03/06/10

PIL-KADO ULANG TAHUN JANCOK 717

717 tahun yang lalu di pojok sungai pertigaan Wonokromo dimulailah sejarah besar. Sejarah berdirinya sebuah kota yang memiliki peranan sebagai penopang republik besar. Republik milik sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang telah melewati berabad-abad peradaban, mulai dari abad Lemurian, Brahtayuda, Ramayana, Aji saka, Kalingga, Sriwijaya, Majapahit, Kolonial, Orde lama, Orde Baru, Orde Reformasi hingga orde-ordean. Kota ini telah melewati berbagai pertempuran besar, dari pertempuran R. Wijaya vs tentara Tar-tar, hingga pertempuran 10 November. In this name of city, we called suroboyo.
Suroboyo, diambil dari sebuah legenda tentang peratarungan Suro vs Boyo yang menandakan bahwa ini adalah kota besar. Pertarungan cicak melawan buaya sih tidak ada apa-apanya bila dibandingkan Suro vs Boyo. Cicak vs Buaya menandakan bahwa kebenaran atau nilai yang diyakini kebenaran, semangat berjuang dan segala aspek pendukung itu telah mengalami kekerdilan. Jika dulu Suro vs Boyo dilambangkan sebagai perumpamaan bahwa kebenaran vs kejahatan, tapi kini si “Suro telah berevolusi menjadi cicak” sungguh ironis.
Kalau penulis telaah dan tafsirkan dari ilmu tafsir “ngawurgika” Suro vs Boyo mengacu pada peristiwa R. Wijaya vs Tentara Tar-tar Cina. Yang dimenangkan oleh R.Wiyaya. masih dalam konteks ilmu “ngawurgika” sejak lahirnya Suroboyo hingga berusia 717 tak lepas dari perjuangan dan semangat heroik. Yang itu terekam didalam memori-memori warga Suroboyo, dan diakumulasi didalam budaya hingga timbul apa yang dinamakan JANCUK ATAU JANCOK. Jancuk hanya pantas dan pas diucapkan oleh Arek Suroboyo, baik nada, intonasi, soulnya, pitch control dan luapannya. Ini bukan kata-kata menghina dan melecehkan, tapi ini adalah kata yang memacu semangat, sebuah kata pelampiasan, sebuah kata untuk mengatakan kekaguman dan sebuah kata untuk mengungkapkan kesedihan. Jancuk hanya bias dimengerti oleh arek Suroboyo sejati.
Okey, dari jancok men jancok, kita terbang kepada momen yang diberi judul pil-pilan. Ya pil-pilan merupakan sarana nasional untuk membuat Indonesia lebih baik. Dan untung sekali bangsa ini, banyak para jago “ pil” itu yang sangat peduli pada rakyat dan sangat dermawan. Orang-orang terhormat, mau menyempatkan waktu barang sejenak untuk tertawa bersama dengan kaum marjinal, kaum yang terpinggirkan. Sehingga rakyat kecil merasa diwongkan dan tujuan akhirnya yaitu memilihnya menjadi pemenang dari arena “pil” tadi.
Acara pil, dilehat pada tanggal 2 Juni 2010 bertempat di seluruh kota Surabaya. Dengan materi, memilih dengan cara di coblos. Pil arena untuk menentukan bagaimana Surabaya ke depan, bagaiman struktur APBD kota Surabaya, bagaimana nasib wong cilik, bagaimana nasib mahasiswa Surabaya, orang tua mahasiswa Surabaya dan bagaimana-bagaimana lainnya yang membuat saya bingung. Agaknya semakin cerdas orang-orang Suroboyo menghadiahkan moment pil-pilan ini sebagai kado yang ke 717. Jika kado 716 adalah penggusuran stren kali yang penuh kesedihan, isak tangis dan kemarahan. Maka kado yang ke 717 merupakan kado yang penuh kebahagiaan, bergembira bersama dan melupakan kesedihan akibat digusur.
Nama juga keturunan pejuang, maka hal kecil seperti digusur itu dianggap biasa dan tak perlu dibesar-besarkan. Pertempuran-pertempuran besar saja di lupakan dan tidak di ingat, apa lagi hanya acara gusur, menggusur itu sih kecil sekali. Masalah Surabaya tentu sangat sulit dan kompleks, dari mulai pembuangan sampah, dolly, pertarungan ideology , gaya hidup sampai hal remeh penentuan apakah berkata jancok itu haram atau halal. Semoga di usia yang menginjak 717 kota Suroboyo beserta element-element inti dan pendukung mampu bersikap lebih dewasa, memajukan dan memakmurkan. Satu kata Jancok Suroboyo.

Tidak ada komentar: