06/06/11

MENGEMBALIKAN PENDIDIKAN PANCASILA PADA DUNIA PENDIDIKAN (Hasil Reportase Konggres Pancasila III)

Ditengah galaunya sebagian masyarakat tentang semakin berkurangnya nilai-nilai pancasila di kehidupan sehari-hari. Maka sebagian kecil masyarakat yang masih peduli aterhadap pancasila mengadakan konggres pancasila ketiga sebagai salah satu aksi agar pancasila kembali diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Konggres yang bertempat di Universitas Airlangga Surabaya ini dalam pelaksanaanya memakan waktu dua hari yaitu pada tanggal 31 mei-1 juni 2011. Konggres ini menghasilkan 5 butir deklarasi Surabaya. Yang menarik adalah pada butir keempat deklarasi yang berbunyi “Negara harus jelas dan tegas dalam menjalankan Politik Pendidikan Nasional berdasar Pancasila, untuk itu mata pelajaran Pancasila secara mandiri harus dimasukkan dalam kurikulum di seluruh jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Pendidikan Pancasila juga wajib dikembangkan dalam program yang bersifat kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler. Oleh karena itu, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Th 2003 perlu segera dilakukan judicial review (hak uji materi) karena tidak mencantumkan subtansi Pendidikan Pancasila secara mandiri”.
Namun ditengah keinginan pengembalian nilai pancasila ke dunia pendidikan, timbul sebuah keresahan bahwa hanya sedikit generasi mudah yang mengikuti konggres dan sebagian besar pesarta konggres sudah berusia 50 tahun keatas. Maraknya kasus korupsi, tren globalisasi dan adanya gerakan-gerakan fundalisme seakan membuat para pemuda tidak merasa perlu memiliki sikap hidup pancasila. Pancasila dianggap usang dan tidak mempunyai nilai jual. Inilah yang disampaikan Linggar Dian dan Budi Santosa sebagai salah satu pembicara dalam konggres.
Bagaimana tidak dikuasai asing? import beras Indonesia mencapai 3 juta ton, import kedalai mencapai 3 juta ton dan import kedelai mencapai 1,5 juta ton. Import tersebut belum termasuk jeruk dari Cina, pepaya dari Thailand dan masih ada beberapa komoditas pertanian lain, ujar Budi Santosa dalam memaparkan persentasinya. Inilah ketidakberdayaan bangsa Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi. Karena ketidakberdayaan inilah, sebagian bangsa Indonesia mulai meninggalkan semangat nasionalisme, kembalihnya keterjajahan dalam bidang akademis, kehidupan sosial-budaya serta perekonomian kita, ujar Prof Purihito dalam persentasinya.
Setelah mengalami debat yang panjang dalam sesion plenary pemaparan call for paper dan sidang komisi serta sidang pleno akhirnya peserta menyepakati bahwa pancasila harus kembali pada dunia pendidikan. Karena pancasila masih merupakan konsep ideologis dan belum diturunkan menjadi konsep operasional yang dapat diaplikasikan sehari-hari. Untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan sebuah saluran dan itu dimulai dari dunia pendidikan. Karena pendidikan akan memiliki Snowbaal efect yang besar terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat Indonesia. Harapannya dunia pendidikan mampu mendidik generasi muda bangsa ini agar cinta pancasila sehingga mencintai negaranya. Karena generasi muda adalah “api” masa depan Indonesia.
Deklarasi Surabaya merupakan sebuah langkah maju dalam mengembalikan pancasila pada dunia pendidikan. Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai generasi muda guna mendukung deklarasi tersebut? Mungkin hanya sebuah jawaban sederhana yang bisa penulis sampaikan: pancasila merupak sebuah tekad yang diwariskan kepada kita, tekad itulah yang diwariskan kepada kita untuk memperjuangkannya karena para leluhur yakin kita mampu. Atau barangkali kita memilih untuk menjadi api yang hampir padam sehingga kita terlalu kecil dihadapan pancasila atau pancasila yang terlalu besar dihadapan kita
Gigih Prihantono
Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB Unair

1 komentar:

Alfa mengatakan...

Pendidikan pancasila sudah dihapuskan dari kurikulum sekolah, nilai-nilai luruh pancasila bisa perlahan luntur ini.