06/06/11

REPOSITIONING PANCASILA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Enam puluh enam tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945 pancasila telah dilahirkan kembali sebagai pijakan yang nyata bagi terbentuknya negara Indonesia. Kenapa saya memberi pernyataan lahir kembali? Karena pancasila memang sudah ada sejak dulu, kemudian dilupakan oleh masyarakat sebelum jaman bung Karno dan dimunculkan kembali oleh masyarakat pada jaman bung Karno. Setelah itu, berangsung-angsur pancasila kembali dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Mungkinkah, timbul dan tenggelamnya pancasila merupakan sebuah siklus sejarah yang tidak dapat dipatahkan? Sama dengan Indonesia yang dibentuk secara sengaja, pancasila juga merupakan pem-formalan khasanah hidup bangsa Indonesia yang dengan sengaja dimunculkan sebagai value masyarakat Indonesia. Namun kini value tersebut perlahan tapi pasti mulai dilupakan oleh masyarakat. Masyarakat mulai bergerak dari kompetisi berdasarkan persaudaraan bergerak menuju kompetisi berdasarkan individualisme. Masyarakat lebih mengagungkan hak milik pribadi daripada kewajiban sosial.
Berdasarkan data dari bank Indonesia, triwulan II diperkirakan eksport akan tumbuh sebesar 8% yang sebagian besar adalah komoditas pertanian, perkebunan dan pertambangan. Seiring dengan meningkatnya eksport, import Indonesia juga diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 8,3% yang sebagian besar adalah bahan baku dan modal hasil olahan eksport kita dari luar negeri. Inilah bentuk bahwa hak milik pribadi lebih diutamakan dari kewajiban sosial. Pasar eksport jelas lebih menguntungkan dari pada pasar domsetik, sehingg orang lebih suka mengeksport dari pada memenuhi kebutuhan domestik. Akibatnya pasar domestik dipenuhi barang-barang sepele seperti sepatu olahraga, paku, baju batik, sandal jepit semuanya barang import. Belum lagi bahan makanan seperti beras kita import 3 juta ton, kedelai kita import 3 juta ton dan jagung kita import 1,5 juta ton.
Jauh-jauh hari sebelumnya Muhammad Hatta telah mengingatkan bahwa “jangan memutar ujung dengan pangkal”, jangan beorientasi eksport sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Negara-negara yang sekarang maju, dahulu menerapkan kebijakan penguatan dalam negeri, artinya memenuhi kebutuhan dalam negeri baru kemudian melakukan eksport. Sebagai contoh, USA pencetus perdagangan bebas, menerapkan tarif import sampai 50% pada tahun 1875. Pada saat itu USA baru seperti bayi yang berjalan merangkat sehingga pasar dalam negeri benar-benar dilindungi. Pada tahun 1947 GATT dibentuk sebagai cikal bakal pembangunan globalisasi yang terjadi saat ini. Pada tahun 1950 USA sebagai pemrakasa GATT masih menetapkan tarif import yang cukup tinggi sebesar 15%, bahkan Inggris sebagai pendukungnya malah menerapkan tarif yang lebih tinggi sebesar 24%. Hasilnya, perusahaan negara-negara maju memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa mereka mampu bersaing dan merasa ber-terima kasih kepada negara yang telah mendidik sehingga menjadi seperti sekarang, kuat, tangguh dan kompetitif.
Memikirkan Repositioning Pancasila
Data sejarah secara empiris, tidak pernah menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar menghadirkan pancasila secara utuh pada perekonomian Indonesia. Baik pada saat orde lama, orde baru terlebih lagi orde setelah reformasi. Saat orde lama perekonomian lebih mengarah pada sentralistik ekonomi semua kegiatan ekonomi diambil oleh negara. Pada orde baru, negara mulai melakukan liberalisasi pada dua sektor vital, yaitu keuangan dan energi. Saat ini negara melepaskan seluruh kegiatan ekonomi pada mekanisme pasar yang artinya siapa yang punya uang dia yang mampu memenuhi kebutuhannya.
Ekonomi pancasila menciptakan adanya pemanfaatan sumber daya yang terbatas guna memenuhi kesejahteraan sosial dan bukan kesejahteraan orang per-orang. Yang artinya, meminimalkan ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin dengan berjalannya mekanisme kewajiban sosial dan pemenuhan hak sosial bagi bangsa Indonesia. Untuk mencapai berjalannya mekanisme tersebut, perlu diperhatikan dua faktor konstan yang selalu muncul. Dua faktor tersebut adalah daya dorong (Push) dan daya taril (Pull).
Mempengaruhi kehendak dan kemauan (Push) dapat berupa pembaruhan secara teoritik maupun aplikatif. Pancasila sebagai ilmu mungkin saat ini tidak pernah dikeritik secara keilmuan karena sudah dianggap sebagai kitab suci bangsa Indonesia. Kalau kitab suci tidak pernah dikritik mungkin tidak menjadi persoalan karena pasti benar, tapi pancasila merupakan sebuah pemikiran yang mungkin ada satu atau dua pemikiran yang sudah tidak pas sehingga bertentangan dengan kehendak dan kemauan masyarakat Indonesia serta kondisi perekonomian global. Faktor penarik (Pull) yang mungkin dapat dijadikan kekuatan untuk “me-repositioning” pancasila kembali adalah ancaman “penjajahan” produk asing terhadap pasar domestik. Sehingga bangsa Indonesia akan sadar perlunya penegakan ekonomi pancasila.
Daya pendorong dan penarik dalam merumuskan repositioning pancasila yang tetap itu adalah intensionalitas dan kesengajaan dalam mempengaruhi perekonomian. Liberalisme berkembang secara pesat dikarenakan adanya kesengajaan dan intensionalitas dari pemerintah, ilmuwan barat dan civil society-nya. Mereka mengadakan kajian secara teoritik, aplikatif, didukung pembuatan buku, aplikasi dilapangan, membuat organisasi-organisasi internasioanal yang mengarah pada pemikiran Adam Smith. Saat ini daya intensionalitas dan kesengajaan itu yang telah hilang entah kemana. Sehingga itulah yang menyebabkan hari ini positioning pancasila berada pada wilayah abu-abu alias tidak jelas. Dia dirindukan tetapi tidak pernah benar-benar diharapkan ada.

Tidak ada komentar: