18/11/09

MEREDUKSI KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DENGAN METODE PENDEKATAN ANALISIS MANFAAT DAN BIAYA EKONOMI DALAM MELAKUKAN KEGIATAN EKONOMI

PENDAHULUAN
Di dalam ilmu ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan di pandang sebagai gabungan dari berbagai asset yang menyediakan sumber daya ekonomi. Lingkungan adalah asset yang sangat istimewa dikarenakan, lingkungan merupakan komponen utama dalam sistem kehidupan manusia. Tanpa lingkungan, manusia tidak akan pernah bisa hidup.
Lingkungan menyediakan berbagai sumber daya ekonomi dalam bentuk bahan mentah. Manusia mentransformasikan bahan mentah tadi, sehingga terbentuklah nilai ekonomis dari barang tersebut. Hubungan antara manusia dengan lingkunganpun di kondisikan dengan hukum fisika , hukum termodinamika 2 yang berbunyi: Setiap pemakaian suatu bentuk atau unit energi tidak pernah tercapai efisiensi 100%. Dalam suatu proses tertentu, perubahan satu bentuk energi menjadi energi yang lain selalu menghasilkan sisa yang tidak terpakai pada proses itu. Sisa energi yang tidak terpakai itu disebut ENTROPI.
Berangkat dari hukum termodinamika inilah masalah lingkungan dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi terjadi. Yaitu terjadi entropi atau residu. Dimana saat kegiatan ekonomi dilakukan selalu terbentuklah entropi ini. Entropi ini ada yang bisa langsung diserap oleh alam dan ada yang tidak bisa atau lama terurai. Bentuk entropi/residu yang kedua inilah yang menjadi pokok permasalahan kehidupan manusia sekarang ini.
Hal ini semakin diperparah dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekonomi yang sangat tidak menghiraukan kondisi lingkungan sekitar, sehingga menimbulkan residu berupa polusi dan limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah sudah cukup banyak, tapi apa yang terjadi? Kenyataannya peraturan hanya tinggal diatas kertas tanpa implikasi yang nyata, baik dari aparatur pemerintahan maupun dari pelaku ekonomi sendiri.
Ketika perluasan industri mengakibatkan tumbuhnya ekonomi secara pesat, ketenagakerjaan, menaikkan pendapatan dan meningkatkan ekspor, pemusatan limbah industri di kawasan perkotaan memiliki pengaruh yang serius dan melahirkan bahaya terhadap kesehatan dan kehidupan penduduk perkotaan di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat miskin perkotaan merupakan yang paling mudah terkena penyakit sebagai akibat/efek dari lingkungan yang berbahaya. Desakan penduduk perkotaan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian. Lahan terbuka, lahan gambut dan ekologi lainnya serta mengancam kebudayaan dan nilainilai kehidupan masyarakat perkotaan (World Bank, 2003).
Sebenarnya untuk mengerem laju perumbuhan industri, pemerintah sudah membuat Undang-undang untuk membatasi masalah diatas. Yaitu undang-undang UU 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, pembangunan regional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat didefinisikan sebagai “upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam proses pembangunan kawasan untuk memjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa datang” (Askary,2003).
Selain masalah residu/entropi yang tidak terurarai, masalah penting lain yang menyangkut dalam ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, adalah masalah ketersediaan energi. Seperti kita tahu, dalam pasal 33 UUD 1945 pasal 2 dan pasal 3, yang intinya semua hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan di gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Rakyat yang ditunjuk oleh pasal 33 UUD 1945 adalah seluruh rakyat Indonesia, bukan segelintir rakyat Indonesia. Mari kita lihat implikasi dari pasal 33 diatas, terutama kebijakan pemerintah dalam bidang energy.
Kebijakan energi nasional bertujuan untuk menjamin keamanan pasokanenergi dalam mendukung perekonomian Negara. Sebagai Negara besar yang banya penduduknya, pemerataan penduduk yang diikuti oleh pemerataan kesempatan untuk mendapatkan energi merupakan hal yang sangat utama. Hal tersebut sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk tetap memprioritaskan pemanfaatan energi dalam negeri beserta sumber daya alam yang ada.
Berangkat dari pernyataan diatas, maka pemerintah harus secara cermat, teliti dan bijaksana dalam mengola dan menyalurkan energi kepada rakyat Indonesia. Tapi kenyataan yang kita lihat sekarang? Energi yang diperlukan untuk pembangunan Negara ini, malah dibuat untuk “pembangunan Negara lain”. Masih ingat kasus yang baru-baru ini terjadi, meskipun tidak seheboh kasus “pertarungan antara cicak melawan buaya”, tapi kasus ini sungguh sangat memprihatinkan dan bagi kami kasus ini lebih penting dari pertarungan cicak melawan buaya. Yaitu kasus pemadaman listrik bergilir yang di alamai oleh berbagai daerah di Jawa. Berepa besar kerugian yang didapat masyarakat dengan adanya kebijakan “pemadaman bergilir”? Belum, lagi rencana diliberalkan penjualan bahan bakar, belum lagi pengolahan sumber-sumber energi kita yang semuanya dikuasai asing. Itukah implikasi dari kebijakan pemerataan kesempatan untuk mendapatkan energi?
Mari kita kembali kepada substansi dasar sebenarnya apa tujuan dasar dalam pengolahan sumber daya energi? Tujuan awalnya adalah: memenuhi kebutuhan dalam negeri, memberikan kesempatan kerja di sektor energi dan meningkatkan penghasilan untuk devisa dan melestarikan lingkungan hidup.
Dalam propenas 2001-2005 ditetapkan dalam rangka untuk menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan(sustainable growth), pelaksanaan pembangunan harus didasarkan pada daya dukung sumber daya alam, lingkungan hidup, dan karakter sosial. Konsep pembangunan berkelanjutan terus mengalami perubahan sejak diperkenalkan pada tahun 1970. Pada tahun tujuh puluhan konsep pembangunan berkelanjutan didominasi oleh dimensi ekonomi yang dipicu adanya krisis minyak bumi pada tahun 1973 dan tahun 1979. Harga minyak dunia melambung yang mengakibatkan resesi di negara-negara maju khususnya di negara pengimpor minyak.
Dimensi lingkungan mulai mendapat perhatian pada tahun delapan puluhan. Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 merupakan titik tolak dipertimbangkannya dimensi sosial dalam pembangunan berkelanjutan. Salah satu hasil penting dalam konferensi ini adalah pembentukan komisi pembangunan berkelanjutan (CSD – Commission on Sustainable Development). Komisi ini telah menghasilkan kesepakatan untuk mengimplementasikan konsep pembangunan berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Agenda 21. Kesetaraan akses akan sumber daya bagi semua lapisan sosial dan memberantas kemiskinan juga menjadi agenda penting dalam konferensi ini (Sugiyono,2004).
Pertemuan Earth Summit di Rio de jeneiro terus ditindak lanjuti oleh berbagai Negara-negara didunia. Hingga yang terbaru adalah konfrensi lingkungan di Bali Indonesia, yang menghasilkan keputusan yaitu terbitnya bali roadmap. Memang permasalahan dan kualitas lingkungan dan energi harus diberi perhatian yang lebih besar dan khusus. Untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan(sustainable growth) dalam konteks pembangunan nasional, khususnya dimasa yang akan datang. Sebagaimana kita mengenal istilah Globallisasi, maka kita harus menanamkan dalam mind set kita global environment quality.
Sekarang mari kita sedikit melihat dua perbadaan mendasar tentang ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, jika kita tinjau dari dua aliran ekonomi yaitu: ekonomi konvensional dan ekonomi kontenporer. Ekonomi konvensional(klasik) yang tujuan adalah memaksimumkan keuntungan tanpa mempertimbangkan dimensi waktu. Sedangkan ekonomi kontenporer tujuan utamanya adalah menciptakan kondisi kesejahteraan manusia(human walfere) dengan mempertimbang factor dimensi waktu.
Sebagai suatu kesatuan antara pertumbuhan perekonomian, kualitas lingkungan dan energi, maka secara implicit kita memperlakukan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan dapat dinilai secara moneter. Dengan kata lain, barang dan jasa yang dihasilkan tersebut, seperti ikan, kayu, air bahkan pencemaran sekalipun, bisa kita hitung nilai rupiahnya atau nilai ekonominya karena kita asumsikan bahwa pasar itu eksis(Marked based), sehingga transaksi barang dari sumber daya alam tersebut dapat dilakukan. Jika hal itu dilakukan tanpa memperhitungkan dampak dan akibatnya sesuai dengan hukum termodinamika 2, baik dalam jangka pendek maupun panjang, maka keseimbangan alam ini akan terganggu.
Pertanyaan yang kemudian timbul dalam mencermati fenomena diatas adalah:
1.Bagaimana mereduksi dampak kegiatan ekonomi bagi lingkungan?
2.Bagaimana meningkatkan pasokan energi sebagai dasar untuk melanjutkan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat.
Maka berdasarkan rumusan permasalahan diatas. Kami akan mencoba menjawab dan menganalisa permasalahan diatas dengan menggunakan metode pendekatan analisis biaya dan manfaat dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dan juga untuk mengembangkan kemungkinan alternatif pengembangan energi untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Kriteria Pengambilan Keputusan
Suatu prinsip yang ideal dalam kebijaksanaan penggunaan barang sumber daya alam adalah membuat pengeluaran-pengeluaran bagi setiap tujuan sedemikian rupa sehingga manfaat (benefit) dari pengeluaran satuan rupiah yang terakhir lebih besar daripada dengan hilangnya manfaat dari kegiatan-kegiatan lain karena pengeluaran tersebut.
Jika kita melihat pada table diatas, maka kita bisa langsung memastikan bahwa rencana terbaik dari beberapa proyek diatas, adalahn proyek pembangunan waduk sedang. Analisa ini kita gunakan untuk mengambil keputusan proyek mana yang harus dijalankan. Tapi yang harus diingat adalah, sering kali kenyataan yang ditemui berbeda dengan rencana-rencana yang dibuat berdasarkan ramalan. Yang penting dan harus diingat adalah kita harus mengetahui besarnya manfaat dan biaya dari proyek tersebut.

Teknik Nilai Pasar
Teknik ini biasanya dipakai untuk meneliti pengaruh pembangunan terhadap sistem alami seperti pada perikanan, kehutanan, pertanian. Kualitas lingkungan disini adalah factor produksi. Perubahan kualitas lingkungan menjurus pada perubahan dalam produktivitas dan biaya produksi, sehingga harga-harga serta tingkat hasil juga berubah dan ini dapat diukur.
Contoh dari penggunaan teknik adalah: perbaikan kualitas air irigasi dapat meningkatkan produktivitas tanaman, tambahan hasil kali harga hasil merupakan manfaat perbaikan kualitas air. Polusi udara dari pabrik kimia dapat berakibat buruk pada produktivitas pertanian sekitar pabrik, nilai ekonomis hasil pertanian yang hilang dapat menjadi ukuran manfaat yang mestinya diperoleh bila tidak terjadi polusi atau bila polusi dapat dikurangi.
Dari contoh diatas kita bisa memformulasikan bahwa nilai tenaga kerja seseorang adalah penghasilan seseorang pada waktu yang akan dating, dinilai sekarang. Adapun formulasinya adalah: L1=∑Yt PT(t) (1+r)-(t-T)
Yt= penghasilan bruto yang diharapkan diperoleh atau nilai tambah selama nilai tahun T
PT(t)= Probabilitas sekarang (t) oran itu hidup selama t
R= Tingkat bunga social tahun t
Ket tambahan tanda ( ) berarti pangkat.

Analisis Net Present Value(NPV)
NPV = t=1(n) ( Bt-Ct) Ket: ( ) kecil menunjukkan pangkat
(1+r)(t)
Sebenarnya pendekatan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan pendekatan B/C ratio. Hanya saja dalam NPV suatu proyek akan dinyatakan layak (feasible) bila NPV>0 dan tidak layak bila NPV<0.
Namun dalam pertimbangan biaya dan manfaat perlu ditambahkan perhitungan biaya dan manfaat eksternal. Jadi biaya suatu kegiatan terdiri dari: C = Cp+Ct+Ce
Di mana: C = Biaya sosial
Cp = Biaya Privat
Ct = Biaya treatment (pengolahan limbah)
Ce = Biaya eksternal
Demikian pula manfaat sosial (C) sekarang terdiri dari
B = Bp + Be
Di mana:
B = manfaat sosial
Bp = manfaat privat
Be = manfaat eksternal
Jadi proyek dinyatakan layak selain NPV > 0 harus memenuhi syarat B > C

Wilingness To Accept Consept
Konsep willingness to accept adalah sebuah konsep dimana jumlah minimun pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan sesuatu. Dalam praktik pengukuran nilai ekonomi, WTP lebih sering digunakan daripada WTA(willingness to pay), karena WTA bukan pengukuran yang berdasarkan insentif sehingga kurang tepat jika dijadikan studi yang berbasis perilaku manusia (behavioral model). Maka WTP bisa kita ukur melalui pendekatan permintaan Hicks hal ini dikarenakan harga daerah di bawah kurva Hicks relavan untuk pengukuran kompensasi. Maka bisa kita asumsikan terjadinya perubahan harga dari Po ke P’ akibat perubahan lingkunagan maka WTP bisa kita tuiskan sebagai berikut:

WTP = ∫(Po-P’) X(h) (P,u) dP
= M (P’,u)- M (Po, u)
Dimana M (P’, u) adalah pendapatan setelah terjadi perubahan dengan utilitas konstan dan M (Po, u) adalah pendapatan awal. Persamaan diatas mengatakan bahwa WTP merupakan daerah (digambarkan dengan tanda intergral) di bawah kurva permintaan Hicks yang di batasi oleh harga pada kondisi Po dan harga akibat perubahan P. berdasarkan teori ekonomi klasik, ini setara dengan selisi pendapatan M yang dibutuhkan agar utilitas seseorang tetap setelah adanya perubahan
Didalam pengukuran WTP, Haab dan McConnel(2002) menyatakan bahwa pengukuran WTP yang dapat diterima (reasonable) harus memenui beberapa syarat:
1.WTP tidak memiliki batas bawah yang negative.
2.Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan.
3.Adanya konsistensi antara keacakan pendugaan dan keacakan perhitungan.
Maka kondisi 1 dan 2 dapat kita tulis :
0 ≤ WTP ≤ M
Kelemahan dari WTP adalah pengukuran keinginan membayar. Misalnya, kita sangat sulit untuk mengukur nilai dari keindahan alam, sehingga pemerintah akan sangat sulit untuk menarik biaya WTP kepada masyarakat dan keinginan membayar mereka juga sangat sulit untuk diketahui. Yang terpenting disini adalah pengukuran seberapa besar kemampuan membayar masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa dari sumber daya. Kita juga dapat mengukur dari sisi lain, yakni seberapa besar masyrakat harus diberi kompensasi atas hilangnya barang dan jasa dari sumber daya dan lingkungan.

Penentuan Harga Energi
Penentuan harga energi sangatlah kompleks, apabila harga yang “optimal”. Banyak factor yang perlu diperhatikan: tujuan yang ingin dicapai, putusan mengadakan investasi, kendala yang ada, dampak yang timbul yang tidak diinginkan, dan lain-lain.
Teori permintaan neoklasik memperkirakan bahwa kenaikan pada tingkat harga energi relatif terhadap harga lain akan mengurangi konsumsi dan bahwa kenaikan relatif suatu bahan bakar akan mengurangi bagiannya dalam pasar energi. Bila harga energi terlalu tinggi maka konsumsi energi akan sangat rendah begitu juga sebaliknya, bila harga energi terlalu rendah maka konsumsi energi akan sangat tinggi. Contoh paling mudah dalam masalah ini adalah saat terjadinya krisis minyak pada tahun 1982-1983.
Berdasarkan kebijaksanaan harga yang berbeda berdampak berbeda pada alokasi sumber daya alam. Anggapan dasar adalah dalam masalah ini adalah efisiensi dalam alokasi sumber daya. Efisiensi yang kami maksud dalam artian Pareto Optimum, bahwa suatu alokasi sumber daya itu efektif bila sumber daya tersebut tidak dapat dialokasikan kembali kembali untuk mensejahterakan masyarakat tanpa menimbulkan kerugian pada masyarakat. Dengan demikian agar alokasi sumber daya yang berbeda itu efisien diperlukan serangkaian tujuan yang sama.
Di bawah ini kami akan mencoba memformulasikan saran agar harga energi itu dikaitkan dengan biaya sosial marjinal dengan tujuan efisiensi tadi :
Wmax = TR + S - TC
Dimana W = kesejahteraan sosial netto
TR = pendapatan total
S = surplus konsumen
TC = biaya total
Dan bila persamaan diatas kita turunkan maka :
W = D ( TR + S) – d ( TC)
Q dQ dQ
Maka jika kita masukkan variable harga P (Q) dan kita sama dengankan nol W/Q maka formulanya berubah menjadi TR + S = P(Q) dQ maka turunan terhadap Q adalah
d/dQ ( TR + S) = d/dQ fP (Q) dQ
= P (Q)
Karena P (Q) adalah hrga dan d/dQ (TC) adalah biaya marginal, maka P – MC = 0, sehingga kesejahteraan maksimum akan terjadi.

Nilai Ekonomi Total
Konsep dari nilai ekonomi total dari suatu sumberdaya lingkungan memiliki fondasi dalam kesejahteraan ekonomi. Konsep dari nilai ekonomi menitik beratkan dalam ekonomi kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya istilah “Nilai Ekonomi” dan “Perubahan Kesejahteraan” dapat dipakai bergantian. Nilai ekonomi total (TEV) dapat dinyatakan sebagai berikut :
TEV = UV + NUV
Dimana : UV adalah Nilai yang digunakan yang terdiri dari (DUV +IUV + OV) dan NUV adalah Nilai yang tidak digunakan terdiri dari ( XV + BV ), maka nilai ekonomi total dapat dinyatakan sebagai :
TEV = (DUV + IUV+ OV) + (XV + BV )
Dimana : DUV = Nilai langsung yang didapat
IUV = Nilai tidak langsung yang didapat
OV = Nilai opsi
XV = Nilai exsistensi
BV = Nilai warisan

Dalam kondisi Negara Indonesia pada saat sekarang ini, dimana negara kita masih melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan ( Sustainable development) terutama dalam dimensi spasial hanya mendapatkan sedikit perhatian. Pentingnya elemen spasial didapat dari hubungan timbal-balik yaitu (1) proses lokal mempengaruhi global dan (2) trend global akan mempengaruhi lokal. Contohnya kerusakan ekosistem pada satu wilayah mempunyai efek yang besar dalam mempengaruhi kondisi klimatologi secara global dan siklus geokemikal. Struktur ekonomi dan lingkungan yang spesifik dalam suatu wilayah
menentukan sensitifitas dari suatu daerah terhadap kekuatan ekonomi dan lingkungan eksternal (Bergh and Nijkamp, 1999).
Maka untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat eksploitasi diperlukan adanya sebuah metode yang dapat mengkontrol/merduksi kerusakkan alam akibat kegiatan ekonomi diatas. Maka pendekatan dengan penghitungan analisis biaya dan manfaat merupakan salah satu alternative untuk mereduksi dan meminimalkan kegiatan ekonomi yang berpotensi merusak lingkungan. Penggunaan metode analisis biaya dan manfaat yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan diatas, hal ini dikarenakan konsep CBA yang konvensional sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam analisisnya ( Fauzi, 2000; Fauzi dan Anna, 2003). Maka untuk itulah kami menggunakan konsep valuasi ekonomi sebagai dasar teori kami untuk menjebatani kelemahan-kelamahan yang terdapat pada metode analisis biaya dan manfaat yang konvensional.
Perubahan mazhab( School of Thought) ekonomi dan kesadaran akan terhadap kualitas lingkungan mengakibatkan terjadinya pergeseran bahkan perubahan paradigma( paradigm shift and change) tentang keterkaitan lingkungan dan pembangunan. Perubahan kearah keserasian anatara pembangunan ekonomi dengan manajemen lingkungan, mengakibatkan timbulnya model konservasi kawasan( conservation regional ). Disinilah letak peran penting dari konsep valuasi beserta hitungan-hitungannya untuk mengetahui nilai rill dari sebuah sumber daya alam yang akan digunakan. Sehingga manfaat sosial harus lebi besar dari biaya sosial yang akan dikeluarkan B > C.

Interaksi antara ekonomi dan lingkungan
Kita akan mengambil sebuah contoh kasus tentang penggunaan konsep valuasi ekonomi diatas. Kasus yang akan kami angkat adalah sumber daya lahan basah, yang mudah dipengaruhi oleh keputusan yang salah. Daerah lahan basah adalah daerah multi fungsi karena tidak saja sebagai tempat sumber kebutuhan hidup manusia, tetapi juga sebagai fungsi ekologi yang mendukung kigiatan ekonomi bagi manusia. Banyak produk yang terdapat pada lahan basah tidak dipasarkan tetapi memberikan kegiatan ekonomi secara tidak langsung karena itu sering dilupakan terutama lahan basah yang ada pada daerah tropis yang ada di Indonesia .
Daerah lahan basah dapat menjadi tidak bernilai (berada dibawah nilai kelayakan) yang disebabkan oleh hak kepemilikan (property rights) yang diterapkan oleh pemerintahan yang menguasai akses dan penggunaan daerah tersebut. Memberikan nilai dibawah kelayakan pada daerah lahan basah merupakan ancaman yang serius, karena pengembangan dan konversi yang akan dilakukan selalu memberikan output yang dapat dipasarkan, sementara mempertahankannya cenderung untuk mempertahankan barang yang tidak dapat dipasarkan. Diokotomi ini sering menimbulkan opsi untuk pengembangan lahan tersebut, sebagai contoh konversi dari lahan basah ke pertanian, kolam ikan dan bangunan pemukiman yang akan memberikan sumbangan pendapatan untuk pemerintah.
Mari kita analisa kasus diatas dari berbagai teori yang telah kami tuliskan diatas. Pertama-tama kita mulai dari penerapan teori penerapan pengambilan keputusan. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan sebelum mengambil sebuah keputusan apakah memberikan konversi lahan basah ke suatu proyek. 1. Tidak dapat diperbaharuinya sumberdaya alam apabila sudah mengalami kepunahan. 2. Masa depan penuh ketidakpastian, jangan sampai hasil konversi lahan basah ini malah menimbulkan biaya dan masalah yang lebih besar lagi di masa yang akan datang. 3. Adanya keunikan dan studi empiris mencoba menghitung nilai keberadaan dengan mengaitkan flora dan fauna langka maupun pemandangan yang unik.
Analisis yang ketiga kita kaitkan dengan NPV yang akan terjadi. Proyek akan diterima jika [ B-C ] > 0, NPV > 0 Proyek harus dianalisa dengan menggunakan rumus NPV diatas dan dihitung juga besarnya manfaat dan biaya yang akan ditanggung.
Jika proyek ditolak [ B-C ] < 0, NPV < 0 . Maka kita tidak usah melanjutkan penghitungan berapa besar nilai konpensasi yang harus diterima.ditanggung. Jika dari hasil perhitungan menyatakan proyek diterima [ B-C ] < 0, NPV < 0. Maka kita lanjutkan penghitungan kompensasinya kepada konsep WTP, dimana persyaratannya adalah 0 ≤ WTP ≤ M. Setelah dihitung dengan menggunakan formula diatas, maka sampailah pada kesimpulan berapa kompensasi yang harus dibayar dan ditanggung. Dengan begitu kerusakan lingkungan yang terjadi bisa diminimalkan.

Interaksi Kebutuhan Energi dan Ekonomi
Saat ini Indonesia belum diwajibkan untuk mengurangi emisinya, tapi kebijakan ini akan berpengaruh besar terhadap Indonesia terutama terhadap sektor energinya. Penduduk Indonesia mengkonsumsi 3,9 quadrillion Brithis Thermal Untit energi, yang 95%nya adalah bahan bakar fosil (DGEED, 2000). Selain itu Indonesia memiliki banyak cadangan kekayaan energi yang cukup berarti, terutama batubara yang menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor bahan bakar beremisi karbon tersebut. Sehingga sektor energi merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Ekspor gas dan minyak bumi memberikan kontribusi penting dalam pendapatan negara. Hal ini menjadikan Indonesia rentan terhadap kebijakan iklim internasional, termasuk kebijakan pengurangan emisi (Susandi, 2004).
Jika hal ini tidak segera di berikan alternative jalan keluar atau paling tidak pertahanan ketahan energi maka bisa dipastikan pembangunan perekonomian Indonesia akan mendapat masalah besar. Seperti yang kami tuliskan diatas, bahwa kenaikan pada tingkat harga energi yang tinggi akan mengurangi konsumsi energi, dan ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Maka salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah memperhitungkan berapa kesejahteraan netto yang bisa didapat (Wmax). Sehingga Harga yang berlaku haruslah mencerminkan biaya marginalnya ( P – MC = 0). Sehingga kesejahteraan maksimum dapat tercapai.
Yang harus diingat lagi adalah, permintaan akan barang dan jasa termasuk energi juga tergantung terhadap beberapa factor selain harga. Kita misalkan produksi industry, tingkat pemakaian bahan bakar substitute ( batu bara untuk minyak ), kondisi politik dunia, usaha-usaha konservasi dan faktor- faktor lainnya, yang tidak dimasukkan dalam rumus diatas akan coba kami fungsikan dalam fungsi permintaan dibawah ini:
D = f (P, X, Y, Z, ………)
Dimana p = harga tiap satuan dan X, Y, Z,….. adalah faktor selain harga yang mempengaruhi permintaan. Bila faktor X, Y, Z…. dianggap konstan maka permintaan hanya dipengaruhi oleh harga saja dan perubahan hanya menggerakkan kurva permintaan. Dan apabila faktor yang lain itu ikut berubah, maka kurva permintaan akan melakukan penggeseran.

Perubahan Iklim di Indonesia
Menurut penelitian, suhu udara di Indonesia meningkat sebesar 0,30C sejak tahun 1900, peningkatan suhu ini terjadi sepanjang musim. Dan terjadi peningkatan curah hujan disatu wilayah, sedangkan di wilayah lain terjadi pengurangan curah hujan sebesar 2-3%. (Hulme and Sheard, 1999). Selain siklus harian dan musiman keragaman iklim di Indonesia juga ditandai dengan siklus beberapa tahun antara lain siklus fenomena global ENSO (El Nino Southern Oscillation). ENSO mempunyai siklus 3 - 7 tahun, tapi setelah dipengaruhi perubahan iklim diduga siklus ENSO menjadi lebih pendek antara 2 - 5 tahun (Ratag, 2001).
Melihat betapa pentingnya peranan energi di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Maka pemerintah harus segera menyiapkan dan merealisasikan rencana tentang Target energi Mix dan Energi yang rendah emisi, dimana rencana tersebut akan dilaksanakan pada tahun 2025.


Usaha untuk pengembangan energy rendah emisi agar dapat bersaing secara komersil, energy rendah emisi masih menghadapi berbagai macam kendala. Seperti kurangnya dukungan industry, kebijakan investasi, pengembangan pasar, insentif/subsidi maupun pola investasi untuk mendorong partisipasi swasta dan koperasi.
Pemgembangan energi rendah emisi di Indonesia sangat berpotensi untuk usaha mitigasi perubahan iklim global yang terjadi. Pengembangan energi rendah emisi di Indonesia harus dikembangkan dan diseriusi, sehingga akan mencapai titik optimal dan memenui target program energi mix tahun 2025. Peran teknologi dan kemudahan dalam pengembangan energi rendah emisi melalui kebijakan-kebijakan khusus akan menjadikan tambahan penguatan dan pengembangan energi rendah emisi di Indonesia.

Kesimpulan
Pembangunan perekonomian Indonesia haruslah menguba paradigma yang telah ada. Dari sebuah paradikma mengejar pertumbuhan ekonomi bergeser kepada paradigm kesejahteraan bersama(walfare state). Dimana dalam konsep kesejahteraan ini, factor lingkungan sudah dimasukkan sebagia factor yang sangat penting guna menunjang pembagunan yang berkelanjutan.
Factor lingkungan yang selama ini diabaikan haruslah dimasukkan kedalam perhitungan perekonomian. Dengan menerapkan metode analisis biaya dengan pendekatan valuasi ekonomi diharapkan dampak kerusakan lingkungan bias diminamilisir. Dengan penghitungan analis biaya yang benar dan tepat, kita bias tahu apa yang akan terjadi jika suatu proyek dijalankan bagi lingkungan dan sumber daya alam.
Selain lingkungan energi memerankan peranan yang sangat penting dalam menopong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3 negara harus menyediakan kebutuhan energy dan menyalurkannya secara adil bagi seluruh warga negaranya.
Dengan adanya penurunan persediaan energy dan perubahan iklim. Maka Negara Indonesia dituntut untuk menerapkan program energy mix dan rendah emisi. Meskipuin banyak hambatan dan kendala dalam pelaksanaannya. Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia harus mendukung program ini, agar terciptanya ketahan energy dan perbaikan kualitas lingkungan, untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Metode analisa manfaat dan biaya dengan pendekatan valuasi ekonomi. Adalah alat yang digunakan untuk mengestimasi nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam yang sudah termasuk manfaat social dan biaya social. Atau lebih mudanya valuasi ekonomi adalah menghitung dan mengestimasi semua nilai dan biaya yang terkandung didalam suatu sumber daya alam.
Saran
Setelah melihat hasil dari pembahasan diatas maka kami memiliki beberapa saran uyang mungkin berguna dalam masalah ini.
1.Negara Indonesia harus kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 terutama pasal 33. Kenapa? Dengan menyadari bahwa kita ini adalah mahluk Allah yang hanya diberi amanat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan maka kita tidak mungkin melakukan pengerusakan alam. Dengan kita kembali kepada pasal 33 terutama ayat 2 dan 3, maka akan terciptalah pikiran kreatif dan sikap mental untuk mensejahterakan bangsa dan Negara.
2.Analisis Biaya dan Manfaat harus dilaksanakan dan dihitung dengan cermat dan teliti. Jika analisis biaya menyatakan proyek tidak diterima, ya harus di patuhi. Jangan dimanupulasi dan diakali. Jika itu terjadi maka kerusakan alam akan semakin parah, dan biaya yang ditanggung masyarakat akan semakin besar.
3.Dukung pengembangan energy alternative yang rendah emisi. Selain berharga murah, juga tidak terlalu merusak lingkungan.
4.Perubahan cara pandang dari mengejar kekayaan atau profit, menjadi pandangan kesejahteraan bersama harus dilakukan mulai dari sekarang. Dimana mulai awal harus ditanamkan kepada generasi-generasi muda, salah satunya melalui system pendidikan.
5.Dukung pembuatan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energy, agar terciptanya ketahanan energi di Negara Indonesia.
6.Memasukkan perhitungan biaya lingkungan kedalam PDB atau lebih dikenal dengan sebutan PDB hijau (Green PDB)

Demikian ulasan dari kami, tentang mereduksi kerusakan lingkungan dan peningkatan energi dengan metode pendekatan analisis biaya dan manfaat dalam kegiatan ekonomi. Semoga berguna bagi para pembacanya dan bias sedikit menyumbangkan manfaat untuk Negara tercinta kita. Satu kata penutup dari kami, kita semua harus ingat akan tiga prinsip untuk menjalani kehidupan. 1. Meng-Allahkan-Allah, 2. Memanusiakan-manusia, 3. Meng-alamkan-alam. Semoga Negara ini bisa lebih sejahtera, maju dan diberkati oleh ALLAH yang Maha kuasa. Amin

Daftar Pustaka
Armi Susandi. Pengembangan energi rendah emisi untuk kepentingan mitigasi, Jurnal kelompok keahlian sains kajian atmosfer, ITB Bandung.
Erlangga dan Wirya. Kerangka pembangunan regional dalam agenda 21: Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, Jurnal MPRA.
Fachrudin, Kemas. Pendekatan analisis cost benefit sebagai alat pengambilan keputusan dalamkonservasi menentukan lahan basah, Makalah pribadi, IPB
Fauzi, Akhmad. ESDAL , Jakarta: Gramedia pustaka utama, 2004
Irwani dan Susandi, Perkembangan kebijakan ekonomi Indonesia sebagai dampak kebijakan iklim global, Jurnal ITB.
Ningsih. Analisis sistem penghitungan PDB yang berwawasan lingkungan, Jurnal Bappenas.
Suparmoko. ESDAL edisi 3, Yogyakarta: BPFE, 1997
Sukanto,Brodjonegoro. Ekonomi Lingkungan edisi kedua, Yogyakarta: BPFEF, 2000.
Sukanto. Ekonomi energi, Yogyakarta : PAU STUDI Ekonomomi UGM, 1988
Randall,Alan. Resource Economic Edisi 2, New york: John Wiley & Son, 1987.
Titenberg,tom. Environmental Natural Resouerce Economic edisi 7, USA: Pearson, 2004.

Tidak ada komentar: