahlawan. Sekarang mengalami sebuah penurunan besar, dilihat dari klub besar Persebaya Suroboyo langganan juara yang kini megap-megap untuk bertahan di divisi utama, kesenian asli megap-megap mencai uang. Penggusuran pasar-pasar tradisonal tanpa melihat dampaknya. Ini bukan masalah pemimpin asli Suroboyo atau asli luar Suroboyo. Ini adalah masalah sosial akut, penghancuran budaya asli Suroboyo, agar arek-arek Suroboyo menjadi lemah dan lembek. Dan akan berdampak pada Indonesia, yang akan melahirkan generasi lemah dan lembek. Kehilangan jati diri sebagai arek Suroboyo bahkan Arek Indonesia. Inilah yang seharusnya ditakutkan, sebuah Negara jika sudah kehilangan jati dirinya bagaimana bias maju?
Maka yang seharusnya dilakukan oleh arek-arek Suroboyo, kita belajar kembali, belajar rendah hati, belajar sejarah kita, belajar budaya kita, belajar ilmu agama dan belajar ilmu pengetahuan. Kita sisihkan dulu kata-kata indah yang melambungkan khayalan. Mari kita sama-sama merenung memperbaiki dan mencintai kota Surabaya. Jangan kita hilangkan identitas kita sebagai arek Suroboyo, bangga menjadi arek Suroboyo. Arek Suroboyo sing Cinta Indonesia.
Gigih Pringgondani (pemuda Indonesia)

03/06/10

PIL-KADO ULANG TAHUN JANCOK 717

717 tahun yang lalu di pojok sungai pertigaan Wonokromo dimulailah sejarah besar. Sejarah berdirinya sebuah kota yang memiliki peranan sebagai penopang republik besar. Republik milik sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang telah melewati berabad-abad peradaban, mulai dari abad Lemurian, Brahtayuda, Ramayana, Aji saka, Kalingga, Sriwijaya, Majapahit, Kolonial, Orde lama, Orde Baru, Orde Reformasi hingga orde-ordean. Kota ini telah melewati berbagai pertempuran besar, dari pertempuran R. Wijaya vs tentara Tar-tar, hingga pertempuran 10 November. In this name of city, we called suroboyo.
Suroboyo, diambil dari sebuah legenda tentang peratarungan Suro vs Boyo yang menandakan bahwa ini adalah kota besar. Pertarungan cicak melawan buaya sih tidak ada apa-apanya bila dibandingkan Suro vs Boyo. Cicak vs Buaya menandakan bahwa kebenaran atau nilai yang diyakini kebenaran, semangat berjuang dan segala aspek pendukung itu telah mengalami kekerdilan. Jika dulu Suro vs Boyo dilambangkan sebagai perumpamaan bahwa kebenaran vs kejahatan, tapi kini si “Suro telah berevolusi menjadi cicak” sungguh ironis.
Kalau penulis telaah dan tafsirkan dari ilmu tafsir “ngawurgika” Suro vs Boyo mengacu pada peristiwa R. Wijaya vs Tentara Tar-tar Cina. Yang dimenangkan oleh R.Wiyaya. masih dalam konteks ilmu “ngawurgika” sejak lahirnya Suroboyo hingga berusia 717 tak lepas dari perjuangan dan semangat heroik. Yang itu terekam didalam memori-memori warga Suroboyo, dan diakumulasi didalam budaya hingga timbul apa yang dinamakan JANCUK ATAU JANCOK. Jancuk hanya pantas dan pas diucapkan oleh Arek Suroboyo, baik nada, intonasi, soulnya, pitch control dan luapannya. Ini bukan kata-kata menghina dan melecehkan, tapi ini adalah kata yang memacu semangat, sebuah kata pelampiasan, sebuah kata untuk mengatakan kekaguman dan sebuah kata untuk mengungkapkan kesedihan. Jancuk hanya bias dimengerti oleh arek Suroboyo sejati.
Okey, dari jancok men jancok, kita terbang kepada momen yang diberi judul pil-pilan. Ya pil-pilan merupakan sarana nasional untuk membuat Indonesia lebih baik. Dan untung sekali bangsa ini, banyak para jago “ pil” itu yang sangat peduli pada rakyat dan sangat dermawan. Orang-orang terhormat, mau menyempatkan waktu barang sejenak untuk tertawa bersama dengan kaum marjinal, kaum yang terpinggirkan. Sehingga rakyat kecil merasa diwongkan dan tujuan akhirnya yaitu memilihnya menjadi pemenang dari arena “pil” tadi.
Acara pil, dilehat pada tanggal 2 Juni 2010 bertempat di seluruh kota Surabaya. Dengan materi, memilih dengan cara di coblos. Pil arena untuk menentukan bagaimana Surabaya ke depan, bagaiman struktur APBD kota Surabaya, bagaimana nasib wong cilik, bagaimana nasib mahasiswa Surabaya, orang tua mahasiswa Surabaya dan bagaimana-bagaimana lainnya yang membuat saya bingung. Agaknya semakin cerdas orang-orang Suroboyo menghadiahkan moment pil-pilan ini sebagai kado yang ke 717. Jika kado 716 adalah penggusuran stren kali yang penuh kesedihan, isak tangis dan kemarahan. Maka kado yang ke 717 merupakan kado yang penuh kebahagiaan, bergembira bersama dan melupakan kesedihan akibat digusur.
Nama juga keturunan pejuang, maka hal kecil seperti digusur itu dianggap biasa dan tak perlu dibesar-besarkan. Pertempuran-pertempuran besar saja di lupakan dan tidak di ingat, apa lagi hanya acara gusur, menggusur itu sih kecil sekali. Masalah Surabaya tentu sangat sulit dan kompleks, dari mulai pembuangan sampah, dolly, pertarungan ideology , gaya hidup sampai hal remeh penentuan apakah berkata jancok itu haram atau halal. Semoga di usia yang menginjak 717 kota Suroboyo beserta element-element inti dan pendukung mampu bersikap lebih dewasa, memajukan dan memakmurkan. Satu kata Jancok Suroboyo.

24/05/10

KOMODITASNYA ADALAH……..

Akhir-akhir ini masyarakat Surabaya disibukkan dengan agenda pemilihan walikota Surabaya. Sebuah kegiatan sakral dalam menentukan bagaimana Surabaya untuk 5 tahun ke depan. Adu kreatifitas antar team sukses calon walikota begitu attraktif dan spektakuler. Output dari kreatifitas para tim sukses adalah timbulnya spanduk-spanduk dan pamflet-pamflet yang bertebaran di seluruh penjuru kota Surabaya. Ada yang mengusung tema kampanye politik kreatif, ada yang mengusung jargon “ciptakan 1000 lapangan pekerjaan”, ada yang mengusung Surabaya untuk semua. Semua itu menambah kenikmatakan warga Surabaya terhadap berbagai pilihan pemimpinnya.
Suatu sore di bulan April tubuhku mencoba bergerak menyusuri lorong-lorong spanduk dan banner iklan yang menriakkan jargon-jargon yang sangat indah. Di sepanjang jalan pikiranku menyimpulkan satu hal, satu tujuan dan satu kata. Satu tujuan, satu hal dan satu kata itu adalah keinginan para pemimpin kita untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Alhamdulilah puji Tuhan bawah kita dikarunia para calon-calon pemimpin yang sangat memperhatikan rakyatnya, ingin membantu kesulitan rakyatnya dan sangat peduli terhadap mereka.
Surabaya merupakan kota yang mempunyai sejarah sangat panjang. Menurt data resminya Surabaya sudah mempunyai umur kira-kira 719 tahun. Dalam usia yang baru menginjak 719 tahun, tentu sudah banyak hal yang sudah dilalui oleh Surabaya. Surabaya telah melewati berbagai peradabatan dunia mulai dari peradapan Kediri, Majapahit, Walisongo, penjajahan, 10 November, orla, orba, dan orma. Sehingga kebudayaan dan jati diri dari Surabaya itu telah terbentuk dan ditempa oleh berbagai keadaan hingga membentuk masyarakat Surabaya seperti sekarang ini. Hasil dari kebudayaan dan jati diri itu bisa dilihat jika engkau menyempatkan untuk sejenak berjalan-jalan baik pagi maupun sore, terserah engkau enaknya yang mana, dan perhatikan bagaimana penduduk Surabaya beraktifitas. Dengan selogannya yang bernama Bonek (Bondo Nekat) menjadikan penduduk Surabaya sangat terkenal hingga ke manca Negara. Tidak percaya? Coba lihat peta dunia tentang Indonesia, disana pasti terdapat 3 titik yang menandakan Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya dan Bali.
Jakarta jelas adalah ibu kota Negara, Bali adalah tujuan wisata Internasional yang sudah sangat terkenal, tapi Surabaya apa yang istimewa dari kota ini? Hingga dunia internasional sangat menghargainya? Dari kota ini lahirlah para tokoh-tokoh besar kaliber dunia mulai dari Sunan Ampel hingga Dahlan iskan semua adalah tokoh kaliber dunia. Yang harus diingat president Indonesia yang paling Kharismatik juga ditempa dikota ini.
Surabaya merupakan kota multifungsi mulai dari olah raga, bisnis, komunikasi, budaya hingga keberaniannya. Masyarakat kota Surabaya berkali-kali dihadapkan pada musuh yang bernama “ Penggusuran dan Pembumihangusan” mulai dari stren kali Jagir hingga pasar keputran, mulai dari pasar wonokromo hingga pasar turi luluhlantak karena kebakaran. Tapi dasar dari orang Surabaya adalah orang besar sehingga hal-hal diatas hanya dianggap sebagai semut kecil yang mencubit kulitnya. Sakit sih, tapi hanya berlangsung dalam hitungan detik. Jika Jakarta ada peristiwa penggusuran makam mbah Priok hingga menelan korban jiwa, penggusuran pasar keputran yang sempat ada isu akan menjadi peristiwa periuk kedua ternyata bisa dilakukan secara damai. Jika dilihat dari sudut pandang dampak sosial ekonomis tentu lebih besar dampak penggusuran keputran dari pada periuk. Tapi itulah Indonesia hal-hal irasional bisa menjadi sangat rasional disini di Negaraku tercinta.
Surabaya terkenal akan klub sepakbolanya, klub yang berjuluk Bajul Ijo ini mempunyai basis pendukung yang sangat luar biasa yaitu Bonek Surabaya. Meskipun tim yang didukungnya banyak kalahnya daripada menangnya tetapi para suporter tetap setia mendukung Bajul Ijo. Mereka tidak peduli timnya menang apa kalah, mereka tetap bangga memakai atribut suporter Bonek( Bondo nekat). Kata nekat hanya dikenal oleh kebidayaan Jawa timur, tidak ada di seluruh Dunia yang mengenal kata nekat. Kebudayaan nekat tercermin dari tingkah laku dan tata bahasa yang digunakan masyarakat Surabaya.
Masyarakat Surabaya tidak suka hal-hal yang bertele-tele dan menggunakan retrorika yang sangat panjang dan mbulet. Itulah sebabnya para tim sukses kampanye berlomba-lomba memendekkan jargon-jargon kampenya agar mengena dihati rakyat Surabaya. Masyarakat Surabaya sangat menyukai kebersamaan, Jika makan mereka bersama-sama, mendukung tim sepak bolanya bersama-sama, melakukan pengrusakan bersama-sama dan korupsi juga bersama-sama.
Masyarakat Surabaya sangat menyukai kesenian, mulai dari ludruk, ketoprak, metal hingga hip-hop. Jika Bandung yang katanya pusat kreatifitas Indonesia, namun tidak mempunyai kesenian asli. Surabaya mempunyai kesenian asli namun hampir mati. Memang Surabaya bukanlah kota seni seperti solo, tapi Surabaya merupakan barometer kesenian Indonesia. Ludruk dan Ketoprak adalah jiwa asli masyarakat Surabaya, tapi sampai sekarang tidak ada satupun yang mengangkat hal tersebut. Dari kelima konstetan pilwali tidak ada yang mengangkat tema kebudayaan sebagai salah satu komoditas politiknya. Memang sih tema ini kurang menjual, kurang markettable begitu kira-kira kata para ahli marketing.
Sebagai sentra perdagangan untuk wilayah Indonesia timur tentu Surabaya mendapat tempat tersendiri bagi para pebisnis. Pembangunan infrastruktur sebagai penopang terwujudnya business city acap kali meminggirkan kepentingan sosial masyarakatnya. Dalam benak para pemangku kebijakan, semua permasalahan selesai jika pendapatan masyarakat meningkat. Padahal banyak faktor lain diluar itu yang harus diperhitungkan.
Pilwali 2010 ini merupakan tolak ukur bagaiman kedewasaan masyarakat kota Surabaya dalam bertindak dan berpikir. Tolak ukur bagaimana para pemimpin kota Surabaya memadukun antara komoditas politik dan kenyataan. Pilwali 2010 merupakan arena masyarakat Surabaya untuk bergembira dan tertawa bersama karena pada saat inilah masyarakat Surabaya menjadi tuan rumah di kotanya Surabaya. Pilwali 2010 La Roiba Fih tidak ada keraguan padanya.
Gigih Pringgondani (Pemuda Indonesia)

13/05/10

BENING HATI UNTUK INDONESIA SARANA UNTUK MENCARI FORMAT HUBUNGAN AGAMA, HUKUM, TEKNOLOGI SOSIAL DAN BUDAYA DENGAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

BHI(bening hati untuk Indonesia) bukanlah sebuah gerakan agama, organisasi massa maupun sebuah gerakan politik. BHI hanyalah sebuah kumpulan kecil masyarakat Surabaya yang tergerak hatinya untuk memajukan bangsa dan negaranya. Hampir sama dengan forum pencerahan bangbang wetan(forum pencerahan dari Emha Ainun Najib), hanya yang berbeda disini kita diajak untuk lebih fokus dalam mengkaji dan mencari format hubungan antara Agama, hukum, teknologi dan sosial dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal yang menarik perhatian saya tentang kajian bening hati untuk Indonesia adalah sifatnya yang berwarna-warni. Bagaimana seorang Gus, dosen dan kaum cemdikiawan berkumpul dan tertawa bersama dengan rakyat biasa dan mahasiswa sambil memberikan ilmunya. Jika penulis tarik kedalam konteks Indonesia akan terlihat sebagai implementasi dari makna Bhineka tunggal ika (berbeda-beda tapi tetap dalam koridor memanusiakan manusia). Hal tersebut dimaksudkan agar nasyarakat Surabaya melepaskan sejenak segala atribut yang ada didalam diri dan melupakan perbedaan antara mereka.
Indonesia negeri dengan penduduk Islam terbesar didunia, tapi bukan Negara Islam. Karena manusia Indonesia terbentuk oleh kebudayaan yang sudah berabat-abad lamanya. Tidak mudah untuk merumuskan apa itu manusia Indonesia? Dan bagaimana formulasi hubungan antara agama dan Negara. Hal inilah yang harus dijawab oleh umat Islam Indonesia.
Hal yang paling menghantui pemikiran kaum muslimin di Indonesia adalah keharusan untuk merumuskan hubungan antara agama dengan Negara. Karena disadari atau tidak, diterima atau tidak pada kenyataannya bahwa Islam adalah agama hukum. Sebuah agama hukum haruslah menentukan dengan rinci bagaimana hubungan antara Negara dengan hukum. Jika tidak demikian maka sampai kapanpun ajaran Islam tidak akan terlaksana dengan baik dalam kehidupan. Inilah yang membuat kacau kehidupan beragama jika dibawah kerana kehidupan sosial bangsa Indonesia. Mari kita lihat sebuah fatwa-fatwa yang tidak pernah memikirkan bagaimana dampak jangka panjang sering bermunculan.
Penulis ambil contoh tentang fatwa rokok haram rokok. Memamang dari sudut dunia kesehatan rokok sangat membahayakan kesehatan dan dapat menyebabkan kantong si perokok ‘bolong’. Tetapi jika kita melihat dari sisi lain terutama dari sisi ekonomi, industri rokok menyumbangkan pendapatan yang lumayan besar. Menurut data Indocomercial nilai dalam bentuk uang mencapai US$1,7 juta dengan total tenaga kerja mencapai 197.034 orang. Belum dihitung petani tembakau dan penjual rokok. Bagaimana MUI menyikapi hal ini masih belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
Namun tren tenaga kerja dalam industri rokok cenderung menurun. Menurut penelitian dari Kuncoro, kini industri rokok hanya menyisakan daerah jawa tengah dan jawa timur dengan nilai tambah sebesar 10,152%. Meskipun pertambahan tenaga kerja cenderung menurun tetapi nilai produksi rokok cenderung menaik. Salah satu penyebabnya adalah peralian teknologi, dari human tecnology ke machine technology.
Dampak dari teknologi ini ada yang positif dan ada yang negatif. Dampak positif dari teknologi adalah semakin efesien dan efektifnya industri dan kehidupan manusia. Dampak negatif dari teknologi adalah terjadi pengangguran dan kerusakan alam. Indonesia sebagai Negara maritim yang berpenduduk terpadat no 4 didunia nampaknya belum siap. Dimana jika penulis mengutip dari pendapat Rostow seorang ahli ekonomi, dengan teorinya yang disebut teori pertumbuhan Rostow. Indonesia masih dalam persiapan tinggal landas. Hal ini ditandai dengan peralihan dari struktur industri manual ke struktur industri dengan teknologi sederhana.
Teknologi dan kehidupan manusia adalah satu kesatuan. Bahkan peristiwa hijrah kanjeng Rasul tak lepas dari peristiwa teknologi. Mulai dari kita menyapu lantai sampai kita transfer uang melalui bank itu semua adalah peristiwa-peristiwa teknologi. Penggunaan teknologi yang seharusnya hidup berdampingan dengan bangsa dan Negara ternyata menimbulkan dampak kerusakan yang tidak sedikit.
Kerusakan hutan, laut dan moral merupakan salah satu dampak negatif dari sebuah teknologi. Lagi-lagi muncul satu pertanyaan yang sama dengan tulisan diatas, mampukah bangsa ini mencari jawaban hubungan antara manusia dengan bangsa dan Negara Indonesia? Bagaimana hubungan antara teknologi dengan bangsa dan Negara hingga bisa dikatakan mendekati seimbang. Pembangunan karakter dan kecerdesan masyarakat haruslah diikuti dengan pembenahan menggunakan dan menciptakan teknologi baru, hingga menemukan jawaban “ bagaimana hubungan antara teknologi dan kebangsaan yang mendekati keseimbangan”.
Sebegitu pentingnya teknologi, hingga menjadi salah satu element didalam konsep potensi pertumbuhan (growth potensial), yang diartikan sebagai “batas atas” pertumbuhan ekonomi suatu Negara dalam jangka panjang. Hal-hal yang menentukan potensi pertumbuhan suatu Negara adalah: 1. Kualitas pemerintahan, 2. Kualitas sumber daya manusia, 3. Kualitas teknologi dan 4. Sumber daya alam yang dimiliki. Keempat hal inilah yang akan berperan didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Memang konsep potensi pertumbuhan jika kita lihat akan mengarah kepada persaingan bebas atau istilah kerennya disebut neoliberal. Tetapi yang perlu digaris bawahi adanya pemerintahan yang baik akan mereduksi sifat-sifat negatif dari konsep potensi pertumbuhan. Negara dalam hal ini bertindak sebagai pembuat hukum (created law) dan bertugas menciptakan formula regulasi yang mendekati keseimbangan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bicara tentang hukum, ingatan kita seakan melayang-layang kepada banyaknya berita tentang markus (mafia kasus). Dimana kasus-kasus bisa diperjual-belikan dengan harga yang sangat murah. Kualitas hukum di Indonesia sudah diakui dunia sebagai salah satu kualitas hukum terjelek. Bagaimana tidak jelek, seorang narapidana bisa mendapatkan fasilitas sekelas hotel bintang lima atau bisa berjalan-jalan di mall dengan uang jaminan.
Didalam praktek hukum Negara kita memang sangat blepotan dalam menegakkan supermasi hukum. Namun jika kita masuk kedalam persoalan teknis, sebenarnya Negara ini juga belum mampu merumuskan bagaimana hubungan yang pas antara hukum dan bangsa Indonesia dan bagaimana merumuskan apa itu keadilan bagi bangsa Indonesia?
Undang-undang kita masih mengacu pada Burgelijk Wejk yaitu kitab kuno warisan dari eyang Hindia Belanda. Burgelijk Wejk atau disingkat BW adalah kitab undang-undang hukum perdata yang saat ini di negeri saudara kita Belanda sudah tidak dipakai. Paka-pakar hukum dari seluruh Indonesia masih belum mampu merumuskan bagaiman hukum yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Yang sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung budaya Indonesia.
Keadilan hal ini malah terdengar lebih sulit. Dari sifatnya saja keadilan sulit untuk di visualkan karena keadilan bersifat abstrak atau normatif. Dari segi kosa kata kita tidak punya padanan kata dari kata adil. Kata keadilan atau adil kita import dari bahasa Arab atau bahasa Inggris. Yang kita punya adalah kata selaras atau kata laras. Jadi tidak heran jika selama ini kita mencari keadilan tidak pernah ketemu-ketemu. Keselarasan yang dibangun oleh 3 pilar demokrasi baik legislatif, yudikatif dan eksekutif bisa positif dan bisa menjadi negatif.
Hukum merupakan dasar bagi Negara ini. Sejak awal penciptaan Negara Indonesia didahului dulu dengan pembuatan hukum atau konstitusi. Contoh salah satu konstitusi yang menjadi dasar pendirian Negara ini adalah pembukaan UUD 45. Dimana di didalam disebutkan berdirinya Negara Indonesia yang telah merdeka. Berangkat dari kenyataan ini maka Hukum merupakan pilar yang amat penting sebagai penopang tegaknya negera Indonesia. Dan sekarang bangsa Indonesia mempunyai pekerjaan rumah yang sangat sulit yaituh “menyelaraskan” kembali element-element positif hubungan antara hukum dan Negara.
Hukum merupakan salah satu alat untuk mengatur dinamika sosial yang ada di Indonesia. Kondisi sosial di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh trauma yang mendalam dari dampak “kolonialisme”. Hal ini yang mendasari mengapa Bangsa Indonesia mempunyai kesalahan berpikir. Kebanyakan dari kita merasa bahwa orang kulit putih lebih hebat dari orang Indonesia. Padahal fakta membuktikan bahwa kita Bangsa Indonesia lebih hebat dari mereka. contoh kecil adalah: saudara-saudara yang ikut olimpiade Sains selalu pulang membawa medali baik emas, perak maupun perunggu. Bukti yang lain adalah karya seni kita tidak ada tandingannya didunia ini. Tapi semua itu belum bisa menyembuhkan rasa rendah diri kita.
Sedmikian bahanya kesalahan berpikir kita, sampai-sampai perdana menteri Belanda meminta maaf pada rakyat Indonesia atas tindakan orang Belanda selama mereka menjajah di Nusantara ini. Manusia Indonesia yang sudah jatuh mentalnya tidak akan bisa berbuat banyak untuk memajukan negerinya. Maka diperlukan semacam terapi untuk menyehatkan kembali mental orang Indonesia. Kondisi sosial yang terbentuk sekarang merupakan akumulasi dari Budaya dan Sejarah yang dialami oleh manusia Indonesia.
Pendiri-pendiri Negara ini telah memahami dan merumuskan identitas bangsa Indonesia, yang tertuang didalam Pancasila sebagai falsafah Negara dan UUD 45 sebagai dasar hukumnya. Dan yang perlu diingat semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai kunci dasar untuk membangun Bangsa dan Negara Indonesia. Manusia yang menyusun Indonesia ini bermacam-macam budaya dan kelakuannya. Mereka hidup berkolektif atau berkelompok dengan hubungan yang merekatkan satu sama lain. Entah itu hubungan keIndonesiaan, hubungan keIslaman, hubungan kebudayaan atau hubungan cinta antar umat manusia. Apapun itu hubungan diatas harus bisa dileburkan menjadi sebuah nilai terhadap Bangsa dan Negara Indonesia.
Interaksi antar hubungan-hubungan manusia Indonesia inilah yang menyebabkan terjadinya proses penyebaran budaya-budaya. Ada yang melebur menjadi sebuah budaya baru, ada juga yang berkgesakan antara budaya asli dan budaya pendatang. Dewasa ini kebudayaan asli Indonesia telah mengalami reduksi yang sangat hebat. Arus informasi yang bebas menyebabkan adanya penurunan terhadap budaya sendiri. Padahal fakta sudah membuktikan jika ingin menjadi bangsa dan Negara yang maju harus berpijak pada budaya yang telah dimiliki. Salah satu budaya yang dianggap negatif oleh pemiliknya sendiri adalah budaya Bonek. Ya budaya bonek, budaya yang mengajarkan sebuah kesungguan untuk mengejar apa yang dicita-citakan apa yang diimpi-impikan tanpa melihat seberapa besar rintangan yang menghadang. Budaya bonek mengajarkan kita untuk rawe-rawe rantas malang-malang putung, semua yang menghalangi kita libas dengan semangat Bonek (bondo nekat).
Tulisan ini hanya sebuah bentuk unek-unek saya dan rasa cinta saya terhadap kajian Bening Hati untuk Indonesia dan untuk Negara Indonesia. Indonesia sebagai Bangsa yang sudah tua umurnya bisa memperbarui lagi apa yang telah dilupakan dan memperbaiki menjadi sebuah Negara dan bangsa yang maju kedepan. Indonesia apapun yang terjadi pada engkau penulis tetap akan selalu cinta pada engkau, tetap selalu bangga pada engkau. Indonesia aku cinta kamu.
Ditulis oleh Gigih Pringgondani(pemuda Indonesia)

21/04/10

MEMBANGUN SEKTOR KELAUTAN SEBAGAI SALAH SATU PILAR UTAMA DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN INDONESIA

Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau,sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia. Indonesia Negara kepulauan terbesar didunia dengan kekayaan yang sangat melimpah ruah sehingga dinamai oleh Multatuli sebagai Zamrud Khatulistiwa. Dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km Indonesia memiliki potensi kekayaan laut yang sedemikian besar. Namun hingga saat ini potensi yang demikian besar itu belum bisa dikelola dengan baik oleh bangsa Indonesia. Dikarenakan pembangunan Negara ini yang masih menitikberatkan pada pembangunan daratan.
Peluang dalam mengembangkan potensi laut ini sangat besar. Menurut data dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Bogor tahun 2002. Jumlah PDB dari tahun 1995 sampai tahun 2002 terus meningkat. Dari 12,38% menjadi 23,57% pada tahun 2002. Bidang kelautan terdiri dari berbagai sector yang dapat dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan bangsa Indonesia, yaitu: 1. Perikanan tangkap; 2. Perikanan budidaya; 3. Industri pengolahan hasil perikanan; 4. Industri bioteknologi kelautan; 5. Pertambangan dan energy; 6. Pariwisata bahari; 7. Angkutan laut; 8. Jasa perdagangan; 9. Industri maritime; 10. Pulau-pulau kecil; dan 11. Sumberdaya non-konvensional; 12. Bangunan kelautan (konstruksi dan rekayasa); 13. Benda berharga dan warisan budaya (cultural heritage); 14. Jasa lingkungan, konservasi dan biodeversitas. Melihatnya prospek manfaat dan nilai ekonominya yang besar mengembangkan sector kelautan merupakan jalan pintas untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia.
Mengacu pada teori Rostow, untuk memajukan sektor kelautan ada tiga peran besar yang harus dilakukan oleh sektor kelautan agar proses pembangunan berkelanjutan sektor kelautan : 1) Sebagai sumber gizi yang baik untuk kesehatan dan kecerdasan. 2) Harus menciptakan pasar yang makin besar bagi produk sektor Industri. 3) Harus menyediakan transfer dana sektor modern dalam bentuk pajak, tabungan, investasi atau secara langsung melalui penekanan harga (term of trade).
Sebenarnya kalau kita berpikir lebih dalam di lautlah sebenarnya keunggulan kita. Baik keunggulan komparatif maupun keunggulan absolute. Hanya sayang kita kalah dalam keunggulan kompetitivenya. Sebagai sebuah Negara maritim sudah seharusnya paradigma pembangunan harus diubah, dari yang berfokus pada daratan sedikit demi sedikit bergeser pada pembangunan kelautan. Terbukanya, perdagangan bebas dengan Cina, bisa kita manfaatkan sebagai momentum untuk membangun kembali sektor kelautan dan sebagai tandingan terhadap produk-produk dari Negara Cina. Pertanyaannya mampukah kita memanfaatkan peluang ini?
Sebagai bagian integral dari perekonomian global, mau tidak mau Indonesia harus siap menghadapi persaingan dengan Negara-Negara didunia. Tidak hanya dengan Cina, Indonesiapun akan menghadapi tantangan perdagangan yang sangat serius dari Negara-Negara maju. Untuk menghadapi itu semua Indonesia harus mengintegrasikan ekonomi dari wilayah satu ke wilayah lainnya. Solusi yang memungkinkan untuk mengintegrasikan masing-masing wilayah Indonesia adalah pembangunan infrastruktur lautan. Dengan mendirikan pelabuhan-pelabuhan yang layak untuk melakukan aktifitas ekonomi berskala nasional.
Untuk membangun sektor kelautan Indonesia diperlukan Sumber daya-sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai rasa semangat kebaharian. Namun pada kenyataannya saat ini sumber daya manusia yang dibutuhkan itu masih sangat kurang, baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa pembangunan sektor kelautan terkesan berjalan ditempat. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa sangat tergantung kepada sumber daya manusia yang dimiliki oleh Negara tersebut.
Di bidang kelautan nasional, melihat peluang dan tantangan yang sangat besar, SDM dan IPTEK adalah syarat mutlak yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Misal, bagaimana mengoptimalkan sumberdaya mineral dan gas di lepas pantai. Coba saja, berdasarkan data geologi, diketahui Indonesia memiliki lebih dari 60 cekungan minyak di dasar laut yang belum dieskplorasi. Tentu ini selain membutuhkan IPTEK juga SDM yang handal di bidangnya.
Belum lagi pada bidang perikanan kelautan yang menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Bogor dibagi kedalam 3 sektor yaitu perikanan tangkap, perikanan budidaya dan industri pengolahan hasil perikanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan DKP, sumberdaya manusia yang berkecimpung di sektor ini lebih dari 50 (2006) adalah lulusan sekolah dasar, yakni untuk SDM pelaku perikanan tangkap sebesar 56 berpendidikan SD. Untuk pen-didikan SLTP sebesar 26, tidak tamat SD sebesar 6. Sisanya SLTA dan sarjana.
Selain permasalahan tentang kurangnya sumber daya manusia, sektor kelautan menghadapi tekanan lain dari sisi permintaan. Sama dengan kendala yang dihadapi sektor pertanian daratan, harga jual hasil produksi mereka mudah sekali dipermainkan oleh spekulan-spekulan pasar. Di dalam negeri nelayan tradisional terkooptasi dalam sistem bagi hasil yang tidak adil. Sehingga kemiskinan struktural nelayan sulit diselesaikan. Untuk itu ke depan perlu adanya bagi hasil agar nelayan mampu menaikan produktivitas serta mengangkat daya saing perikanan Indonesia.
Dewasa ini sektor ini semakin menunjukkan prospek yang bagus. Di era otonomi dan pergeseran paradigma pembangunan ekonomi dari perencanaan terpusat menjadi perencanaan regional menyebabkan daerah-daerah mempunyai wewenang yang lebih besar untuk mengelola perekonomiannya sendiri. Akan tetapi selain ada sisi positifnya, otonomi daerah memiliki sisi negatif yang cukup mmerisaukan. Terjadinya penjualan hak ekonomi kepada pengusaha-pengusaha besar untuk mengeksploitasi sumberdata ekonomi. Yang pada akhirnya menimbulkan dampak negatif yang sangat besar.
Salah satu contoh dari dampak negatif otonomi daerah adalah hilangnya hak ulayat laut dari suku evav, suku asli dari pulau Kei di Maluku Tenggara. Dimana hak eksploitasi laut yang oleh pemerintah Republik Indonesia diserahkan kepada PT. Mina Sinega. Sejak itulah orang-orang suku evav tidak bisa menikmati lagi hasil lautnya. Kehadiran perusahaan ini sangat sedikit mendatangkan keuntungan bagi warga pribumi, bahkan sebaliknya warga pribumi mendapatkan bau busuk dari timbunan ikan olahan mereka.
Inilah yang ditakutkan oleh para pengkritik kebijakan otonomi daerah. Melihat pada teori Arthur Lewis, yakni pertumbuhan 2 sektor: dimana perumbuhan sektor industri akan menghasilkan trade off bagi pertumbuhan sektor pertanian. Maka diperlukannya sebuah strategi agar sektor kelautan Indonesia tidak dibiarkan antara hidup dan mati. Mengacu kepada pendapat Simon Kuznet, mentransformasikan struktur ekonomi dengan titik berat kelautan ke titik berat industri kelautan.
Strategi untuk transformasi ekonomi harus dilakukan bertahap agar tidak terjadi ketimpangan yang berlebihan antara sektor tradisonal kelauatan dan sektor industri kelautan. Maka pada tahap awal, sektor kelautan tradisonal harus dibangun, ditingkatkan produktivitasnya supaya menghasilkan surplus. Surplus kemudian dieksport untuk menghasilkan devisa dan membiayai pembangunan sektor industri kelautan. Tahap pertengahan, membangun sektor industri kelautan yang baik sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi. Dan selanjutnya tinggal menjaga bagaimana agar dua sektor ini saling menopang antara satu dengan lainnya.
Bahkan didalam Islam sendiri Allah SWT menyerahkan lautan kepada umat Islam untuk dikelola dengan baik dan benar. Bahkan didalam Al Quran ada kurang lebih 40 ayat tentang lautan sebagai “ wasiat politik kelautan”. Maka tujuan utama dilaksanakannya seminar kali ini yang bertemakan “ Membangun kembali sektor kelautan Indonesia” bisa menjadi semacam penggugah kesadaran mahasiswa untuk menumbuhkan kembali tatanan budaya kelautan dan mengembangkan sektor kelautan ini. Pepatah lama mengatakan who is comand the sea, he is comand the world.

02/04/10

KEBUN BINATANG DAN KEBUN BIBIT IKON WISATA, FILTER UDARA DAN ENVIRONMENT EDUCATION KOTA SURABAYA

Kebun binatang Surabaya pernah menjadi kebanggan kota Surabaya pada dekade 90-an. Tempatnya yang rindang, bersih dan menyenangkan. Dengan satwa-satwa liar yang indah dan eksotis. Masa kecil penulis sering diajak berlibur oleh keluarga mengunjungi tempat tersebut. Dalam memori masa kecil penulis, kebun binatang adalah tempat yang indah, tempat untuk menghilangkan strees yang melanda dan tempat untuk pembelanjaran tentang satwa liar. Dari sanalah penulis tertarik akan kehidupan satwa liar dan banyak mendapatkan pengetahuan tentang mereka. Disana penulis mendengarkan petugas menjelaskan tentang kehidupan dan tingkah laku mereka sambil melihat dan berinteraksi langsung dengan satwa liar yang berada di kebun binatang Surabaya.
Cerita diatas hanyalah kisah masa lalu yang masih tersimpan didalam memory penulis. Saat ini hal-hal indah diatas sudah berubah menjadi hal-hal yang menyedihkan. Kesehatan satwa tidak diperhatikan, kebersihan lokasi kebun binatang dan pertikaian didalam tubuh manajemennya menyebabkan kebun binatang Surabaya kehilangan jati diri dan fungsinya. Sangat disayangkan jika ikon Surabaya yang mempunyai banyak manfaatnya ini harus mati kehabisan napas. Sungguh sangat ironis.
Surabaya merupakan kota yang sarat dengan sejarah, masalah dan keunggulan. Kota yang sudah memainkan perannya didalam percaturan sejarah Indonesia beratus-ratus tahun yang lalu. Bisa dikatakan Surabaya adalah titik penting didalam aspek sosial, ekonomi, pendidikan dan lingkungan di Indonesia. Selain kebun binatang, Surabaya mempunyai satu ikon penting lain yang memenui tiga aspek diatas ( pendikan lingkungan, icon wisata dan paru-paru kota) tempat apakah itu? Ya, kebun bibit merupakan tempat yang bisa dikembangkan dalam memenuhi unsur ketiga aspek diatas. Lagi-lagi kita flesh back kebelakang, kebun bibit didirikan memang agar berfungsi sebagai filter dari udara kotor yang ada di Surabaya. Jika menurut ilmu lingkungan paling tidak pemunuhan Ruang terbuka hijau(RTH) minimal 20% dari luas wilayah suatu kota. Nah berangkat dari pemikiran inilah kebun bibit didirikan sebagai paru-paru kota Surabaya.
Seiring berkembangnya waktu, Surabaya menjadi tempat bisnis yang sangat kondusif sehingga menarik minat invesrtor yang sangat banyak. Namun hukum alam tidak bisa ditolak, pembangunan ekonomi yang terus menerus tanpa mengindahkan lingkungan mengakibatkan kota Surabaya menjadi kota yang tidak layak dijadikan pemukiman. Jika pak Emil Salim mengatakan kelemahan terbesar dari sistem perekonomuian pasar adalah tidak memasukkannya nilai kegunaan pada barang yang tidak mempunyai harga. Inilah yang menyebabkan penurunan lingkungan dan dampaknya terjadi perubahan iklim dan cuaca.
Pembangunan ekonomi yang tanpa mengindahkan lingkungan membuat keberadaan kebun bibit terancam. Hal ini bisa kita lihat adanya keinginan dari PT Surya Inti Perkasa untuk menjadikan areal kebun bibit sebagai tempat bisnis. Yang akhirnya terjadilah tarik menarik antara pemkot Surabaya dengan Perusahaan tersebut. Dengan berpedoman pada perda kota Surabaya Nomor 7 tahun 2002 tentang RTH, maka secara otomatis ijin mendirikan usaha diatas kebun bibit dibatalkan. Atau istilah didalam hukum dapat dibatalkan demi hukum (voideble).

CUACA
Hampir seluruh perubahan cuaca dari hari-ke-hari disebabkan adanya sistem-sistem cuaca yang bergerak. Sistem-sistem ini terdiri dari pusaran (eddy) siklon dan antisiklon(Trewarthe,dkk. 1995). Di kawasan tropis sistem-sistem cuaca ini lebih lemah dan sering kali tidak dapat diungkapkan dengan jelas oleh pola-pola tekanan. Maka perubahan cuaca dari hari-ke-hari merupakan bagian integral yang merupakan sintesis dari peristiwa-peristiwa cuaca harian yang menentukan perubahan iklim. Maka berangkat dari sinilah bahwa iklim merupakan kumpulan dari peristiwa-peristiwa perubahan cuaca yang selalu berulang-ulang.
Kendali cuaca maupun iklim yang paling mendasar adalah pemanasan dan pendinginan yang tidak seimbang di bagian-bagian bumi yang berlainan. Inilah yang mengakibatkan perbedaan-perbedaan bentuk muka bumi, ada yang berbentuk hamparan es, hamparan salju, sabana, dan hutan tropis. Tapi perbedaan tersebut bisa berjalan seimbang dan saling mendukung antara satu dengan yang lain. Maha besar kuasamu Ya Allah.
Harmonisasi yang telah terbangun ini, dirusak oleh manusia dengan jalan memproduksi limbah gas rumah kaca yang sangat berlebihan. Yang akhirnya berpengaruh pada siklus perubahan-perubahan cuaca harian dan akhirnya berdampak pada perubahan iklim. Suatu kawasan yang mempunyai tekanan tinggi yang dipengaruhi oleh laut mengakibatkan tekanan udara mengalami stagnasi dan mendapatkan tekanan dari permukaan daratan.
Surabaya yang mempunyai banyak pabrik-pabrik dan jumlah kendaraan yang begitu besar menumpahkan gas buangnya ke udara. Karena tekanan udara dalam kondisi stagnan maka polusi udara secara teraratur meningkat. Dan pada akhirnya polusi udara akan terpusat dilapisan ionosfer. Dan akhirnya menumpuk sehingga merusak lapisan ozon. Hal ini bisa dikurangi dengan membangun ruang terbuka hijau guna mereduksi polusi udara, sehingga tidak menumpuk terlalu banyak di lapisan ionosfer.

Ekowisata
Ekowisata menawarkan sesuatu bentuk rekreasi yang memaduhkan unsur hiburan dengan kelestarian alam. Sehingga pengertian dari ekowisata adalah suatu konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya(Dirawan,2003). Maka pengembangan konsep ini diharapkan mampu meningkatkan dua pilar hubungan yaitu: manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Sehingga mampu meningkatkan kualitas hubungan antar sesama manusia, meningkatkan kualitas lingkungan dan meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat sekitar.
Indonesia merupakan Negara yang mempunyai beragam biodervisitas makhluk hidup yang sungguh luar biasa. Dan kini hampir terancam punah dikarenakan kegiatan ekonomi yang tidak mengindahkan lingkungan. Salah satu cara mengerem laju kepunahan tersebut adalah menjadikan Kebun binatang dan kebun bibit sebagai arena penerapan ekowisata dan edukasi, agar masyarakat, pelajar dan mahasiswa terbuka wawasannya tentang makhluk hidup diluar manusia. Dua tempat ini hendaknya berspesialisasi terhadap dua hal yang berbeda. Seperti yang dikatakan ahli-ahli marketing yaitu diferensiasi produk. Konsep penggabungan ketiga pilar ini yaitu lingkungan hidup, wisata dan pendidikan pasti akan mempunyai dampak yang besar bagi generasi-generasi muda kota Surabaya. Ibarat pepatah satu kali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Maka pengolahan kebun bibit dan kebun binatang yang benar akan membuat delapan sembilan tujuan tercapai.

PENUTUP
Sebagai bangsa yang besar, dengan jumlah pemeluk Islam terbesar sedunia, sudah seharusnya umat Islam Indonesia memperhatikan tiga aspek diatas. Yaitu education, environment and economic. Islam dalam praktik rakhmatan lil’alamin tentu harus dapat menjawab tantangan itu(Mangunjaya,2005). Cara berpikir didalam bingkai keIslaman harus diubah. Kita tidak hanya bicara tentang halal dan haram atau Negara sekuler dan Negara Islam. Tapi memberikan teladan dan mempelopori gerakan untuk cinta lingkungan, memikirkan kesejahteraan umat dan mencerdaskan genersi penerus kita. Prinsip yang harus dipegang adalah kebersamaan tapi boleh beda. Sehingga tercipta generasi-generasi penerus bangsa Indonesia yang cerdas dan berakhalak mulia.
Umat manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya lingkungan, karena lingkungan diciptakan oleh gusti Allah sebagai penopang kehidupan manusia. Jika lingkungan rusak maka otomatis kehidupan manusia akan rusak. Tidak percaya? Salah satu bukti dari rusaknya lingkungan Surabaya adalah mudah marahnya orang-orang Surabaya. Kenapa orang-orang Surabay mudah marah? Karena Surabaya kekurangan oksigen, sehingga sel darah merah mengikat polutan-polutan yang berdampak pada psikis orang Surabaya. Bukankah kanjeng Rasul sudah Bersabda: dari Abu Hurairah r.a bahwah seorang telah berkata kepada kanjeng Rasulluah Saw: “ Berwasiatlah kepada saya!” Beliau bersabda: “Jangan Marah”. Maka beliau mengulang berkali-kali. Beliau mengatakn: “Jangan Marah”.( HR. Bukhari no 6116 dan Arbain Nawawiyah Hadist no16).
Maka mari umat Islam yang ada di Surabaya khususnya dan warga Surabaya secara umum yang masih memiliki rasa cinta terhadap Lingkungan dan Kota Surabaya kita wujudkan pembenahan ikon wisata Surabaya yaitu Kebun Binatang dan Kebun Bibit. Sehingga bisa menciptakan sedikit filter terhadap polusi udara yang menumpuk sehingga mengurangi rasa amarah warga kota Surabaya. Meningkatkan sedikit pendapatan dari warga Surabaya yang nanti bisa mengakibatkan multiplier efect yang positif dan sebagai sarana pembelajaran tentang lingkungan agar tercipta harmonisasi antara lingkungan dan manusia. Penulis tetap mengingatkan agar selalu MengAllahkan Allah, Memanusiakan-manusia dan Mengalamkan-alam. Wallahu A’lam