31/01/10

KALIMANTAN OH KALIMANTAN

Lama juga ya tidak menulis dan mengobrol bareng ama teman-teman. Habisnya ngedobos sibuk dengan urusan ini dan itu yang menyita waktu( Alasan mode on). Yap mari kita ngobrolin masalah pulau terbesar di Indonesia, yang akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan. Kalimantan merupakan pulau yang sangat kaya raya dengan topografi lahan gambut yang begitu luas. Belum lagi hutan yang lebat meskipun banyak yang gundul. Hasil tambangnya yang besar mulai Batu bara, minyak bumi, intan dan masih banyak lagi lainnya.
Pada era 1980-an, Kalimantan merupakan pemasok terbesar ekspor kayu Indonesia. Apakah kita masi ingat dengan cukong-cukong kayu seperti Bob Hasan, Lim Sweiling, dan konco-konconya, merekahlah yang seharusnya di-adili sebagai perusak lingkungan nomer-1. Dampaknya bisa kita rasakan hari ini. Sekarang, mari kita bergeser pada jaman sekarang, apakah penebangan hutan masih menjadi primadona?
Jawabannya adalah tidak. Setelah reformasi 1998/1999, penebangan hutan menurun dan digantikan oleh penambangan batu-bara yang kapasitas penambangannya bisa mencapai lebih dari 200 juta ton/tahun. Luar biasa, Ngedobos tidak bisa membayangkan berapa banyak ya jumlah dari 200 juta ton itu?
Dengan hasil yang begitu besar maka otomatis akan menaikkan pendapatan. Tidak usah kita bicara tentang GDP/GNP kita bicara skup lokal saja. Jika pendapatan bertambah maka otomatis kesejahteraan masyarakat sekitar akan meningkat. Begitu perkataan dari para pakar ekonomi. Kenyataannya? Penduduk Kalimantan tetap miskin. Jadi benarkah kita harus memacu pertumbuhan ekonomi atau memacu pemerataan ekonomi alias meratakan distribusi pendapatan?
Selain masalah perekonomian, masyarakat Kalimantan dihadapkan pada kelangkaan energi, terutama masalah energi listrik. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kalsel mencatat, ada 222 desa yang belum teraliri listrik di derah ini( kompas, 26/01/10). Warga hanya bisa melihat cahaya benderang dari lubang-lubang tambang yang terus dikeruk selama 24 jam. Sungguh sangat ironis sekali, daerah penghasil energi kekurangan energi? Seperti pepatah yang mengatakan Ayam mati diatas tumpukan padi. Kalimantan betapa malang nasib-mu.
Maka untuk menyiasati kekurangan pasokan listrik tersebut, masyarakat membangun pembangkit tenaga listrik mikrohidro(PLTMH) di dekat kampung mereka. Sungguh sangat ironis mengapa pemerintah tidak pernah memperhatikan hal ini? Menurut Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan Hendra Wahyu menilai, Loksado jantung ekologi pegunungan Meratus, yang kelestariannya sampai saat ini masih masih terjaga. Salah satu potensi yang menghidupinya adalah keberadaan sungai-sungai di Haratai, misalnya, air dari empat sungai dari gunung Kayuan dialirkan kerumah generator guna memutar turbin. Hasilnya, daya listrik mikhrohidro itu mencapai 17.000 watt.
Krisis pulau Kalimantan hampir menyebar diseluruh provinsi yang ada di Kalimantan. Ngedobos ambil contoh provinsi Kalimantan Timur saja. Provinsi terbesar di Kalimantan ini mempunyai masalah akut yang sangat mendasar yaitu tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan-nya sendiri. Kaltim harus mendatangkan 200.000 ton beras dari Sulawesi Selatan dan Jawa. Sekitar 83% kebutuhan proteinnya juga dipasok dari luar daerah. Bahkan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kaltim, Tahun lalu, mengumumkan kehilangan 12.000 Ha lahan sumber pangan setiap tahun.
Angka penduduk hidup di bawah garis kemiskinan hingga Maret 2007 sekitar 325.000 jiwa atau 11% dari total jumlah penduduk. Meningkat dari tahun sebelumnya, yang berjumlah 230.000 jiwa. Dan ironisnya mereka berada didekat daerah pertambangan. Dan salah satu perusahaan yang bermain disana adalah PT Kaltim Prima Coal anak dari Perusahaan Bumi Resources perusahaan keluarga Ketua umum Golkar sekarang.
Nah setelah panjang lebar Ngedobos memberikan gambaran tentang “sedikit” permasalahan dari Kalimantan, sekarang mari kita analisa informasi diatas melalu pendekatan Ilmu ekonomi dan Ilmu konservasi. Nah selamat menikmati ya 
Pertama-tama Ngedobos akan memulai dulu dengan analisa ekonomi melalui pendekatan Ekonomi Regional. Dengan pendekatan pada teori model basis Eksport ( export-base model). Apa itu model basis eksport, segera kita bahas.

Model Basis Eksport
Model ini mula-mula diperkenalkan oleh Dauglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif( competitive advantage) yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Jika suatu daerah dapat ber-spesialisasi dengan keuntungan kompetitive-nya, maka daerah tersebut akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya sendiri. Hal ini dikarenakan, peningkatan ekspor akan memberikan multiplier effect kepada perekonomian daerah.
Model ini, sangat dipengaruhi oleh 2 sektor perekonomian regional, yaitu : Sektor basis dan sektor Non-Basis. Sektor Basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Sedangkan sektor non-basis adalah sektor perekonomian lain-lain yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis. Otomatis kegiatan sektor non-basis ini sangat ditentukan oleh sektor non-basis.
Kita lihat dalam kasus Kalimantan secara umum, apa yang menjadi komoditi unggulan disana? Tak lain adalah barang tambang. Kita anggap barang tambang ini adalah sektor Basis, dimana kinerja sektor ini akan sangat mempengaruhi kinerja sektor non-basis, misalnya pertanian dalam artian sempit(Persawahan). Mengapa lahan pertanian di Kalimantan Timur bisa berkurang? Secara kasar hal ini bisa Ngedobos jawab karena Sektor pertambangan meningkat secara cepat sehingga mengurangi lahan pertanian. Logikanya jika pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh barang tambang meningkat, maka akan terjadi penurunan hasil produksi pada sektor pertanian, itu masih bisa diterima secara teori.
Tapi ada satu hal yang membuat Ngedobos merasah aneh melihat kasus Batu Bara ini, yaitu masalah Multiplier efect-nya entah itu peningkatan kesejahteraan, kecukupan energi atau peningkatan lapangan pekerjaan. Tapi kenyataan-nya hal tersebut tidak terjadi bahkan sangat kecil( Hanya kira-kira, karena tidak mempunyai data yang lengkap), inilah yang menyebabkan permasalahan berkepanjangan di daerah Kalimantan.

Sumber Masalah atau Sumber Keuntungan?
Batu bara di bumi Borneo yang begitu banyak sungguh sangat menarik minat kontraktor-kontraktor besar. Menurut para ahli Batu Bara mempunyai dampak polusi yang lebih besar dari pada minyak bumi. Kandungan gas Sulfur yang tinggi sangat berpotensi untuk menurunkan hujan asam sulfur dioxide yang akan merusak tanaman dan lingkungan. Selain itu hasil pembakaran dari batu bara ini mengeluarkan gas rumah kaca lebih besar dari minyak bumi.
Berangkat dari pernyataan diatas, maka sebuah proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan kepada pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah. Mulai dari kerusakan lingkungan daerah pertambangan sampai kerusakan udara akibat proses pembakaran. Residual tidak bisa kita lepaskan dari kegiatan ekonomi, apa-pun itu.
Nah, kebanyakan perusahaan tambang di dunia tidak pernah atau tidak mau tahu tentang dampak lingkungan ini. Maka tidak heran mengapa daerah penghasil energi, bisa kekurangan energi. Dampak sosial dan lingkungan ditanggung oleh masyarakat. Keuntungan ditanggung perusahaan. Dari prespektif ilmu ekonomi, hal ini bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumber daya akibat berkurangnya kemampuan sumber daya secara kualitas untuk menyuplai barang dan jasa. Tetapi juga dampak pencemaran terhadap kesejahteraan masyarakat. Maka yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan adalah mengendalikan pengendalian tingkat pencemaran sampai se-efisien mungkin, dan ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Pertanyaan-nya maukah pemerintah mengawasi? Dan perusahaan secara sukarela untuk melakukan hal tersebut?

Penutup
Permasalahan Kalimantan tentang Sumber Daya Alam ini, merupakan salah satu permasalahan dari masalah-masalah sumber daya alam di Indonesia. Dan inilah menurut Ngedobos sebagai The real case economic in Indonesia, kasus Century? Hah, tidak ada apa-apanya dibandingkan kasus Sumber Daya alam di Indonesia. Kasus ini akan terus berulang dan berulang kembali dikarenakan, permintaan energi di Indonesia akan terus dan terus meningkat. Industrialisasi Indonesia yang sedang dibangun saat ini pasti sangat membutuhkan energi yang besar. Belum lagi kewajiban kita memenuhi pesanan-pesanan permintaan luar negeri, bisa dihitung berapa besar energi yang dibutuhkan?
Untuk dapat meminimalkan konflik, pemerintah harus memperhatikan : 1. Jenis-jenis sumber daya energi apa saja yang perlu diproduksikan, ditawarkan di pasar dan dikonsumsi masyarakat. 2. Pada harga berapa masing-masing jenis sumber daya energi itu dipasarkan. 3. Dengan tingkat berapa saja masing-masing sumber daya energi dihasilkan dan dimanfaatkan. 4. Sarana apa saja yang dapat digunakan untuk mempengaruhi-nya. 5. Bagaimana dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar?
Hal penting lainnya adalah konservasi sumber daya energi. Kebijaksanaa konservasi bertujuan untuk memelihara kelestarian sumber daya energi yang ada melalui penggunaan sumber daya secara bijaksana bagi tercapainya keseimbangan antara pembangunan, pemerataan dan pengembangan lingkungan hidup. Ngedobos hanya bisa berdoa semoga Bangsa Indonesia sadar mana hal yang penting untuk memajukan Negara ini. Jangan mementingkan hal yang remeh dan Meremehkan hal yang penting. Tetap meng-Allah-kan Allah. Memanusia-kan manusia dan Meng-Alamkan-alam. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar: