31/12/09

REFORMASI KEUANGAN NEGARA MENUJU TATA EKONOMI INDOENESIA BARU

Cicak melawan buaya sebuah perumpamaan yang dilemparkan seorang oknum kepolisian, untuk mengasosiasikan kekuatan kecil melawan kekuatan besar yaitu KPK vs Kepolisian. Kasus yang bermula dari ketidakberesan dalam transparasi dan akuntabilitas keuangan, yang akhirnya berkembang menjadi kasus sosial-politik di Negeri ini. Negeri tercinta dengan 1001 macam warna-warni kasus dan persoalan yang terkait dengan keuangan. Maklum, sebuah negeri yang kaya raya dan tentu saja sangat sulit untuk mengelola kekayaannya yang begitu besar dengan jumlah penduduk yang begitu besar pula.
Kasus cicak melawan buaya adalah satu dari 1001 kasus yang tema dasarnya adalah amburadulnya masalah transparasi dan akuntabilitas keuangan negara. Kita lihat. Kasus bank Century yang sekarang menggelinding dan melibatkan bapak Wapres kita Boediono, juga bermula dari ketidak transparannya sistem keuangan yang dikelola baik oleh pemerintah maupun bank Century sendiri. Kasus yang akhirnya menjadi persoalan politik, hingga timbulah isu penggulingan President Susilo Bambang Yudhoyono dari tampuk kekuasaannya. Kita lihat selama tahun 2009 kasus-kasus besar yang muncul di republik ini merupakan kasus yang dimulai dari ketidakberesan dalam mengelola keuangan.
Kasus Cnetury dan KPK mempunyai prestise yang tinggi dikalangan masyarakat, baik yang menjdai berita utama maupun yang menjadi sorotan publik. Kalau kita cermati lebih dalam, akann timbul sebuah pertanyaan mengapa kasus itu bisa terjadi? Kita lihat kasus KPK yang berujung kepada penangkapan para pemimpin KPK, semua bermula dari ketidak transparasi dana yang dimiliki oleh lembaga-lembaga di Republik ini sehingga korupsi tetap merajalela.
Kasus yang kedua adalah kasus Bank Century, yang kini telah berkembang semakin jauh dan semakin hebat. Kasus ini bermula dari kucuran dana 6,7 T kepada bank Century untuk menghindari terjadinya dampak sistemik akibat krisis global. Yang menjadi pertanya-an dan merupakan pr bagi BPK adalah kemana arus uang 6,7 T itu? Masih menjadi misteri sampai saat ini.
Dengan tidak menafikkan kasus lain seperti kasus Prita vs Omni internasional. Kasus-kasus besar dinegeri ini sebagian besar berhubungan dengan transparasi dan akuntabilatas keuangan pada lembaga-lembaga pemrintah yang ada. Ujung kasus-kasus besar diatas adalah sama, yaitu masalah transparasi keuangan negara.
Mengacu pada tujuan pemerintah dalam rangkah mewujudkan good governance dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, sejak beberapa tahun lalu sudah diadakan reformasi kebijakan manajemen keuangan pemerintah. Dengan landasan hukum mengacu pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara(Suminto,2004).
Memang untuk mewujudkan good governance tidaklah muda dan membutuhkan sebuah proses. Dimana dalam proses itu mungkin muncul konflik-konflik didalam lembaga-lembaga pemerintahan. Sehingga muncul-lah kasus yang menjadi topik hangat pada saat ini. Sebuah hal baru memang membutuhkan pengorbanan yang tidak kecil, tapi dengan ini diharapkan pemerintah mampu mewujudkan tujuan mulia ini.
Good governance mustahil dapat terwujud tanpa didasarkan kepada akuntabilitas dan transparasi keuangan negara. Berangkat dari sinilah pemerintah harus membangun insrument-instrument pendukung terlaksana-nya akuntabilitas dan transparasi keuangan negara. Hal yang paling mendasar yang harus disiapkan adalah membangun Sumber Daya Manusia-nya untuk mengerti, memahami ,mampu dan mau menjalankan akuntabilitas dan transparasi keuangan negara.
]
Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti halnya konsep ekonomi-politik lain, dipahami secara berbeda-beda oleh banyak orang termasuk para ilmuwan. Pembangunan berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia masih lebih besar bobotnya sebagai “ harapan” dan “ idaman” daripada kenyataan dan pengalaman sejarah. Apabila konsep efisiensi jelas merupakan konsep ekonomi, dan keadilan ekonomi adalah konsep yang didasarkan pada etika, maka konsep berkelanjutan adalah konsep “ gabungan” antara bekerjanya faktor-faktor ekonomi, fisik, sosial dan politik(Mubyarto,2000).
Dalam laporan Bank Dunia tentang ekonomi Indonesia tahun 1992 berjudul Indonesia Sustaining Development, dibahas tiga dimensi komplementer pembangunan berkelanjutan yaitu :
1. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan
memanfaatkan kesempatan membangun dan diversifikasi pembangunan
yang semakin meningkat.
2. Meningkatkan pemerataan dengan cara mengurangi kemiskinan dan
memperluas atau memperlebar partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
3. Melindungi lingkungan hidup melalui konservasi sumber daya dan
Membatasi polusi.
Indonesia adalah salah satu negara yang dijuluki sebagai keajaiban perekonomian Asia. Dimana kriteria dari bank Dunia untuk ini adalah :
1. Stabilitas lingkungan makroekonomi
2. Tingginya tingkat investasi dan tabungan
3. Keberhasilan dalam pembangunan industri
4. Penurunan kemiskinan
Maka dari indikator-indikator diatas, oleh Bank dunia Indonesia dinyatakan sebagai salah satu negara yang mampu menciptakan keajaiban dalam perekonomian.
Jika kita lihat data dari bank dunia diatas, besarnya tabungan dan investasi di Indonesia seblum krisis menempati urutan ke 4 dari yang terbawah. Hanya terpaut 6,6 % dari Filiphina untuk masalah tabungan dan 9,5% dari Taiwan untuk masalah investasi. Kita bahkan terpaut cukup jauh dari Malaysia yaitu 15,5% untuk masalah tabungan dan 10,8%. Jadi sudah sewajar bahwa kita tertinggal dari Malaysia dalam hal pembangunan ekonomi. Jika ini tidak diperbaiki segera maka bisa-bisa Indonesia menempati urutan terbawah.

Krisis Ekonomi : Unitarisme dan Kaptalis Konco
Krisis ekonomi yang sekarang dialami disebut sebagai akibat dari dua bentuk kegagalan. Kegagalan pasar sebagai biaya dari adopsi ekonomi pasar dan kegagalan pemerintah karena intervensi terhadap ekonomi pasar yang keliru (Lucky W. Sondach, 2003, hal 188). Yang menyedikan ialah kekeliruan itu bukan bersumber dari ketidaksengajaan tetapi ternyata pada kesengajaan. Kesengajaan karena intervensi dilakukan oleh para crony capitalist dan erzatz capitalist ( Wolf, 1998, Sondakh, 1998).
Akibat dari kapitalis konco inilah perekonomian Indonesia menjadi maburadul. Selama 32 tahun ekonomi kapitalis konco terpusat dan terkendali, tapi semenjak reformasi ekonomi kapitalis konco ini menyebar menggurita. Akibatnya timbullah kasus demi kasus yang diakibatkan oleh ekonomi kapitalis konco yang menyebar ini.
Dalam ilmu teori ekonomi, ekonomi konco ini mungkin lebih mendakati dalam perekonomian oligopoli atau masuk dalam pasar persaingan tidak sempurna. Jika hal ini terjadi akan terjadi dead weight loss dikarenakan harga yang tercipta terlalu tinggi. Selain masalah diatas, masalah yang lebih penting lagi adalah masalah distribusi pendapat. Dengan adanya ekonomi konco ini terciptalah sebuah hambatan masuk pasar(barriers to entry).

Ekonomi Kelembagaan
Ilmu ekonomi kelembagaan generasi kedua sebagai “ teori besar” ekonomi dengan tokoh utamanya Doglas North nampak “lebih dekat” pada teori ekonomi Neoklasik ketimbang ekonomi kelembagaan generasi pertama, terutama dalam teori pilihan rasional ( rational choice). Memang ditegaskan oleh EKB( Ekonomi Kelembagaan Baru, NIE) bahwa asumsi yang paling mendasar dari teeori ekonomi Neoklasik yaitu kelangkaan dan persaingan ( scarcity and competition) tetap dipertahankan, yang berarti pemerintah atau negara tidak boleh campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
Ciri khas dari teori ekonomi kelembagaan yang baru ini adalah bahwa biaya transaksi( transaction cost) yang tidak pernah ada pada teori ekonomi Neoklasik harus diakui ada dan menjadi kunci kemajuan ekonomi. Teori baru ini menolak tegas-tegas asumsi “ instrumental rationality” yang tidak mengakui peranan lembaga dalam teori ekonomi. Ekonomi kelembagaan diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga untuk lebih memahami aneka rupa dan warni-warni perekonomian Indonesia

Membangun Sektor Keuangan yang Kompetitif
Indonesia adalah negara kesatuan dan bukan negara federal. Dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” dengan keanekaragaman dan potensi kekayaan ekonomi yang begitu tinggi. Maka sudah sewajarnya dan sepatutnya sektor keuangan dibangun dengan sangat teliti dan berkelanjutan. Tapu apa yang terjadi? Selama 32 tahun sistem keuangan kita sangat kacau dan amburadul, dan puncaknya terjadi-lah krisis ekonomi 1998 dengan kasus BLBI-nya yang belum tuntas. Agaknya pengalaman sejarah ini tidak dijadikan pelajaran oleh bangsa Indonesia, akibatnya Kasus yang mirip dengan BLBI mencuat kembali.
Untuk itulah, jika ingin membangun tata ekonomi baru dan menciptakan Good governance pemerintah harus mulai meningkatkan transparasi dan akuntabilitas keuangan negara. Dasar-dasar peningkatan transparansi dan akuntabilitas sektor publik sudah diletakkan oleh Pemerintah dan DPR dalam paket tiga UU Keuangan Negara tahun 2003 – 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Ketiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004 dan SAP tersebut diharapkan akan memodernisir sistem keuangan negara dan menyehatkan struktur anggaran negara.
Namun apa yang terjadi sekarang? Seperti sebelum-sebelumnya bangsa ini tidak pernah belajar dari sejarah kegagalannya sendiri. UU keuangan negara tahun 2003-2004 hanya bagus diteori miskin diprakteknya. Mencuatnya sekandal kasus Bank century sebagai contoh betapa transparasi dan akuntabilitas negara diabaikan.
Dampak buruk lain akibat buruknya sektor keuangan Negara mengakibatkan timbulnya perasaan “sentimen regional”. Studi dan penelitian dari Gracia dan Soeliastiningsih(1996) menunjukkan bahwa diperlukan waktu antara 48-80 tahun bagi daerah tertinggal untuk , menyamai tingkat kemajuan ekonomi di pulau Jawa. Berangkat dari permasalahan ekonomi inilah timbul berbagai masalah sosial yang ditunggangi kepentingan politik di daerah-daerah tertinggal.
Pada era orde baru, akibat melambungnya harga minyak pada tahun 1982/1983 keuangan pemerintah relatif baik. Sayangnya kondisi keuangan yang baik ini tidak didistribusikan kepada daerah-daerah di luar jawa, sehingga daerah yang memiliki hasil bumi yang besar seperti Papua jauh tertinggal dalam hal pembangunan, baik fisik maupun SDM-nya. Hal ini seakan menjadi bom waktu bagi Negara Indonesia dan bom ini-pun meledak pada tahun 1998 dimana terjadi kerusuhan yang mengarah pada pemberontakan.

Value For Money(VFM)
VFM adalah salah satu alat untuk mengelolah keuangan negara menuju kearah transparasi dan akuntabilitas sehingga tercapailah good governance. Dengan diterapkannya sistem ini diharapakan keuangan negara terkelola dengan ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel agar terwujudnya akuntabilitas keuangan negara.
Inti dari konsep value for money ini terdiri dari tiga bagian yang harus dilakukan dan merupakan satu kesatuan. Sebagai pedoman pemerintah untuk menjalankan fungsi pelayanan publik, tiga hal ini adalah :
1. Ekonomis : sejauh mana pengelola keuangan negara dapat
meminimalkan sumber daya yang digunakan untuk menghindari
pemborosan dari hal-hal yang tidak produktif.
2. Efisiensi : sejauh mana pengelolahan keuangan daerah mencapai hasil
yang optimal dengan biaya yang minimal( Outputmax).
3. Efektivitas: sejauh mana pengelola keuangan daerah berhasil mencapai
target yang ditetapkan
Pada dasarnya, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan informasi dan laporan tersebut. Pemerintah baik pusat maupun daerah, harus bisa memberi informasi yang jelas dan benar dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mendapatkan informasi, memperdengarkan aspirasi, dan mendapat penjelasan( Mardiasmo, 2000).
Adapun bentuk pertanggung jawaban publik menurut Ellwod(1993) terdiri dari beberapa dimensi, yaitu :
1. Akuntabilitas hukum dan peraturan ( accountability for probity and
legality)
2. Akuntabilitas proses ( process acountabilty)
3. Akuntabilitas program ( program accountablity)
4. Akunatbilitas program ( policy accoutability)

Tugas dan Wewenang BPK
Didalam UU no 15 tahun 2006 pada pasal 6 ayat 1 tentang tugas BPK yang berbunyi :
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Sedangkan wewenang BPK, menurut UU ini pada pasal 9, 10 dan 11. Yang bisa penulis simpulkan menjadi : wewenang BPK adalah menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. Hasil dari pemriksaan ini jika ada kerugian dan perbuatan yang melawan hukum BPK berhak memantau dan mengawasi pelaksanaan ganti rugi dengan disertai oleh DPR atau DPD atau DPRD.
Berangkat dari UU diatas BPK bertujuan untuk memperbaiki dan mengawasi penegelolahan keuangan Negara yang kurang baik. Buruknya tata kelola keuangan Negara pada masa lampau menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis yang ekonomi dan dampaknya masih terasa hingga sekarang. Untuk itulah diharapkan BPK mampu menjaga, mengawal dan mengawasi transparasi dan akuntabilitas keuangan Negara sebagai pondasi awal menuju tata ekonomi Indonesia yang baru.
Untuk mewujudkan tujuan diatas, BPK mempunyai lima rencana program sebagai acuan dalam melaksanakan tugasnya. Pertama, mewajibkan semua terperiksa (auditees) menyerahkan Management Representation Letter (MRL) kepada BPK. Kedua, semua terperiksa untuk menyusun Rencana Aksi guna meningkatkan opini pemeriksaan laporan keuangannya oleh BPK. Ketiga, membantu entitas pemerintah mencari jalan keluar untuk mengimplementasikan rencana aksi yang telah disusun dan diserahkannya kepada BPK. Keempat, BPK adalah untuk mendorong perombakan struktural Badan Layanan Umum (BLU), BUMN dan BUMD serta yayasan maupun kegiatan bisnis yang terkait dengan kedinasan agar menjadi lebih mandiri dan korporatis. Kelima, menyarankan kepada DPR-RI, DPD-RI dan DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk membentuk Panitia Akuntabilitas Publik (PAP)( Anwar Nasution, 2009).
2.7 Kepemimpinan yang Kuat dan baik
Untuk tetap menjaga keberlangsungan reformasi dalam bidang keuangan guna menuju tata ekonomi yang baru perlu adanya pemimpin yang kuat. Salah satu masalah yang paling mendasar dalam permasalahan pembangunan ekonomi, sosial dan politik Indonesia belum adanya pemimpin yang kuat. Jika kita memiliki kepemimpinan yang kuat dan baik Negara Indonesia akan berkembang sejajar dengan Negara-Negara industri baru atau melebihinya. Indonesia sekarang masih menganut asas politik masih menjadi panglima, jadi masalah politik lebih ramai dari pada masalah ekonomi, lingkungan dan sosial.
Ekonomi Indonesia yang berkelanjutan bisa kita bangun jika sistem ekonomi yang kita bangun sudah memiliki aturan main yang jelas, lembaga pengawas yang kuat dan lembaga hukum yang sehat. Pembangunan sistem ekonomi saja tidak cukup. Harus dibarengi dengan pembangunan sistem sosial politik yang kuat.
Setelah semuanya terbangun dengan kokoh dan masing-masing sistem saling mendukung Indonesia bisa menata dengan baik masa depannya. Selama sistem itu belum dibangun, Indonesia akan terus terbpuruk dan terbelakang. Maka untuk itu Indonesia mutlak memerlukan pembangunan sistem dalam masyarakat, kelembagaan dan kepemimpinan yang kuat untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtra(walfare state).
Untuk membangun sebuah tata kelola perekonomian yang baru, transparasi dan akuntabilitas keuangan Negara adalah hukum wajib yang harus dilakasanakan oleh pemerintah. Tanpa transparasi dan akuntabilitas keuangan Negara mustahil Indonesia mampu berkembang dan memperbaiki taraf perekonomiannya. Setinggi apa-pun tingkat pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia tanpa dibarengi oleh transparasi dan akuntabilitas sektor keuangannya akan menjadi suatu hal yang sia-sia.
Salah satu indikator dari buruknya pengelolahan keuangan Negara adalah peringkat daya saing perdagangan kita masih kalah jauh dengan Malaysia dan Singapura. Dalam publikasi Global Competitiveness Report 2007-2008, disebutkan bahwa daya saing ekonomi Indonesia 2007 tetap berada pada posisi 54 dari 131 negara, setelah pada 2006 sempat mengalami perbaikan yang cukup signifikan dibandingkan 2005
Menurut WEF penyebab utama masalah yang faktor yang menghambat bisnis di Indonesia adalah buruknya birokrasi dan pembangunan infrastruktur. Dimana kita secara umum tahu bagaimana birokrasi-birokrasi di Indonesia. Jika ini tidak segera dimulai penulis khawatir daya saing Indonesia di pasaran dunia akan semakin menurun.
Sebagai sebuah Negara yang sedang menerapkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable growth), akan sangat berbahaya jika daya saing Indonesia dibiarkan terus terpuruk. Hal ini jelas akan mengganggu program pembangunan yang berkelanjutan yang bertumpuh pada adanya good governance yang baik. Tujuan ini bisa tercapai jika Negara mulai memperbaiki kualitas Sumber daya manusianya untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparasi keuangan negara. Maka untuk membangun sumber daya manusia untuk mengerti, memahami ,mampu dan mau menjalankan akuntabilitas dan transparasi keuangan Negara memang membutuhkan waktu. Tapi hal ini bisa diatasi dengan melakukan pelatihan bagi pegawai di instasi pemerintah untuk lebih mengenal dan memahami pelaporan dan akuntasi keuangan Negara. Dengan diadakannya pelatihan sacara bertahap dan berkesinambungan diharapkan pegawai pemerintah dapat menerapkan pelaporan keuangan Negara secara benar.
Instasi pemerintah biasanya juga terkendala terhadap kurangnya perekrutan pegawai baru yang memiliki keahlian untuk mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan Negara. Berikut akan kami sajikan data-data dari BPK mengenai kerugian Negara akibat kurangnya kemampuan pegawai di instasi pemerintah dalam hal mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan Negara.
Karena kasus-kasus seperti ini-lah BPK selaku badan yang mengawasi dan memeriksa keuangan harus lebih memainkan peran yang sangat penting. Maka BPK membantu pemerintah dalam hal menyusun standar akuntansi pemerintahan dan memdorong instasi pemerintah untuk merekrut Sumber daya manusia yang cakap. Maka salah satu kriteria yang penting untuk pemerintah agar terciptanya transparasi dan akuntabilitas keuangan, mau tidak mau harus merekrut pegawai berdasarkan keahliannya jangan berdasarkan kapitalis konco bisa rusak lagi tatanan yang dibangun pemerintah.
Untuk mempermudah terlaksanakannya hal diatas, ada baiknya konsep VFM dicoba diterapkan kedalam kelembagaan pemerintah. Dengan dibantu BPK dalam mensosialisasikan dan mengadakan pelatihan sebagai wujud dan tindakan nyata untuk mempermudah penggunaan konsep tersebut. Kenapa konsep tersebut sangat penting? karena implementasi konsep tersebut akan memberikan manfaat berupa : 1. Efektivitas dan efisiensi pelayanan publik
2. Meningkatkan mutu layanan publik
3. Terjadinya penghematan dalam penggunaan rsources
4. alokasi belanja yang lebih beroirentasi pada kepentingan publik
Penulis meyakini bahwa perekonomian Negara yang didukung dengan kelembagaan-kelembagaan Negara yang saling mendukung dan membantu dapat mempercepat menuju tata perekonomian baru dengan tujuan akhir kesejahteraan bersama( walfare state). Merujuk kepada ilmu ekonomi kelembagaan instasi pemerintah dan BPK harus saling bekerjasama dalam artian posistif. Demi mencapai tata perekonomian Indonesia yang lebih baik. Jika tidak maka akan semakin kacaulah perekonomian Negara ini.
Integrasi antar lembaga-lembaga Negara tidak atau kurang cukup untuk menuju kesejahteraan ekonomi. Harus ditambah dengan kepemimpinan yang kuat dan adil. Tanpa kepemimpinan yang kuat dan adil mustahil integritas yang sudah dibangun akan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Setelah memaparkan panjang dan lebar betapa pentingnya reformasi keuangan Negara untuk menuju tata ekonomi Indonesia baru. Sampailah penulis kepada kesimpulan dan saran.
4.1 Kesimpulan
Sudah seharusnya reformasi keuangan Negara dalam artian ditekankan kepada akuntabilitas dan transparasinya harus dan wajib dilaksanaksanakan. Dikarenakan sektor keuangan Negara mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian Negara Indonesia. Tanpa didukung dengan sektor keuangan Negara yang sehat mustahil Negara ini mampu membangun perekonomian yang berkelanjutan( economic sustainable).
Penulis berharap BPK lebih berperan aktif dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan akuntabilitas dan trasnparasi keuangan Negara untuk mewujudkan tata ekonomi baru. Jika sektor keuangan ini sehat maka daya saing produk Indonesia dipasaran dunia diharapkan akan meningkat secara pesat dan berkesinambungan. Mengacu pada prespektif ekonomi kelembagaan baru, integrasi antara BPK dan lembaga-lembaga pemerintah akan melahirkan kekuatan dan tenaga baru bagi perekonomian Indonesia. Jika Perekonomian Indonesia mendapatkan tenaga dan kekuatan baru, ibarat mobil yang baru diservis atau ganti onderdil atau melakukan upgrade tentu lari dan ketahanan mobil itu akan menjadi lebih kuat. Maka integrasi antara BPK dan lembaga-lembaga pemerintah akan membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat dan efisiens.
4.2 Saran
Sebagai saran dari penulis untuk BPK dan pemerintah demi terciptanya tata ekonomi baru Indonesia untuk kesejahteraan bersama, maka penulis menyarankan antara lain :
1.BPK dan instasi-instasi pemerintah saling berkomunikasi dalam meningkatkan kemampuan SDM-SDM-nya agar mampu dan mau mewujudkan akuntabilitas dan transparasi keuangan Negara.
2.Diterapkan-nya konsep Value For Money(VFM) kepada instansi- instansi Negara dengan dibantu BPK. Agar tercipta efisiensi dan efektifitas didalam pengaturan keuangan Negara.
3.Wajib dihentikannya budaya kapitalis konco atau konconomic. Jika tidak rusaklah perekonomian Negara Indonesia.
Semoga apa yang penulis sampaikan bisa sedikit bermanfaat dalam memberikan sumbangsih pemikiran bagi kemajuan perekonomian Negara Indonesia tercinta. Penulis tetap dan akan terus mendukung BPK dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk mengawal dan menjaga transparasi dan akuntanbilitas keuangan Negara demi terwujudnya tata ekonomi Indonesia baru. Penulis terus berdoa agar bangsa dan Negaraku mampu berdiri sejajar dengan bangsa dan Negara lain didunia. Tidak lagi dilecehkan, disepelehkan dan di dunia.























DAFTAR REFERENSI
Mardiasmo. 2000. Reformasi pengelolaan keuangan daerah menuju akuntabilitas
publik. Konggres ISEI 248-265
Garcia, G.J dan L. Soelistianingsih. 1996. Why do difference in provincial
incomes parsists in Indonesia? Paper presentased at second conference of
ASAE, Denpasar, Bali.
Suminto. 2004. Pengelolaan APBN dalam sistem manajemen keuangan Negara.
Ditjen anggaran, Depkeu.
Mubyarto. 2000. Membangun sistem ekonomi. BPFE, Yogyakarta.
Yusuf, Shahid.2001. The east asian miracle at the milinium. Oxford University,
New York.
Sondakh, L. W. 2000. Laporan awal penelitian keuangan daerah di Irian Jaya.
Indonesia Forum-USAID, Jakarta.
Wolf, M. 1996. The ethics of capitalism. Financial Times.
Krisnawan, Yohanes dan Besian Nainggolan. 2009. Mengurai warna-warni media
massa. Kompas, 24 Desember 2009.
__________. 2003. Globalisasi dan desentralisasi prespektif ekonomi lokal.
Lembaga penerbit FE UI, Jakarta.
Nicholson, W. 2000. Mikro economics eight edition. Prentice Hall Internasional,
inc, New Jersey.
Nasution, Anwar. 2007. Peran BPK dalam mewujudkan cita-cita reformasi sistem
sosial Indonesia. Pidato Ulang Tahun ke-60, Badan Pemeriksa
Keuangan, 8 Januari 2007.
___________, 2009. Peningkatan transparasi dan akuntabilitas keuangan
Negara. Keynote speech dalam Seminar Nasional “Inisiatif BPK
Dalam Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan
Negara melalui Peningkatan Kapasitas SDM Pemerintah di Jakarta,
22 Juli 2009.

Tidak ada komentar: