26/03/10

BANGSA MANDIRI BUKAN BANGSA KULI (APAKAH MUNGKIN?)

Bangsa kuli ya bangsa kuli, itulah sebutan dari bung Karno pada saat berpidato pada peringatan HUT Proklamasi 1963. Sebuah ungkapan rasa cinta dan kepedihan dari bapak Proklamator yang amat menyayangi anaknya. Sebuah kekawahtiran tentang Negara yang kaya raya tetapi tidak mempunyai semangat untuk hidup, tidak mempunyai karakter nasional(character nation), saling bertengkar memperebutkan hal sepele. Bangsa yang besar, bangsa yang tua peradapannya sehingga lupa bahwa dirinya sudah tua, lupa bahwa dirinya sudah besar.
Masih segar dalam ingatan penulis bagaimana kepala Negara indonesia bertekuk lutut pada IMF lembaga keuangan dunia. Lembaga keuangan yang mempunyai power untuk mendikte dan mengatur sebuah Negara. Sungguh sangat mengiris hati, bagaimana seorang pemimpin Negara Indonesia membeungkuk menandatangani surat perjanjian dengan disaksikan pandangan angkuh dan berkacak pinggang dari petinggi IMF. Kekayaan alam yang begitu besar dikelola dan diserahkan oleh asing. Mulai jaman penjajahan sampai jaman kemerdekaan. mulai sektor hulu sampai hilir semua perusahaan asing ikut bermain dan menguasai permainan. Apakah ini menandakan bahwa kita bangsa yang bodoh? Sehingga tidak bisa mengelola semua keunggulan negeri ini? Mulai keunggulan komperatif, kompetitif sampai keunggulan absolut kita.

HIDUP MANDIRI
Hidup mandiri, hidup tidak tergantung orang lain harus ditanamkan didalam sistem pendidikan Negara ini sejak dini. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka perilaku kehidupannya harus mencontoh perilaku kehidupan Nabi, sahabat-sahabat nabi dan orang-orang saleh. Ajaran hidup mandiri yang diperaktekan oleh Nabi sebagaimana tertuang dalam hadistnya yang berbunyi :
Rasulluah saw bersabda, siapakah yang mau berjanji kepadaku untuk tidak meminta-minta kepada orang lain. Sehingga akupun akan menjanjikan surga baginya. “ saya kata sahabat Tsuban r.hu” Maka, beliau tidak pernah meminta apa pun kepada orang lain. Bahkan, ketika dia sedang naik kuda dan cemetinya jatuh, dia tidak mau berkata pada orang lain, “ tolong ambilkan cemeti saya” tapi dia turun dari punggung kudanya, lalu mengambilnya sendiri(Hr. Ahmad, Nasa’I, Ibnu Majah, dan Abu Dawud; dengan isnad shahih, tersebut dalam kitab at-Targhib wat-Tharhib, Juz II, hal 101).
Begitulah Rasulluah Saw mencontohkan untuk hidup mandiri, hidup tidak tergantung pada orang lain. Apakah umat Islam sekarang seperti itu? Saya coba melihat dari sisi beberapa ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia mulai dari yang moderat sampai radikal. 1. Nahdatul Ulama: organisasi Islam terbesar se-Indonesia yang sakarang ini mempunyai hajatan besar menyelanggarakan Muktamar guna mencari pemimpin baru bagi organisasinya. Apakah organisasi ini mandiri dalam artian tidak tergantung dengan sumber dana orang lain? 2. Muhamadiyah : Organisasi Islam kedua terbesar di Indonesia. Sama pertanyaan saya, Apakah organisasi ini mandiri dalam artian tidak tergantung dengan sumber dana orang lain? 3. Hizbut Tahrir : penganjur Khalifah ditegakkan di Indonesia. Organisasi ini jelas merupakan bagian tak terpisahkan dari jaringan Hizbut Tahrir internasional. Yang sudah sangat jelas organisasi ini tidak bisa hidup mandiri. 4. Jamiyah Islamiyah : organisasi yang oleh imperialis dianggap sebagai organisasi berbahaya. Apakah mandiri? Tidak, organisasi ini bergantung pada asupan induk semangnya yang berada di Negara-Negara timur tengah.
Dari contoh diatas saja bisah kita lihat bahwa ormas-ormas Islam belum berdiri diatas kaki sendiri, bagamana mau memberikan solusi terhadap kebangsaan Indonesia? Bagaimana memberikan solusi terhadap Building character nation? Umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia secara umum harus mengubah mind set berpikirnya, bahwa hidup tidak perlu tergantung pada orang lain, hanya Allah tempat bergantung. Ajaran Rasasulluah Saw ini berlaku universal dan tidak ada larangan bagi pemeluk agama lain untuk menerapkannya.

KEMBALI KE LAUT
Negara ini adalah Negara kelautan dengan bermacam-macam kekayaan yang terkandung didalamnya. Kita lihat bagaimana nelayan-nelayan asing dengan peralatan yang canggih-canggih mencuri ikan dan keanekaragaman hayati yang ada dilaut kita. Itu masih kekayaan hayati makhluk hidupnya, belum lagi mineral-mineral yang ada didasar lautan. Belum lagi energi gelombang yang bisa dimanfaatkan sebagai input pembangkit listrik dan masih banyak manfaat lainnya.
Dengan posisi yang sangat strategis yakni terletak di dua samudra, Indonesia sebenarnya mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) yaitu menjadi lalu lintas perdagangan yang amat penting. Tapi mengapa keunggulan itu kini diambil oleh Singapura? Kita lupa bahwa kita adalah bangsa lautan. Sebagai bangsa laut kita perlu membangun infrastruktur kelautan. Mulai dari pembangunan pelabuhan yang layak, transportasi, manajemen pelabuhan, dan sumber daya manusia kelautannya.
Pembangunan transportasi laut di Indonesia akan dapat menimbulkan multipler efect yang sangat besar. Mengapa begitu? Salah satu fungsi dasar transportasi adalah menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para pembuat barang dengan para pembelinya. Dalam sudut pandang yang lebih luas, pembangunan fasilitas transportasi memberikan aneka pilihan untuk menuju ketempat kerja, pasar, memperlancar hubungan satu tempat ke tempat lain. Dengan dibangunnya dan ditata kembali transportasi laut, akan mengakibatkan potensi-potensi kelautan yang selama ini tercerai-berai bisa dijadikan didalam satu jaringan, sehingga menghasilkan efisien biaya dan keefektif-an waktu.
Jika sarana transportasi laut ini sudah ditata dan dibangun dengan baik dan benar. Maka penulis yakin kita akan semakin jarang mendengar keluhan-keluhan masyarkat tentang pencurian ikan, keterlambatan kapal, kurangnya bahan pangan, terlabatnya distribusi onat-obatan. Jika penulis ambil istilah dari Prof Arisiyo, bahwa kita adalah bangsa yang lautan yang bernama bangsa Atlantis. Bangsa Atlantis terkenal dengan peradapan lautnya yang sangat megah dan sampai saat ini belum ada tandingannya.

REBUT KEMBALI PASAR KITA
Satu hal penting lainnya yang tidak pernah diajarkan oleh para pendidik kita adalah “PENGUASAAN PASAR” inilah yang sudah lama ditinggalkan oleh pendidikan kita. Memang kita telah mencetak sarjana-sarjana yang sangat pandai, pintar, cerdas dan jenius. Tapi sudahkah pendidikan kita mencetak penguasa-penguasa pasar yang ulung dan tahu bagaimana membaca pasar? Jawabannya sangat jarang, kita hanya mencetak pekerja-pekerja profesional, bukan mencetak pemilik-pemilik perusahaan profesional. Bahasa kasarnya kita hanya mencentak kuli-kuli profesional, kuli-kuli berdasi.
Begitu juga pada dunia pendidikan Islam. Kita hanya berdebat tentang masalah Khafilahiyah, masalah rokok haram atau tidak dan masalah-masalah yang kurang penting. Sangat jarang sekali ada ulama yang berceramah “wahai saudaraku kita adalah umat muslim, umatnya kanjeng Nabi. Maka sudah sepantasnya kita meniru prilaku kanjeng Nabi dengan menguasai PASAR” sangat-sangat jarang sekali. Kita hanya memikirkan bagaimana memakmurkan masjid tapi lupa bagaimana memakmurkan umat. Masjid adalah benda mati, sedangkan umat? Merekalah yang menentukan maju tidaknya umat Islam dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KELEMAHAN STRUKTURAL EKONOMI
Ekonomi Indonesia mengalami kelemahan struktural yang sangat akut. Kita lihat struktur Industri kita, industri kita yang benar-benar bisa dimasukkan kedalam perhitungan Gross National Netto didominasi industri sektor konsumsi. Hal ini diperparah oleh hasil produksi kita masih lebih kecil daripada kekuatan konsumsinya. Sehingga benarlah peribahasa “besar pasak daripada tiang” jika kita melihat konsep teori ekonomi makro bahwa ada variabel yang dinamakan autonomous consumption yang artinya: manusia akan tetap mengkonsumsi kebutuhan primernya dari barang dan jasa, meskipun mereka tidak mempunyai penghasilan. Pertanyaannya dari mana uang untuk mengkonsumsi itu? Jawabannya bisa bermacam-macam, dari tabungannya, menjual perabotan rumah sampai BERHUTANG. Inilah yang sangat berbahaya.
Memang didalam teori ekonomi Makro, Moneter dan ekonomi Internasional, suatu Negara diperbolehkan berhutang untuk menggenjot aktifitas ekonomi dalam negeri. Tapi jika terlalu banyak berhutang maka kita akan kehilangan kedaulatan. Hutang kita kebanyakan hanya tersalurkan melalui komponen komsumsi nasional. Inilah yang menyebabkan ketidaksehatan perekonomian kita. Dimana-mana yang namanya berlebih-lebihan akan menjadikan sesuatu yang baik menjadi tidak baik bahkan memperburuk keadaan.

KESIMPULAN
Untuk terbebas dari sebutan bangsa KULI, Rakyat Indonesia harus merombak sistem pendidikannya. Pendidikan yang hanya mengajarkan 1+1=2 tidak akan menjamin bahwa Negara ini akan maju. Karena apa? Kita hanya tahu 1+1=2 tapi kita tidak tahu mengapa 1+1=2, dari mana angka 1 itu diperoleh, dan makna dibalik angka-angka itu. Maka paradigma pendidikan kita harus dibangun dengan memasukkan unsur kemandirian, cinta laut, cinta kebangsaan dan penguasaan pasar. Jika aspek-aspek diatas dikuasai dengan benar maka Indonesia akan menjadi Negara yang kuat baik ekonomi, spritual dan semanga kebangsaan. Indonesia Kami akan selalu berusaha memajukanmu. Wa-llahu a’lam

Tidak ada komentar: