31/01/10

MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN NILAI RUPIAH YANG KUAT

Untuk membangun ekonomi suatu Negara yang demokratik
Maka satu ekonomi merdeka yang harus dibangun. Tanpa
Ekonomi merdeka tak mungkin, tak mungkin kita mencapai
Kemerdekaan, tak mungkin kita tetap hidup( Ir Sukarno)

Indonesia saat ini mengalami sebuah kelemahan sturktural dan daya saing perekonomian-nya. Hal ini bisa kita lihat dari kekuatan produktifnya lebih kecil dari daripada kekuatan konsumtifnya. Sektor industri yang masih didominasi oleh asing, membuat perekonomian kita jauh dari kata kemandirian dan kemerdekaan. Kita lihat mulai sektor hulu sampai sektor hilir semua sektor industri banyak yang dikuasai oleh perusahaan multi national. Sebagia contoh yang sangat sederhana, bila kita masuk ke sebuah supermarket atau warung-warung kecil dipinggir jalan, kita bisa menghitung berapa banyak produk asli buatan Indonesia adakah 50% nya?
Kita adalah sebuah Bangsadengan sejarah yang sangat panjang, bahkan bisa jadi kita adalah Bangsa yang tertua peradabannya. Sudah menjadi sifat orang yang sudah berumur, kekuatan, kesehatan dan daya pikirnya pasti sudah menurun. Begitukah kondisi sebuah Negara dan Bangsa Indonesia? Keunggulan kompetitife dan komparative apakah sudah memasuki usia yang uzur? Jika jawaban diatas berkata “ Ya” bisa kita hitung berapa keturunan lagi Bangsa yang sudah tua ini akan mengakhiri kontraknya di dunia.
Sejak awal kemerdekaan, telah digariskan oleh para founding father Negara ini bahwa kemandirian sejati merupakan cita-cita nasional yang harus diwujudkan. Penafsiran penulis, kemandirian yang dimaksud oleh para founding father kita adalah: terbebasnya Negara ini dari segala ketergantungan, baik ekonomi, sosial, teknologi dan budaya. Semua hal tersebut bisa dicapai bila Negara ini sudah merdeka secara ekonomi. Tanpa kemerdekaan ekonomi mustahil kita bisa menjadi Negara yang maju.
Perpindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru memunculkan sebuah ide perlunya kita memperoleh pinjaman luar negeri. Bersamaan dengan itu muncul pula gagasan tentang bagaimana kita berhati-hati terhadap pinjaman luar negeri( Sri-Edi Swasono; 2003).
Pinjamin luar negeri yang tidak diatur ini-lah awal mula kita terperosok kedalam lubang perekonomian. Kita bisa melihat betapa arogan dan sombongnya utusan dari IMF yang bertolak pinggang dihadapan President Soeharto. Hal ini menandakan begitu kuat-nya dampak pinjaman luar negeri terhadap kemundurun daya saing perekonomian kita.
Pada bulan Agustus 1997 saat di Indonesia belum terjadi krisis ekonomi. Saat itu kita bisa melakukan langkah-langkah mendevaluasikan Rupiah untuk mengantisipasi overvalued rupiah. Tapi atas desakan IMF , BI mengubah transaksi mata uang rupiah yang sebelumnya diambangkan terkendali kemudian dibiarkan secara bebas (free float). Hal ini mengakibatkan mata uang kita menjadi semakin fluktuatif dan kemudian membuat masyarakat kita menjadi panik( Rizal Ramli: 2007).
Memang faktor-faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah bisa naik atau turun sangat-lah banyak. Dari faktor-faktor yang demikian banyak-nya itu, banyak sekali yang bersifat psikologis. Dapat kita bayangkan betapa besar kebingungan masyarakat pada saat krisisis ekonomi 1997/1998( Kwik kian Gie: 2001).
Krisis ekonomi 1997/1998 juga memperlihatkan kebutuhan untuk mengadakan peninjauan kembali terhadap arsitektur sistem moneter nasional. Untuk mencegah terulangnya kembali krisis ekonomi dimasa mendatang, otoritas moneter Indonesia harus menyusun kerangka kerja yang lebih memperhitungkan dampak-dampak jangka panjang terhadap perekonomian Indonesia.

Teori Area Mata Uang Optimum ( Optimum Currency Areas)
Teori mata uang optimum untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Mundel dan McKinnon selama tahun 1960-an. Versi sederhana dari teori ini mengasumsikan dua daerah - A dan B - masing-masing memproduksi suatu barang. A demand shift caused by a change in preferences from the goods produced by A to the goods produced by B (ie an asymmetric shock), will lower demand in A, raising unemployment and causing a trade imbalance; while inflation will increase in B (see Figure 1). Sebuah perubahan permintaan yang disebabkan oleh perubahan dalam preferensi dari barang yang diproduksi oleh A untuk barang-barang yang diproduksi oleh B (yaitu, sebuah kejutan asimetris), akan menurunkan permintaan dalam A, meningkatkan pengangguran dan menyebabkan ketidakseimbangan perdagangan, sedangkan inflasi akan meningkat dalam B (lihat Gambar 1). In such a situation, a common monetary policy cannot solve the problems of both economies at the same time. Dalam situasi seperti ini, yang umum kebijakan moneter tidak dapat memecahkan masalah-masalah ekonomi, baik pada waktu yang sama. A restrictive monetary policy (S up) might reduce inflation in B, but worsen the unemployment problem in A. An expansionary monetary policy (S down) would reduce unemployment in A, but worsen inflation in B. Sebuah kebijakan moneter ketat (S atas) bisa menurunkan inflasi di B, tapi memperburuk masalah pengangguran dalam A. Sebuah kebijakan moneter ekspansif (S ke bawah) akan mengurangi pengangguran di A, tapi memperburuk inflasi di B.
The disekuilibrium disebabkan oleh shock karena itu akan memerlukan perubahan dalam harga relatif untuk mengembalikan keseimbangan sebelumnya. If the two regions have separate currencies, this can be achieved by altering the exchange rates: ie by a devaluation of currency A vis à vis currency B. Country A would then recover its competitive position through lower real wages and prices (though nominal wages and prices would remain constant). Jika kedua daerah memiliki mata uang yang terpisah, ini dapat dicapai dengan mengubah kurs: yaitu oleh devaluasi mata uang A vis à vis mata uang B. Negara A kemudian akan pulih dengan posisi kompetitif melalui upah riil yang lebih rendah dan harga (walaupun upah nominal dan harga akan tetap konstan). Demand would rise (D upshift) and unemployment fall. Permintaan akan naik (D upshift) dan pengangguran turun.
Namun jika, kedua wilayah memiliki mata uang bersama atau mempertahankan nilai tukar tetapnya. Maka untuk memulihkan produksi dan lapangan kerja pada Negara A bisa menggunakan cara-cara berikut ini :
Penurunan upah nominal dan harga
Pergeseran kurva supply dari rumah produksi
Kebijakan fiskal ekspansif
Pembentukan sebuah area mata uang optimum akan lebih berpotensi memberikan
berbagai manfaat optimal, jika syarat-syarat berikut terpenuhi:
Adanya mobilitas sumber daya yang cukup tinggi
Adanya kemiripan struktural diantara mereka
Adanya kesediaan politik untuk mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hal ini.
Menurut Tower dan Willet ( Dalam Lukita dan Yahya, 2003) “ berarumentasi bahwa analisa OCA sebaiknya dipertimbangkan sebagai suatu pen- dekatan, bukan sebagai suatu teori yang lebih spesifik. Oleh karena itu, penerapan sistem nilai tukar bedasarkan kriteria-kriteria diatas tidaklah sesuatu keharusan yang mengikat, melainkan sebagai kerangka dasar pendekatan ekonomi untuk menentukan suatu sistem nilai tukar”.
Hal ini disebabkan tidak ada satu Negara-pun didunia ini yang mempunyai struktur ekonomi yang sama. Mungkin bagi kawasan Eropa mereka memiliki banyak sekali kemiripan dalam struktur ekonominya, tetapi jika kita terapkan pada Kawasan Asia tenggara terutama Indonesia hal ini jelas akan merusak daya saing perekonomian kita.

Teori Stolper-Samuelson
Wolfgang dan Samuelson telah membuktikan bahwa perdagangan membagi suatu Negara, yang di satu pihak terdiri dari orang-orang yang benar-benar menerima manfaat dari perdagangan dan di pihak lainnya terdiri dari orang-orang yang dirugikan dengan asumsi tertentu . Asumsi yang dikemukakan oleh mereka berdua adalah : Suatu Negara menghasilkan dua barang dengan dua faktor produksi( Lahan dan Tenaga kerja).
Dari asumsi diatas Stopler dan Samuelson berargumen bahwa, peralihan dari tidak adanya perdagangan ke arah perdagangan bebas pasti akan meningkatkan penghasilan yang diperoleh faktor produksi yang digunakan secara intensif dalam industri yang harganya meningkat ( lahan) dan menurunkan penghasilan faktor produksi yang digunakan secara intensif dalam industri yang harganya menurun( tenaga kerja), tanpa memandang barang mana yang lebih disenangi untuk dikonsumsi oleh para penjual kedua faktor produksi diatas.
Maka jika berpijak pada teori Stopler dan Samuelson suatu perdagangan bebas akan mengakibat tradeoff disatu sisi manfaat faktor produksi A meningkat dan disatu sisi manfaat fakro produksi akan mengalami penurunan. Jika kita hubungkan dengan kasus perdagangan Indonesia-Cina, akan kita lihat siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan. Apakah Indonesia dengan komoditas bahan mentahnya ataukah Cina dengan kemampuan menjiplak suatu barang.


Teori Pertumbuhan
Setelah membahas masalah penetapan nilai tukar dan melihat adanya tradeoff dari kegiatan perdagangan bebas, kita beralih kepada teori pertumbuhan. Teori prtumbuhan ekonomi menyatakan faktor-faktor apakah yang menentukan laju pertumbuhan output penggunaan tenaga kerja dari waktu ke waktu. Teori pertumbuhan penting karena membantu menjelaskan tentang laju perumbuhan dan menjawab pertanyaan tentang mengapa tingkat pendapatan per kapita berbeda antar Negara.
Salah satu kesimpulan pokok dari teori pertumbuhan adalah adanya proposisi bahwa antara dua Negara dengan teknologi dan tingkat tabungan yang sama, maka Negara yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi pada akhirnya akan mempunyai pendapatan per kapita yang lebih rendah. Untuk mengetahui bagaimana proses pertumbuhan terjadi maka kita pergunakan formulasi yang sederhana dengan mengasumsikan tenaga kerja konstan dan tertentu, ΔN/N = n, dan tidak ada kemajuan teknologi ΔA/A = 0.
Maka satu-satunya elemen variabel yang tersisa adalah laju pertumbuhan modal. Maka kita dapat mendefinisikan jumlah output per kapita sebagai x = Y/N dan jumlah modal per kapita atau rasio modal-tenaga kerja sebagai k = K/N.
Mengapa memperkuat nilai tukar rupiah ini begitu penting? Karena nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing mencerminkan daya beli masyarakat Indonesia. Jika nilai tukar rupiah kita sedang tinggi itu berarti daya beli masyarakat sedang meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika nilai tukar kita melemah maka daya beli kita juga sedang melemah.
Menentukan nilai tukar murni yang teoritis tidaklah mudah. Kita harus menentukan sekeranjang barang dan jasa yang mewakili kebuthan masyarakat dari dua Negara yang berbeda. Sekelompok barang ini kita bandingkan berapa Dollar yang dapat dibeli orang Amerika dan berapa Rupiah yang dapat dibeli oleh orang Indonesia. Setelah itu, dua angka ini dibagi, dan itulah nilai tukar murni yang didapat
Untuk memakai konsep diatas sangatlah sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Maka kita gunakan pendekatan OCA. Maka berdasarkan kriteria-kriteria OCA, tingkat keterbukaan perekonomian suatu Negara merupakan satu faktor penting dalam pemilihan sistem nilai tukar. Makin terbuka suatu perekonomian semakin besar pula perubahan money income-nya dan makin kecil pengaruhnya terhadap deflasi/inflasi.
Dalam analisis OCA tidak ada satupun sistem nilai tukar yang tepat untuk dipakai dalam semua Negara dalam kondisi dan waktu kapanpun. Untuk menentukan sistem apa yang cocok dipakai, suatu Negara harus melihat faktor-faktor pendukungnya seperti: keterbukaan ekonomi, besarnya perekonomian, tingkat mobilitas modal, tingkat inflasi, tingkat integrasi pasar, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Maka untuk menguatkan nilai tukar rupiah pemerintah harus membangun struktur-struktur ekonomi diatas secara berkesinambungan. Dengan memilih arah kebijakan perekonomian kita, mau berspesialisasi dibidang apa. Dengan begitu kita mempunyai dasar fundamental untuk menguatkan nilai tukar rupiah. Semakin baik nilai tukar Rupiah maka akan stabil kebijakan makroekonomi Indonesia.


Membangun Kemandirian Ekonomi
Dalam perputaran roda perekonomian di Indonesia, sebagian besar ada ditangan bangsa asing, yang ada ditangan bangsa Indonesia sendiri hanya usaha produksi yang berdasarkan atas alam pemikiran yang sederhana. Akibatnya rakyat Indonesia menjadi sapi perah dari para cerdik pandai bangsanya sendiri dan menjadi sapi perah seluruh dunia yang membeli barang-barang hasil produksi yang murah.
Kita ambil contoh sektor pertanian kita dalam artian luas. Sudah penulis jelaskan panjang lebar masalah perekonomian sektor pertanian dalam makalah penulis terdahulu pada saat UTS. Analisa kali ini hanya menambahkan saja apa yang kurang dari tulisan sebelumnya.
Dalam teori diatas yakni teori dar Samuelson-Wolfgang dan teori pertumbuhan. Dua-duanya dapat disimpulkan bahwa perkonomian suatu Negara harus mempunyai teknologi dan tabungan yang tinggi untuk dapat menikmati hasil perdagangan bebas. Sekarang mari kita lihat apakah hal ini sudah dipenuhi pada sektor pertanian kita?
Sektor pertanian merupakan penopang terbesar dan penyerap tenaga kerja yang sangat besar. Tapi apa yang terjadi? Sebagai sektor yang begitu diandalkan, hasilnya dari tahun ke tahun semakin menurun. Banyak anak muda yang sudah tidak mau lagi bekerja disektor pertanian, karena hasil yang didapat sangat sedikit. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Lewis tentang pertumbuhan dua sektornya, “ Bahwa masyarakat yang bekerja disektor pertanian akan berbondong pindah ke sektor industri disebabkan perbedaan upah yang begitu tinggi”. Jika kejadian ini kita biarkan saja maka yang sangat penulis takutkan ramalan Malthus akan terbukti.
Indonesia masih bisa untuk mencegah terjadinya kelaparan jika kebijakan perekonomiannya kembali kepada keunggulan kompetitive dan komperatifnya. Apa keunggulan kompetitive dan komparative Perekonomian Indonesia, menurut penulis keunggulan itu terletak pada sektor pertaniannya, mulai dari tanah yang subur sampai lautan yang kaya akan sumber protein. Tak heran jika Prof Arysio Santos menyebut Indonesia sebagai surga dunia, awal dari segala peradaban dunia atau lebih dikenal dengan sebutan Atlantis.
Kembali kepada keunggulan kompetitive dan komperativnya tidak boleh disikapi dengan pemikiran textual. Harus disikapi dengan pemikiran yang dinamis. Kalau memang kondisi pertanian tidak memungkinkan untuk mekanisasi, maka bisa kita dirikan koperasi yang bergerak dibidang pengolahan, kita perbaiki rantai distribusi dan mengajarkan teknik pemasaran yang bagus.
Jika teori diatas mengasumsikan tidak ada perubahan teknologi, maka kita masukkan variabel teknologi untuk memperkuat perekonomian dalam negeri. Teknologi digunakan untuk membantu meningkatkan hasil-hasil produksi pertanian dan industri Indonesia. Tanpa teknologi yang memadai, sampai kapan-pun dengan sistem ekonomi apa-pun kita tidak akan pernah mencapai kemajuan ekonomi. Kita hanya bisa menunggu Sebuah unta bisa melewati lubang jarum, sangat mustahil.

. Kesimpulan dan Saran
Sistem OCA memang mempunya beberapa kelemahan, Negara yang bersangkutan tidak akan atau sangat sulit untuk mengukur secara rill seberapa banyak manfaat-manfaat yang dapat diterima. Negara akan kesulitan untuk melihat efek rill dari nilai tukar yang ada, dengan output dan inflasi yang terjadi. Selain itu Negara tidak akan mempunyai independensi untuk membuat suatu program kebijakan untuk mempengaruhi sistem nilai tukarnya.
Dalam kasus Indonesia melalui pendekatan OCA diatas, harus diperbaiki kebijakan-kebijakan moneter dan fiskalnya untuk menggerakkan sektor rill dan kemudian dapat secara berangsur-angsur menguatkan nilai tukar Rupiah ke arah yang lebih menguntungkan Indonesia. Membangun sistem nilai tukar rupiah yang kuat dan stabil tidak bisa dilakukan tanpa ada sinkronisasi antara sektor moneter dan sektor rill.
Kemandirian sektor rill mutlak sangat diperlukan. Untuk membangunnya Indonesia harus kembali kepada keunggulan kompetitive dan komparitivenya yaitu sektor pertanian. Kita bangun kembali sektor pertanian yang sudah lama tidak dibangun secara serius. Kita bangun k Koperasi-koperasi yang modern. Kita tingkatkan teknologi pengolahannya. Teknik pemasaran dan yang lebih penting lagi adalah penguasaan pasar. Tanpa penguasaan pasar semua output yang sudah dihasilkan akan menjadi percuma.
Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Umat Islam Indonesia harus menguasai tiga element dunia yaitu : Penguasaan pasar, Penguasaan pendidikan dan masjid, dan penguasaan kelautan. Sudah bukan jamannya lagi kita berteori tentang Jihad atau apapun yang membodohi akal dan pikiran kita sendiri. Mari Saudaraku sebangsa dan setanah air senantiasa kita tanamkan rasa untuk menguasai Pasar, pendidikan dan laut. Tak lupa tetap MengAllah-kan Allah, Memanusiakan manusia dan mengalamkan alam. Semoga Bangsa ini tetap di Rahmati oleh Gusti Allah. Wallahua’lam.


Daftar Pustaka

Dorbusch, R & Fischer, J. 1990. Macroeconomics: Fourth Edition. McGraw-Hill.Inc. USA.
Goldbert, S.L. 1999. Is Optimum Currency Area Theory Irrelevant for Economies in Transition?. Journal Westview: 45-66.
Hidayat, R.Y & Tuwo, L.K. 2005. Opsi Keseimbangan Nilai Tukar di Indonesia: Mencari kesinambungan Stabilitas. Jurnal Ekonomi Indonesia, 1: 83-117.
Kwik Kian Gie. 2001. Nilai Tukar Rupiah Dan Sepotong “ Big Mac”. Kompas, 8 Agustus 2001.
Lindert & Kindleberger. 1988. Ekonomi Internasional: Edisi ke-8. Erlangga. Jakarta.
Natsir, Mohamad. 1950. Soal-soal Perdagangan dan Perindustrian. Kumpulan Jurnal ESEI, 1 : 275-279.
Ramli, R. 2007. Tak Ada Upaya Kreatif dan Mandiri. Jurnal Info Bank: 133-144.
Swasono, E.S. 2003. Kemandirian Ekonomi. Majalah Perencanaan, 33.
Salvatore. 1996. Ekonomi Internasional: Edisi ke-5. Erlangga. Jakarta.
Willet, Wihiborg & Sweeney. 1999. Exchange Rate Polciy for Emerging Markets Economies. California: Westview.

Tidak ada komentar: