13/05/10

BENING HATI UNTUK INDONESIA SARANA UNTUK MENCARI FORMAT HUBUNGAN AGAMA, HUKUM, TEKNOLOGI SOSIAL DAN BUDAYA DENGAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

BHI(bening hati untuk Indonesia) bukanlah sebuah gerakan agama, organisasi massa maupun sebuah gerakan politik. BHI hanyalah sebuah kumpulan kecil masyarakat Surabaya yang tergerak hatinya untuk memajukan bangsa dan negaranya. Hampir sama dengan forum pencerahan bangbang wetan(forum pencerahan dari Emha Ainun Najib), hanya yang berbeda disini kita diajak untuk lebih fokus dalam mengkaji dan mencari format hubungan antara Agama, hukum, teknologi dan sosial dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal yang menarik perhatian saya tentang kajian bening hati untuk Indonesia adalah sifatnya yang berwarna-warni. Bagaimana seorang Gus, dosen dan kaum cemdikiawan berkumpul dan tertawa bersama dengan rakyat biasa dan mahasiswa sambil memberikan ilmunya. Jika penulis tarik kedalam konteks Indonesia akan terlihat sebagai implementasi dari makna Bhineka tunggal ika (berbeda-beda tapi tetap dalam koridor memanusiakan manusia). Hal tersebut dimaksudkan agar nasyarakat Surabaya melepaskan sejenak segala atribut yang ada didalam diri dan melupakan perbedaan antara mereka.
Indonesia negeri dengan penduduk Islam terbesar didunia, tapi bukan Negara Islam. Karena manusia Indonesia terbentuk oleh kebudayaan yang sudah berabat-abad lamanya. Tidak mudah untuk merumuskan apa itu manusia Indonesia? Dan bagaimana formulasi hubungan antara agama dan Negara. Hal inilah yang harus dijawab oleh umat Islam Indonesia.
Hal yang paling menghantui pemikiran kaum muslimin di Indonesia adalah keharusan untuk merumuskan hubungan antara agama dengan Negara. Karena disadari atau tidak, diterima atau tidak pada kenyataannya bahwa Islam adalah agama hukum. Sebuah agama hukum haruslah menentukan dengan rinci bagaimana hubungan antara Negara dengan hukum. Jika tidak demikian maka sampai kapanpun ajaran Islam tidak akan terlaksana dengan baik dalam kehidupan. Inilah yang membuat kacau kehidupan beragama jika dibawah kerana kehidupan sosial bangsa Indonesia. Mari kita lihat sebuah fatwa-fatwa yang tidak pernah memikirkan bagaimana dampak jangka panjang sering bermunculan.
Penulis ambil contoh tentang fatwa rokok haram rokok. Memamang dari sudut dunia kesehatan rokok sangat membahayakan kesehatan dan dapat menyebabkan kantong si perokok ‘bolong’. Tetapi jika kita melihat dari sisi lain terutama dari sisi ekonomi, industri rokok menyumbangkan pendapatan yang lumayan besar. Menurut data Indocomercial nilai dalam bentuk uang mencapai US$1,7 juta dengan total tenaga kerja mencapai 197.034 orang. Belum dihitung petani tembakau dan penjual rokok. Bagaimana MUI menyikapi hal ini masih belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
Namun tren tenaga kerja dalam industri rokok cenderung menurun. Menurut penelitian dari Kuncoro, kini industri rokok hanya menyisakan daerah jawa tengah dan jawa timur dengan nilai tambah sebesar 10,152%. Meskipun pertambahan tenaga kerja cenderung menurun tetapi nilai produksi rokok cenderung menaik. Salah satu penyebabnya adalah peralian teknologi, dari human tecnology ke machine technology.
Dampak dari teknologi ini ada yang positif dan ada yang negatif. Dampak positif dari teknologi adalah semakin efesien dan efektifnya industri dan kehidupan manusia. Dampak negatif dari teknologi adalah terjadi pengangguran dan kerusakan alam. Indonesia sebagai Negara maritim yang berpenduduk terpadat no 4 didunia nampaknya belum siap. Dimana jika penulis mengutip dari pendapat Rostow seorang ahli ekonomi, dengan teorinya yang disebut teori pertumbuhan Rostow. Indonesia masih dalam persiapan tinggal landas. Hal ini ditandai dengan peralihan dari struktur industri manual ke struktur industri dengan teknologi sederhana.
Teknologi dan kehidupan manusia adalah satu kesatuan. Bahkan peristiwa hijrah kanjeng Rasul tak lepas dari peristiwa teknologi. Mulai dari kita menyapu lantai sampai kita transfer uang melalui bank itu semua adalah peristiwa-peristiwa teknologi. Penggunaan teknologi yang seharusnya hidup berdampingan dengan bangsa dan Negara ternyata menimbulkan dampak kerusakan yang tidak sedikit.
Kerusakan hutan, laut dan moral merupakan salah satu dampak negatif dari sebuah teknologi. Lagi-lagi muncul satu pertanyaan yang sama dengan tulisan diatas, mampukah bangsa ini mencari jawaban hubungan antara manusia dengan bangsa dan Negara Indonesia? Bagaimana hubungan antara teknologi dengan bangsa dan Negara hingga bisa dikatakan mendekati seimbang. Pembangunan karakter dan kecerdesan masyarakat haruslah diikuti dengan pembenahan menggunakan dan menciptakan teknologi baru, hingga menemukan jawaban “ bagaimana hubungan antara teknologi dan kebangsaan yang mendekati keseimbangan”.
Sebegitu pentingnya teknologi, hingga menjadi salah satu element didalam konsep potensi pertumbuhan (growth potensial), yang diartikan sebagai “batas atas” pertumbuhan ekonomi suatu Negara dalam jangka panjang. Hal-hal yang menentukan potensi pertumbuhan suatu Negara adalah: 1. Kualitas pemerintahan, 2. Kualitas sumber daya manusia, 3. Kualitas teknologi dan 4. Sumber daya alam yang dimiliki. Keempat hal inilah yang akan berperan didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Memang konsep potensi pertumbuhan jika kita lihat akan mengarah kepada persaingan bebas atau istilah kerennya disebut neoliberal. Tetapi yang perlu digaris bawahi adanya pemerintahan yang baik akan mereduksi sifat-sifat negatif dari konsep potensi pertumbuhan. Negara dalam hal ini bertindak sebagai pembuat hukum (created law) dan bertugas menciptakan formula regulasi yang mendekati keseimbangan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bicara tentang hukum, ingatan kita seakan melayang-layang kepada banyaknya berita tentang markus (mafia kasus). Dimana kasus-kasus bisa diperjual-belikan dengan harga yang sangat murah. Kualitas hukum di Indonesia sudah diakui dunia sebagai salah satu kualitas hukum terjelek. Bagaimana tidak jelek, seorang narapidana bisa mendapatkan fasilitas sekelas hotel bintang lima atau bisa berjalan-jalan di mall dengan uang jaminan.
Didalam praktek hukum Negara kita memang sangat blepotan dalam menegakkan supermasi hukum. Namun jika kita masuk kedalam persoalan teknis, sebenarnya Negara ini juga belum mampu merumuskan bagaimana hubungan yang pas antara hukum dan bangsa Indonesia dan bagaimana merumuskan apa itu keadilan bagi bangsa Indonesia?
Undang-undang kita masih mengacu pada Burgelijk Wejk yaitu kitab kuno warisan dari eyang Hindia Belanda. Burgelijk Wejk atau disingkat BW adalah kitab undang-undang hukum perdata yang saat ini di negeri saudara kita Belanda sudah tidak dipakai. Paka-pakar hukum dari seluruh Indonesia masih belum mampu merumuskan bagaiman hukum yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Yang sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung budaya Indonesia.
Keadilan hal ini malah terdengar lebih sulit. Dari sifatnya saja keadilan sulit untuk di visualkan karena keadilan bersifat abstrak atau normatif. Dari segi kosa kata kita tidak punya padanan kata dari kata adil. Kata keadilan atau adil kita import dari bahasa Arab atau bahasa Inggris. Yang kita punya adalah kata selaras atau kata laras. Jadi tidak heran jika selama ini kita mencari keadilan tidak pernah ketemu-ketemu. Keselarasan yang dibangun oleh 3 pilar demokrasi baik legislatif, yudikatif dan eksekutif bisa positif dan bisa menjadi negatif.
Hukum merupakan dasar bagi Negara ini. Sejak awal penciptaan Negara Indonesia didahului dulu dengan pembuatan hukum atau konstitusi. Contoh salah satu konstitusi yang menjadi dasar pendirian Negara ini adalah pembukaan UUD 45. Dimana di didalam disebutkan berdirinya Negara Indonesia yang telah merdeka. Berangkat dari kenyataan ini maka Hukum merupakan pilar yang amat penting sebagai penopang tegaknya negera Indonesia. Dan sekarang bangsa Indonesia mempunyai pekerjaan rumah yang sangat sulit yaituh “menyelaraskan” kembali element-element positif hubungan antara hukum dan Negara.
Hukum merupakan salah satu alat untuk mengatur dinamika sosial yang ada di Indonesia. Kondisi sosial di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh trauma yang mendalam dari dampak “kolonialisme”. Hal ini yang mendasari mengapa Bangsa Indonesia mempunyai kesalahan berpikir. Kebanyakan dari kita merasa bahwa orang kulit putih lebih hebat dari orang Indonesia. Padahal fakta membuktikan bahwa kita Bangsa Indonesia lebih hebat dari mereka. contoh kecil adalah: saudara-saudara yang ikut olimpiade Sains selalu pulang membawa medali baik emas, perak maupun perunggu. Bukti yang lain adalah karya seni kita tidak ada tandingannya didunia ini. Tapi semua itu belum bisa menyembuhkan rasa rendah diri kita.
Sedmikian bahanya kesalahan berpikir kita, sampai-sampai perdana menteri Belanda meminta maaf pada rakyat Indonesia atas tindakan orang Belanda selama mereka menjajah di Nusantara ini. Manusia Indonesia yang sudah jatuh mentalnya tidak akan bisa berbuat banyak untuk memajukan negerinya. Maka diperlukan semacam terapi untuk menyehatkan kembali mental orang Indonesia. Kondisi sosial yang terbentuk sekarang merupakan akumulasi dari Budaya dan Sejarah yang dialami oleh manusia Indonesia.
Pendiri-pendiri Negara ini telah memahami dan merumuskan identitas bangsa Indonesia, yang tertuang didalam Pancasila sebagai falsafah Negara dan UUD 45 sebagai dasar hukumnya. Dan yang perlu diingat semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai kunci dasar untuk membangun Bangsa dan Negara Indonesia. Manusia yang menyusun Indonesia ini bermacam-macam budaya dan kelakuannya. Mereka hidup berkolektif atau berkelompok dengan hubungan yang merekatkan satu sama lain. Entah itu hubungan keIndonesiaan, hubungan keIslaman, hubungan kebudayaan atau hubungan cinta antar umat manusia. Apapun itu hubungan diatas harus bisa dileburkan menjadi sebuah nilai terhadap Bangsa dan Negara Indonesia.
Interaksi antar hubungan-hubungan manusia Indonesia inilah yang menyebabkan terjadinya proses penyebaran budaya-budaya. Ada yang melebur menjadi sebuah budaya baru, ada juga yang berkgesakan antara budaya asli dan budaya pendatang. Dewasa ini kebudayaan asli Indonesia telah mengalami reduksi yang sangat hebat. Arus informasi yang bebas menyebabkan adanya penurunan terhadap budaya sendiri. Padahal fakta sudah membuktikan jika ingin menjadi bangsa dan Negara yang maju harus berpijak pada budaya yang telah dimiliki. Salah satu budaya yang dianggap negatif oleh pemiliknya sendiri adalah budaya Bonek. Ya budaya bonek, budaya yang mengajarkan sebuah kesungguan untuk mengejar apa yang dicita-citakan apa yang diimpi-impikan tanpa melihat seberapa besar rintangan yang menghadang. Budaya bonek mengajarkan kita untuk rawe-rawe rantas malang-malang putung, semua yang menghalangi kita libas dengan semangat Bonek (bondo nekat).
Tulisan ini hanya sebuah bentuk unek-unek saya dan rasa cinta saya terhadap kajian Bening Hati untuk Indonesia dan untuk Negara Indonesia. Indonesia sebagai Bangsa yang sudah tua umurnya bisa memperbarui lagi apa yang telah dilupakan dan memperbaiki menjadi sebuah Negara dan bangsa yang maju kedepan. Indonesia apapun yang terjadi pada engkau penulis tetap akan selalu cinta pada engkau, tetap selalu bangga pada engkau. Indonesia aku cinta kamu.
Ditulis oleh Gigih Pringgondani(pemuda Indonesia)

Tidak ada komentar: