06/03/10

NEGERI SEJUTA ENERGI

Sebuah negeri yang damai dan indah, dengan keramahan penduduknya. Berbagai macam kumpulan energi-energi terkumpul di negeri ini. Mulai dari energi sumber daya alam-nya, dari tanah yang subur, kandungan minyak bumi, energi budayanya, energi estitika-nya sampai energi senyumannya. Sangat beruntung penulis bisa singgah dan bertempat tinggal selama satu bulan di negeri tersebut. Menyentuh, berinteraksi dan merasakan euforia energi-energi negeri ini.
Negeri yang pernah melahirkan Raja Angling Dharmo dan patih Batik Madrim, negeri yang telah melahirkan ajian terkanal di dunia persilatan, ajian mliwis putih ini begitu menyimpan sejuta pesona. Selain keunikan silat-menyilat, negeri ini juga terkenal akan ladang minyak yang lumayan besar. Bahkan terbesar untuk pertambangan minyak bumi daratan di Indonesia. Karena kekayaan inilah perusahaan minyak asing sangat tergiur sampai meneteskan air liurnya. Exxon mobile, Petrocina, dan anak-anak buahnya.
Selasa, 02 Februari penulis menginjak-kan kakinya di negeri yang permai ini. Tinggal di negeri ini selama satu bulan, untuk berlibur, mempelajari berbagai macam energi yang terdapat di-dalamnya dan syukur-syukur bisa sedikit mengambilnya untuk bahan pembelajaran. Bertempat tinggal di kediaman raja negeri ini, penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT dan sangat berterimah kasih kepada raja yang baik hati ini, karena disambut dengan tangan yang terbuka dan keramahannya. Tinggal di padepokan yang berukir kayu jati, membuat hati merasa nyaman dan tentram, di tambah dengan keramahan yang membuat hati merasa tentram.
Ya itulah energi pertama yang saya pelajari di negeri ini, yaitu energi tentang bagaimana menghormati tamu sesuai dengan budaya yang dianutnya. Bagi yang belum pernah mengunjungi negeri pasti terkaget-kaget dengan budaya negeri ini. Apa yang menarik dari budaya negeri ini sehingga membuat orang bisa salah pengertian? Bagi yang berasal dari adat jawaisme yang mengedepankan basi-basi sebelum mempersilakan tamu-nya untuk memakan hidangan yang disediakan, pasti akan merasa orang-orang di negeri ini sangat pelit dan terasa jahat. Memang budaya disini tidak mempersilakan orang untuk memakan atau meminum sesuatu yang telah disediakan. Kalau ingin memakan atau meminum langsung diambil aja. Jadi bagi para penganut jawaisme jangan terkaget-kaget jika menemukan energi budaya yang lain. Bukankah budaya merupakan rahmat dan anugrah yang diberikan Allah untuk bangsa ini. Bangsa mana yang mempunyai warna-warni yang begitu banyak, sehingga tampak keindahannya dibanding bangsa lain. Maka dari itu Bhineka tunggal ika merupakan ungkapan yang sangat pas untuk menjelaskan berbagai warna yang terdapat di dalam bangsa Indonesia.
Kembali di negeri yang permai ini, malamnya penulis mencoba mencari pengalaman lagi untuk menangkap dan mempelajari energi yang lain lagi. Penulis singgah untuk Sholat di langgar belakang padepokan tempat penulis menginap. Sungguh sangat jauh kondisi bangunan Langgar dengan padepokan yang penulis tinggali. Atap yang bocor, bangunan yang sudah hampir roboh dan kotor. Karpet yang sudah bolong-bolong, kelambu yang kusam, speaker yang sudah agak rusak, sampai penerangan yang hanya satu buah. Dalam hati penulis sempat terbesit prasangka yang sangat jelek, wah penduduk sini benar-benar tidak pehatian dengan tempat ibadahnya. Tapi prasangka itu berubah seratus delapan puluh derajad saat penulis masuk dan mencoba melebur kedalamnya.
Penulis sangat terkaget-kaget melihat keindahan energi dari langgar yang sangat sederhana ini. Mulai dari kemerduaan suara imamnya, bagaimana jama’ahnya menyikapi persoalan hidup, semangat mereka dalam mencari dan memaknai kehidupan benar-benar membuat penulis sangat kagum. Ada sebuah kejadian yang sangat menarik saat penulis ber-bincang bincang dengan salah satu jama’ah. Pada waktu itu hujan begitu deras dengan kilat yang menyambar-nyambar, bergemuruh bersaut-sautan membuat suasana semakin menarik. Saat asyik-asyik mengobrol datanglah petir yang sangat besar, sangking besar-nya sampai memutuskan bola lampu yang ada diserambi langgar.
Saat itu juga si jama’ah yang penulis ajak bicara ini, dengan cepat memutuskan aliran langgar dan langsung pulang mengambil bola lampu yang baru. Beliau menerobos hujan yang begitu deras dan lebat. Dan kembali lagi dengan penuh semangat memasang kembali bola lampunya. Penulis bicara dalam hati, kenapa beliau begitu nekat? Sampai saat ini-pun penulis belum mendapat jawabannya. Ya biarlah itu menjadi misteri selamanya untuk diri penulis sendiri.
Esok harinya, pagi-pagi sekali saat mau berangkat sholat shubuh. Penulis ingin mencari masjid yang agak besar. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, akhirnya penulis sampai kepada sebuah masjid yang lumayan besar. Berbeda dengan langgar yang kemarin temui. Disini penulis sangat kaget adzan shubuh sudah berkumandang, tapi di masjid ini sangat sepih tidak ada orang sama sekali. Bahkan setelah penulis tunggu agak lama sekitar 15 menit, tidak ada satupun jama’ah yang datang. Akhirnya penulis sholat sendiri dan sampai penulis meninggalkannya tidak ada satu jama’ah pun yang datang. Sungguh sangat menarik negeri ini, di satu sisi langgar yang reyot ada jama’ah yang begitu bersemangat dan di sisi lain masjid yang lumayan bagus tidak begitu terlihat aktivitasnya.
Itu tadi pengalaman penulis merasakan dan melebur kedalam energi tentang ke-agamaan. Sekarang penulis mencoba untuk mempelajari, merasakan dan syukur-syukur bisa melebur kedalam energi yang lain. Pagi-pagi setelah sholat Shubuh penulis melanjutkan petualangan-nya untuk mengenal daerah sekitar. Berjalan dan terus berjalan setapak demi setapak melewati pekarangan penduduk. Berjalan dengan hati riang gembira sambil menikmati semua anugerah yang diberikan Allah kepada penulis dan negeri ini. Tak terasa penulis sampai di ujung jalan. Banyak orang-orang baik laki-laki maupun perempuan, tua-muda berkumpul, berbaris dan melakukan sebuah pekerjaan yang sama. Penulis bertanya dalam hati, apa ya yang sedang mereka lakukan? Setelah melihat lebih dekat ternyata eh ternyata mereka sedang menanam padi. Yang lebih menarik lagi, gerakan saat menanam, berjalan mundur, bergerak bersama sehingga terlihat harmonisasi yang begitu indah. Dan itu tidak ada yang memandu, seakan-akan hati mereka telah menyatu dan menjadi satu.
Sungguh sebuah pembelajaran yang sangat baik. Bagaimana menyelaraskan hati, pikiran dan gerakan sehingga menjadi sebuah gerak yang begitu harmonis. Indonesia memamng sudah lama memiliki kosa kata ” selaras” dari kata laras. Merupakan sebuah kumpulan dan tempaan budaya yang begitu lama dan tua sehingga terbentuknya keselarasan yang diperlihatkan oleh para petani-petani negeri ini. Mari kita mengkhayal sejenak, jika contoh yang di berikan oleh petani-petani tadi kita bahwa ke kehidupan kita masing-masing. Menyelaraskan perbedaan-perbedaan yang ada tanpa menghilangkan perbedaan yang ada. Indonesia sangat membutuhkan jati diri ”keselarasannya” yang sejati. Keselarasan itu sudah tertutup oleh kotoran-kotoran kesombongan, kedengkian dan merasa benar sendiri. Biarkan perbedaan yang ada, tugas kita hanya merangkai perbedaan-perbedaan itu agar terlihat indah dan berguna.
Penulis sungguh sangat-sangat tidak setuju jika seluruh bangsa Indonesia di-katakan pemalas. Kenapa? Jika kita melihat contoh yang diberikan oleh para petani di negeri yang penulis singgahi ini, kita bisa melihat keuletan dan semangat juang mereka, terlebih lagi keindahan yang ditunjukkannya. Apakah orang yang malas itu bekerja pada saat jam 5 pagi sampai sore? Tidak ada yang malas dalam diri bangsa ini, yang ada hanya-lah kemauan untuk menang sendiri. Itulah yang harus kita perbaiki. Ngomong-ngomong masalah pertanian negeri ini, sungguh sangat menyayat hati.
Lahan pertanian di negeri penulis tempati ini, perlahan-lahan mulai kehilangan eksistensinya. Di babat habis oleh sang raja minyak, dan penduduknya akan diarahkan kepada pengembangan ternak. Pertanyaan-nya apakah semudah itu mengganti kebiaasaan bercocok tanam dengan berternak? Sudahkah penguasa menghitung berapa biaya yang akan kita keluarkan? Harapan penulis semoga penguasa sudah menghitungnya.

LEBIH HEBAT DARI LASKAR PELANGI
Ingatkah para pembaca cerita tentang laskar pelangi? Sebuah cerita yang menitik berat-kan kepada anak-anak muda yang berjumlah 10 orang. Mereka berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan dengan fasilitas yang sangat minim. Penulis teringat bagaimana mereka berjuang, dengan membeli kapur di sebuah tokoh yang berjarak 10 km. Juga bagaimana salah satu dari mereka yang merupakan anak nelayan, harus rela menempuh jalan berliku untuk bisa sampai ke sekolah. Itulah gambaran anak-anak Indonesia yang mempunyai semangat juang untuk menuntut ilmu.
Kondisi yang mirip penulis temui di negeri ini, anak-anak yang sangat bersemangat dalam menuntut ilmu. Dengan fasilitas yang terbilang sangat minim mereka tetap semangat bahkan over semangatnya untuk menuntut ilmu. Terus terang soal semangat penulis kalah jauh dengan mereka dan penulis sangat iri dengan semangat mereka.
Sekolahan anak-anak yang penuh semangat ini terletak di daerah yang sangat pelosok di negeri ini. Sekitar 2,5 km dari rumah penguasa negeri ini. Jalan berliku-liku, kalau hujan sepeda motor tidak bisa melewatinya. Meskipun sarana transportasi disana sangat jelek, tapi pemandangan di kiri dan kanan sungguh sangat mengasyikkan. Penulis membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mencapai tempat tersebut. Penulis harus berjalan kaki, dikarenakan sepeda motor tidak bisa melewati daerah tersebut. Setelah melalui perjalanan yang lumayan berat penulis sampai juga ke tempat tujuan. Huffff, sangat capek, lelah dan haus seakan sirna melihat sambutan dan semangat para ganext (gayam next generation).
Gedung bangunan ini sungguh sangat memprihatinkan. Dari segi bangunannya mungkin lebih baik dari pada bangunan laskar pelangi. Tapi untuk fasilitas mulai dari buku sampai para guru-nya mungkin lebih jelek (pandangan subyektif penulis). Jika di laskar pelangi para gurunya begitu bersemangat dan ikhlas untuk mentransfer ilmunya kepada para siswanya, di gayam para gurunya jarang masuk atau bahkan kurang memperdulikan para ganext.
Akhirnya penulis diperkenankan mengajar para ganext yang penuh semangat tadi. Jumlah keseluruhan dari para ganext hanya 6 orang, 3 orang laki-laki dan 3 orang wanita. Lagi-lagi penulis berburuk sangka kepada para ganext. Penulis berpikir mereka adalah para murid yang bodoh lagi malas. Setelah penulis masuk dan menyapa mereka, apa yang terjadi? Energi dan semangat juang untuk belajar benar-benar sangat luar biasa. Begitu besarnya sampai penulis ingin sekali memiliki dan dianugerahi energi sebesar itu.
Setelah menyapa para ganext-ganext ini, penulis mulai mengajari tentang matematika dan IPA. Setelah sekitar 10 menit penulis menerangkan, dan penulis melemppar sebuah pertanyaan apa yang terjadi? Sungguh sangat mengejutkan mereka bisa menjawab dengan sangat baik, bahkan ketika penulis suruh maju dan menerangkan kembali kepada para teman-temannya para ganext-ganext ini bisa menerangkan dengan sangat luar biasa. Sungguh sangat mempesona sekali dan cahaya potensi para ganext-ganext ini begitu menyilaukan.
Sungguh sangat disayangkan jika pendidikan di negeri ini diabaikan. Cahaya-cahaya yang sangat-sangat berkilau merupakan modal yang sangat luar biasa. Penulis-pun mulai berpikir apakah memang faktor fasilitas gedung yang mewah merupakan faktor utama menjadikan para siswa menjadi pandai? Ataukah faktor budaya dan guru yang penuh semangat dan ikhlas untuak menyalurkan ilmunya, yang merupakan faktor utama untuk memajukan para siswa? Atau-kah berbagai macam faktor lain seperti, semangat, dukungan orang tua atau kurikulum? Indonesia harus mencari dan menentukan jawaban dari dalam bangsa ini sendiri, menggali, memahami, merasakan dan melebur kedalam jawaban itu sendiri. Tanpa semua itu kurikulum bagaimanapun, fasilitas bagaimanapun, guru bagaimana-pun tidak akan berdampak apa-apa? Tetaplah bersemangat para ganext-ganext kalian semua adalah cahaya-cahaya yang menyinari negeri ini. Terimah kasih sudah mengajarkan kepada penulis energi semangat kalian. Tetaplah bersinar dan terus bersinar. Wahallahhu’alam.

Tidak ada komentar: