10/03/10

PEMIMPIN

udah sejak lama kita kehilangan atau belum muncul seorang pemimpin yang bisa benar-benar pemimpin. Entah itu pemimpin Negara, pemimpin Organisasi Mahasiswa atau pemimpin Partai politik. Pemimpin menurut pengertian orang awam adalah orang yang mampu mengayomi dan mampu menciptakan rasa aman, tenang dan bahagia. Pemimpin menurut pengertian kaum Intelek adalah Orang yang mampu menciptakan merangkul semua golongan, meredam semua perbedaan dan menjadikan keadaan menjadi lebih baik. Kalau menurut Perpolitikan pemimpin adalah orang yang bisa diterima oleh semua golongan, mampu menyelaraskan kepentingan-kepentingan politik. Semua bisa ditarik satu kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus bisa membuat orang dan tempat yang dipimpin menjadi lebih baik atau bahasa kerennya ada quantum conditon.
Begitu ruwet dan pentingnya seorang pemimpin sehingga semua elemen yang menopang Negara ini terasa berjalan ditempat. Dan hal ini diperparah dengan salahnya pemahaman tentang kepemimpinan ini. Sebuah kisah yang sangat menarik betapa pemahaman konsep kepemimpinan kita sudah sangat-sangat salah.
Di suatu waktu dan suatu tempat terdapat sekelompok pemuda-pemuda kaum intelektual calon pemimpin bangsa berkumpul. Mereka semua berjumlah 19 orang. Pada awalnya mereka bersepakat menunjuk 1 orang pemimpin untuk mengetuai kelompok mereka ini. Setelah proses itu dilaksanakan jalanlah kelompok ini. Mereka membuat rencana-rencana kerja dengan riang dan gembira. Semangat untuk memperbaiki keadaan suatu daerah jelas sangat terpancar di wajah mereka.
Hari demi hari terus berlalu, dan mulailah timbul keretakan-keretakan dalam kelompok ini. Hal ini dipicu oleh sikap seorang pemimpin yang memang tidak mau terbuka terhadap permasalahaan dan cenderung mau diatasinya sendiri. Diperparah dengan sikapnya yang mau menang sendiri menyebabkan anggota kelompok ini merasa jengkel.
Hingga puncaknya, terjadi disuatu malam, saat semua sedang berkumpul membahas sebuah acara, tiba-tiba ada yang mulai mengungkit-ungkit kesalahan si pemimpin ini. Hei pak ketua tidakkah kau merasa ada yang aneh dengan hari ini? Jawab si ketua , iya saya merasa ada yang aneh dengan hari ini. Si pembuka tadi berlanjut apa yang aneh pak Ketua? Si ketua tahu arah pembicaraan ini, maka si ketua menjawab dengan diplomatis sudah kita tetap fokus membahas acara ini. Akhirnya si pembuka tadi menjawab, “ Kamu tidak merasa bersalah dengan kejadian tadi siang? Meninggalkan tugasmu dalam membuat power point untuk persentasi”
Akhirnya dimulailah peperangan didalam kubu kelompok tersebut. Kelompok tersebut pecah menjadi tiga kelompok pendukung ketua dengan segala argumen penguat yang membenarkan tindakannya. Kelompok pemberontak dengan segala argumen pendukung yang membenarkan tindakannya. Dan kelompok yang tidak memihak dengan segala alasan untuk tidak terlibat.
Jika kita bicara sejarah Islam hal ini pernah terjadi pada waktu Khalifah Ali r.a sang pintu ilmu. Yang tentu masalah diatas tidak bisa disamakan dengan permasalahan yang dihadapi Manusia mulia ini. Jadi pada waktu Ali r.a naik menjadi seorang Khalifah masyarakat Islam terpecah menjadi tiga, yang memusuhinya, mendukungnya dan bersikap netral atau menjauh dari konflik. Dan akhir cerita Khalifah Ali r.a wafat dibunuh oleh seorang dari kaum kwaritz.
Alhamdulilah dikelompok yang sedang dilanda konflik tadi tidak sampai terjadi pembunuhan. Hanya saja terjadi cucuran air mata dari seorang lelaki yang merasa dipersalahkan oleh si ketua karena menyebabkan keretakan atau disharmonisasi kelompok. Subhanallah inilah bangsa yang penuh cinta kasih, tidak presidentnya tidak pula rakyatnya. Sungguh sangat mudah terharu hingga mncucurkan air matanya karena merasa bersalah. Benar-benar bangsa yang penuh cinta kasih. Tapi air mata saja tidak cukup untuk mengubah keadaan kelompok atau bangsa ini diperlukan kerja nyata dan sebuah cinta yang sangat mendalam untuk memajukan bangsa dan kelompok tadi.
Setelah tragedi tangis-menagis terjadi tensi yang semula tinggi akhirnya berhasil diredahkan. Dengan jalan saling maaf-memaafkan. Inilah salah satu bukti mengapa bangsa kita menjadi bangsa yang luhur. Setelah saling berdebat sampai mengalirkan air mata, tapi tetap ditutup dengan saling maaf memaafkan. Tapi ada satu hal yang aneh mengapa setelah saling maaf memaafkan suasananya masih menjadi tegang, masih adakah bara dendam dihati yang masih belum padam? Wallahu’alam.
Satu hal tentang konsep kepemimpinan yang dapat penulis petik dari kisah nyata diatas adalah ternyata kita masih membutuhkan perintah dari seorang pimpinan untuk berbuat atau melakukan sesuatu pekerjaan (top down). Tanpa perintah meskipun itu untuk kepentingan kelompok kita tidak mau mengerjakan tugas tersebut. Masih merasa bahwa tanpa dirinya tidak mungkin hal ini terlaksana. Merasa bahwa dirinya-lah yang paling baik dan paling benar.
Jika seorang pemimpin tidak mau membagikan permasalahan yang dihadapi dan cenderung ingin dikerjakan sendiri, itu adalah bukti cinta pemimpin pada anggotanya. Pemimpin tidak mau membebani beban yang lebih berat lagi terhadap anggotanya. Seharusnya anggotanya mengerti bahwa pemimpinnya sungguh sangat manusia, dan syukur-syukur mau membantu meringankan beban yang diderita tanpa ada rasa kesal dalam hati.
Begitu juga pemimpin, kau mempunyai teman-teman yang selalu setia disampingmu. Ya mbok berbuat seperti pepatah “ ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”. Pemimpin itu harus memperhatikan yang dipimpin dan harus siap tidak diperhatikan oleh yang dipimpin. Dalam sudut manapun keegoisan seorang pemimpin pasti akan menimbulkan perpecahan. Dalam hal yang penting saja keegoisan itu mampu menimbulkan perpecahan terlebih lagi dalam hal sepele malah lebih hebat perpecahannya.
Untuk membangun kembali Negara ini tidak cukup hanya dengan adanya pemimpin yang kuat. Meskipun kita dipimpin oleh ratu adil yang berjumlah sepuluhpun selama kita belum memahami apa itu kepemimpinan, maka kita tetap tidak akan merasakan adanya keadilan. Yang dipimpin juga harus mengetahui apa tugas dan kewajibannya, tanpa menunggu perintah atau suruhan. Lebih baik lagi membantu meringankan pekerjaan orang lain tanpa disertai pemikiran bahwa dirinyalah yang paling hebat dan yang paling pintar. Bangsa Indonesia adalah satu kesatuan, satu komponen dan satu elemen yang membangun Negara ini. Tidak ada yang namanya si A lebih baik dari si B, atau pemimpin lebih baik dari bawahan. Semua adalah peran yang sudah ditetapkan oleh sang sutradara. Jika mau mengubah peran yang sudah didapat maka mintahlah pada sang Maha pembuat cerita.
Untuk teman-teman, sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku yang meluangkan waktunya sejenak untuk membaca tulisan yang bukan tulisan ini. Diri ini hanya mengajak mari kita paham dulu apa itu pemimpn dan kepemimpinan. Semoga kita semua dibukakan pikiran kita oleh Yang Maha mempunyai Ilmu dan mampu menerapkannya. Indonesia damailah, hargai perbedaan. Berbeda-beda tapi tetap satu jua. Untuk Indonesia yang lebih maju dan lebih baik. Wallhua’lam

Tidak ada komentar: